08 Februari 2018

Melatih Anak Tertib Lalu Lintas

Mengajari tertib berlalulintas sejak dini ternyata tak semudah ngajarin ngaji atau bantu kerjain PR yang kalo bingung si Ncit saja sudah paham solusinya, "buka google, ayaaah..."

Pengaruh lingkungan dalam mengaburkan apa yang kita ajarkan tak bisa diabaikan. Apalagi di Jogja dimana masyarakatnya cenderung permisif gampang memaklumi kesalahan yang menurut mereka sepele.  Contohnya soal helm. Tak kurang-kurang yang berdalih, "deket kok" atau "ga kebut-kebutan inih..."

Fungsi kontrol sosial sedikit mengendur pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap umum. Sehingga ketika ada yang mencoba mengkritik kadang dicap intoleran atau kurang tepo sliro.

Yang kemudian berkembang adalah paham "two wrongs make one right". Tak perlu merasa bersalah selama ada orang lain melakukan kesalahan yang sama. Coba saja sesekali nongkrong dekat pos yang polisinya rada getol main sempritan. Ketika ada yang ketangkep ndak pake helm atau ngeblong bangjo, mungkin mengakui kesalahan tapi tak jarang sambil nunjuk ke tengah jalan, "itu juga ga pake helm kenapa ga ditangkep..."

Kondisi yang kurang bagus untuk mendidik anak tapi jarang yang menyadari.
#KepiyeJal

----

Sepertinya mereka ga ngeh, bila perilakunya berpotensi menimbulkan pertanyaan dalam benak anak-anak. Padahal untuk yang seusia Ncit Ncip, cari jawaban yang tepat bukan hal mudah. Ketika mereka bertanya kenapa harus pake helm, aku lumayan lama loadingnya.

Dijawab nanti ditangkap polisi, takutnya mereka mikir matematis. Pake helm artinya aman dari polisi jadi kalo ga ada polisi berarti aman ga pake helm. Dibilang biar kepalanya ga benjol kalo jatuh, mereka mikirnya, "kalo pelan-pelan dan hati-hati kan ga bakal jatuh, berarti helm kurang diperlukan..."

Baru dapat ide setelah kepikiran bahwa Citra mulai belajar centil. Aku tanya dulu, "mbak pengennya jadi cantik atau jelek..?"

"Cantik dong, yah..."
"Nah kalo naik motor pake helm, mbak itu keliatan lebih cantik loh..."
"Iya ya kalo ga pake helm bikin jelek, rambut jadi berantakan, bla bla..."

Alhamdulillah bisa nyangkut ke logika dia. Baru mau kasih support lebih lanjut, yang bonceng di belakang teriak, "aku ga mau pake helm..."

"Mas Ncip kenapa..?"
"Aku ga mau cantik. Aku kan cowok..."
#Ooowh...

----

Contoh lain ketika nganter si Ncip ke perpustakaan. Pas berhenti di bangjo Blok O, tuh bocah nanya, "kenapa ga boleh berhenti melewati garis..?"

"Sebelah kanan kan lajur orang lain. Mengambil hak orang lain boleh ndak..?"
"Ya ga boleh dong. Itu namanya pencuri..."

Cerdas kau, nak...

Tapi mendadak merasa bego setelah sampai perpustakaan, pemotor yang tadi melanggar marka dan bawa anak kecil parkir persis di sebelahku. Pede banget si Ncip nyamperin tuh anak sambil bilang, "eeeh bro, bapakmu maling ya..?"
#Modyarrrr

Trus aku kudu piye, le..?


0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena