#Bimbingan Orang Tua
Beberapa belas tahun lalu, bila kita menuju Purwokerto dari arah Jogja atau sebaliknya dan melewati perkebunan karet Krumput - Banyumas, yang kita temukan hanyalah hutan yang sepi dan cenderung dianggap angker. Namun belakangan ini banyak orang yang duduk-duduk di tepi jalan. Awalnya aku ga tahu mereka lagi apa. Baru-baru ini saja aku mulai ngeh kalo mereka meminta-minta ke orang lewat.
Aku jadi ingat perilaku sopir bila melewati daerah yang katanya wingit. Ada yang cukup kasih klakson, ada pula yang suka melemparkan uang recehan agar perjalanan mereka tidak diganggu makhluk halus. Mungkin karena banyak recehan bertebaran di tepi hutan, lama-lama ada yang sengaja datang untuk memunguti.
Payahnya itu jadi kebiasaan akut dan mereka tidak lagi sekedar memungut. Melainkan sengaja stand by dan mengacungkan tangan meminta belas kasihan orang lewat. Benar-benar sebuah kekeliruan kultural yang tidak mendidik masyarakat untuk belajar produktif.
Masih mending kalo orang tua yang mungkin sudah tak mampu kerja berat lagi. Anak-anak muda yang sebenarnya masuk golongan produktif juga tega melepas kemaluan untuk jadi pengemis dengan berbagai kedok misalnya ngamen. Cuma genjrang-genjreng tak jelas atau modal icik-icik lalu nyadong. Sambil mabok lagi...
Kalo pengamen yang beneran jual suara sih ga masalah. Saat nongkrong di alun-alun bersama keluarga, aku malah suka nanggap mereka kasih 10 ribu borongan beberapa lagu. Beneran menghibur suasana plus all in one murah meriah. Paling suka sama yang menguasai banyak lagu, sehingga setiap orang bisa rikues sesuai selera. Paling-paling mereka bingung kalo Citra nimbrung minta lagunya sondesip atau timmy time.
Efek negatif dari budaya semacam ini sudah merembet kemana-mana. Lihat saja kalo ada jalan longsor atau lagi perbaikan. Para pekerja proyeknya tak jarang ikut-ikutan memungut retribusi ilegal dari pengguna jalan. Sampe-sampe yang kerja cuma dua tiga orang, yang minta duit bisa sampai lima atau enam orang.
Jarang banget aku mau kasih duit kepada mereka. Bukan soal pelit dengan recehan. Aku cuma tak setuju bila budaya meminta itu makin berkembang pesat bila semua orang hanya mikir belas kasihan tanpa mikir pendidikan moralnya.
Apalagi yang membawa-bawa anak-anak atau balita ke jalanan. Aku lebih tidak suka lagi. Buatku, jalanan bukan tempat untuk anak-anak walau ekonomi yang jadi alasan. Bagaimanapun juga aku pernah jadi gelandangan di emperan Pasar Senen dan hidup bersama mereka. Aku bisa tahu bahwa mereka cuma dijadikan korban pelengkap penderita sementara yang mengambil hasil terbesarnya justru orang tua atau preman terorganisasi.
Bukan aku tak mau tahu dengan mereka yang kebetulan kesulitan rejeki. Tapi aku lebih suka membantu orang miskin yang tak mau meminta-minta. Misalnya beli koran di jalan tanpa meminta kembalian.
Selalu aku katakan tidak untuk peminta-minta, kecuali sama banci.
Suer ini bukan diskriminasi sosial atau genderisasi
Tapi aku ngeri dan trauma berat dengan mereka
Gara-gara ada yang ngamen nyanyinya gini
"Kalo gak ngasih, ane sentil biji agan... huwooo.. huwooo.."
Amit-amit dah...