06 Mei 2008

Jablay

Tidak biasanya aku bangun kesiangan. Dering henpon bertalu-talu mengusik tidur tanpa mimpi sejak lewat subuh tadi. Dengan mata setengah tertutup aku angkat, "halo.."

"Hei kemana aja dua malem ga keliatan, sibuk di kantor atau lagi punya gacoan... wek wek wek...dst dst dst..." 

Panjang dan lebar sampai aku tak tahu kelanjutannya karena HP aku taruh di bantal dan kutinggalkan masuk ke kamar mandi.

Tidak sopan memang, tapi biarlah...
Biarpun si jablay itu menyebalkan, aku harus berterima kasih untuk kesediaan dia membangunkan aku pagi ini.

Eh, kok aku ikut-ikutan nyebut si jablay
Memang sih dia seindah Titi Kamal yang mendadak dangdut. Tapi perilaku tetangga kos-kosanku itu yang kadang bikin aku kurang suka. Ganjen, centil, genit dll dll mungkin  memang sudah predikat makhluk yang namanya perempuan. Tapi kan tidak harus berlebihan begitu. 

Apalagi suaminya setiap hari nongkrong di kamarku. Aku tak mau mendadak dangdut juga berkoar di atas pagar bagaikan Mansyur S, "Kau bagaikan pagar, yang makan tanaman..."

Tapi OK lah.. 
Mungkin beginilah Jakarta yang katanya lebih kejam daripada ibu tiri. Pikiranku malah melayang ke Jokja yang bertitel kota palajar. Yang menurutku warganya adalah manusia-manusia berpendidikan tinggi. Tapi kenapa justru di komplek kos mahasiswa, bertebaran iklan yang sangat tidak berpendidikan "terlambat bulan, hubungi 081xxxxxx...."

Belum lagi hiburan ala anak kos siang malam yang dipenuhi celoteh penyiar radio dangdut disela-sela desah entah apa dari kamar kos sebelah. Cekikikan dan wajah-wajah tanpa dosa menjadi pemandangan sehari-hari. Kadang diselingi teriakan-teriakan penuh amarah dari salah satu pelaku atau korban adegan itu. "Dasar jablay ga tau diri..!!"

Aku seringkali ngakak bila terjadi pertengkaran semacam itu. Dan dalam hati aku berkata, inilah realita. Walau aku cuma meraba-raba konotasi kata jablay, tapi aku jadi tak habis pikir. Kenapa ada yang sampai berteriak seperti itu ketika orang lain melakukan kedunguan atas nama cinta, tapi akan bebas merdeka ketika dia sendiri melakukannya.

Aku tersenyum ketika mengingat obrolan dengan teman yang mendaftar kerja di sebuah perusahaan. Dia mengatakan tidak ikut ujian, dalam artian nyogok personalianya. "Mendingan jalan belakang aja deh, ga perlu ribet.."

Saat itu seorang teman mahasiswa masuk dan langsung nimbrung. "Betul, bro. Aku juga suka main belakang. Lebih aman, nyaman dan terkendali."

"Maksudmu.?" tanyaku bingung.

"Ya, biar ga hamil. Suer lebih nikmat..."

Hmmmm... beginikah generasi terpelajar kita....

angsakecil ingin ngejablay...


0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena