11 Maret 2012

Kesempatan & Pilihan

#21+

Seorang teman lama yang beberapa bulan menghilang, tiba-tiba menyapa di YM. Seperti biasa saling basa basi menanyakan kabar lalu saling ejek lagi seperti dulu. Di tengah obrolan tiba-tiba dia bertanya, kenapa aku tidak juga berubah sementara teman-temannya yang lain menjauhinya sampai dia memutuskan untuk menghilang dari peredaran.

Oh ya, temanku itu seorang perempuan yang baik, cantik, energik dan begitu menarik. Sebelumnya dia bekerja sebagai pramugari dan suatu saat dia cerita ada penumpang seorang pengusaha tambang yang ngotot menawarinya kerja. Waktu itu aku cuma bisa bilang, kalo peluangnya untuk masa depan lebih bagus kenapa tidak..?

Disitulah awal mula cerita dimana dia beralih profesi menjadi sekretaris. Padahal dia mengaku tak bisa komputer dan tahu internet hanya tentang pesbuk saja. Semenjak itu kehidupannya berubah drastis. Hanya dalam hitungan minggu sebuah apartemen di seputaran HI dan Honda Jazz sudah dia miliki. Aku sendiri tak pernah ambil pusing dengan urusan orang lain apalagi sekedar teman ceting. Diapun tak pernah cerita apapun tentang pribadinya selain becanda tawa seperti biasa. Namun dalam ceting terakhirnya, dia sempat mengeluh sahabat-sahabat karibnya satu persatu menjauh.

Kembali ke soal pertanyaan tadi...
Memang apa keperluannya aku harus berubah atau menjauhi orang lain yang tak mengusik kehidupanku. Ketika dia akhirnya terbuka bercerita kalo dia memang jadi cewek simpanan pengusaha, aku cuma pasang icon nyengir doang. Buatku menjalani hidup adalah sebuah pilihan. Apapun pilihannya aku tak berhak memvonisnya dengan semena-mena sejauh tidak menganggu pribadi dan keluargaku.

Dia bertanya, apakah dia begitu hina sehingga teman-temannya menjauh. Aku hanya jawab, jalan hidup yang kita pilih hina atau tidak, jawabannya bukan di mulut orang lain, melainkan di hati kita masing-masing. Saat hati sudah bicara, bisakah orang lain merubahnya..?

Menjadi baik atu buruk bukan soal pendidikan, moral atau agama semata, melainkan soal kesempatan. Begitu banyak orang baik yang tetap baik atau berubah buruk hanya karena soal kesempatan itu. Dalam hal teman-teman yang menjauh, siapa yang berani jamin mereka tak ambil pilihan yang sama bila kesempatan itu ada di depan mata. Atau bisa juga mereka menjauh karena iri, kenapa kesempatan itu tak jatuh ke tangan mereka.

Aku ceritakan padanya tentang teman lain. Seorang aktifis yang dulu rajin berteriak di jalanan sampai bolak-balik berurusan dengan yang berwajib. Begitu kagum aku dengan kegigihannya membela suara rakyat kecil tanpa mau peduli dengan kehidupan pribadinya. Makin lama namanya makin populer sampai akhirnya ditarik oleh salah satu partai dan berhasil duduk di kursi empuk dengan label wakil rakyat. Namun siapa yang sangka bila suaranya yang masih saja nyaring pada akhirnya berubah nada seiring kehidupannya yang semakin mewah. Sampai dia sempat keceplosan tentang acara "jual suara" nya itu dengan berkata, "Setiap bulan separo gaji resmi hilang, anggap saja sebagai umpan mancing. Toh yang hasil ga resminya sehari bisa lebih dari gaji resmi sebulan..."

Itu hanya sekedar contoh bahwa baik buruk hanya di soal kesempatan. Temanku yang dulu begitu baik, peduli sesama, beragama kuat, hampir tiap tahun naik haji, nyatanya berakhir di kantor polisi karena kasus korupsi. Makanya aku berani bilang, orang baik yang tetap menjadi baik saat kesempatan lewat di ujung hidung mungkin tak sampai angka 10%. Sisanya berubah drastis walau mungkin sebagian besar pandai menyimpan kejahatannya sehingga orang lain tak mampu melihatnya.

Aku ceritakan begitu, si cantik kembali bertanya apa yang sebaiknya dia lakukan saat ini. Pertanyaan yang mungkin mubazir karena aku kembalikan lagi ke isi hatinya. Aku cuma ingatkan bahwa orang-orang seperti pengusaha itu kebanyakan hanya cari hiburan semata. Kecil sekali kemungkinannya untuk menikahi atau tetap menyimpannya sampai akhir hayat nanti. Seorang lelaki baik-baik yang setia dengan satu istripun pasti akan merasakan perbedaan atas casing pasangannya saat pacaran dan setelah menikah. Secantik apapun istri, setelah sekian lama hidup bersama pasti akan terasa biasa dan kembali ke falsafah hijaunya rumput tetangga.

Hanya saja untuk laki-laki tipe itu, rasa sayang dan tanggung jawab ke keluarga selalu diatas segalanya termasuk urusan fisik pasangan. Tentu akan berbeda dengan tipe hidung belang yang biasa bergonta-ganti pispot. Rasa sayang hanya berdasarkan atas kebutuhan selangkangannya saja. Mereka tak pernah memikirkan berapa uang yang sudah dihamburkan untuk membelikan rumah atau kendaraan cewek simpanannya. Saat dirasa ingin ganti menu ya sudah ganti saja.

Aku cuma bisa sarankan untuk tidak hanyut dan terus berpikir bahwa kemewahan itu akan selamanya. Selagi masih ada kesempatan, kumpulkan uangnya dan belajar membuka usaha. Sehingga saat ditinggalkan nanti sudah punya pegangan untuk bertahan hidup. Tetap ingin mewah tanpa susah payah dan mengasongkan diri dari satu bos ke bos yang lain juga ada batasnya. Bagaimanapun juga tubuh perempuan lebih cepat menjadi tua dan takkan selamanya laku ditawarkan mahal.

Saat aku tanyakan dia akan bertahan hidup seperti itu atau mulai belajar berubah, dia malah menjawab justru itu masalahnya. Sudah sebulan ini dicampakkan dan mulai kehabisan uang untuk membiayai hidup mewahnya. Ditanya kata hatinya, cuma dijawab dalam dilema. Berubah sederhana dan kembali bekerja katanya terlalu berat untuk saat ini. Sampai disitu aku langsung bilang angkat tangan tak bisa berkata apa-apa. 

Silakan pilih jalanmu sendiri, teman...

gambar dari google


13 comments:

  1. cerita yang menarik
    salut deh mas, ternyata mas bisa berpikir netral dan tidak memihak
    jarang jarang lho yang seperti itu

    BalasHapus
  2. Bagus deh tulisanya :)

    kesempatan? Mudah2an mas rawins tdk di hadapakan pada kesempatan yang sejatinya bsa membawanya pada jurang kemunafikan. Harta tahta dan wanita tiga2nya selalu memunculkan masalah.

    BalasHapus
  3. rada berat nih tulisan diweekend ini :) semoga kita semua berada dijalur yang benar

    BalasHapus
  4. Hidup orang aneh aneh ya om :|
    Aku belum 21 tapi moco he he he...
    Aku wis suwi gak ceting ro kowe~
    Curhat ah... *curhat opooh*

    BalasHapus
  5. postingan dewasa mas Rawins. Bukan versi dewasa biasanya. Salut banget...

    BalasHapus
  6. kalau aku jadi Mas mah aku marahin tuh cewe :P
    bodoh sekali dia punya pilihan hidup tapi memilih untuk terjun ke lembar hitam padahal ada pilihan lain yg baik pastinya

    BalasHapus
  7. Subhanallah...pertanyaan yang berat ya, saat di ajak curhat seperti itu, saya mungkin tidak bisa menjawabnya, karena kembali ke pribadi masing-masing, apakah mau menjalani hidup lurus atau hidup berlika-liku. Hidup adalah pilihan.

    BalasHapus
  8. sejak jaman dahulu.. wanita itu bagaikan harta... (makanya banyak yg punya harta simpanan)

    BalasHapus
  9. Wah... repot kalau sudah spt itu. Hidup memang pilihan.. tinggal memilih cara yg sulit atau yg mudah. :)

    BalasHapus
  10. setuju pak, kita tidak berhak menjudge seseorang.
    asal tidak menganggu kehidupan kita

    BalasHapus
  11. kang nyong siki pindah meng http://anotherorion.com

    BalasHapus
  12. dengaren postingane 'berat' ngene

    BalasHapus
  13. tumben postingan mu berat :D
    tapi inspiratif sekali :thumbup

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena