kuli rasa bos |
Seorang teman yang pernah cabut dari sini, beberapa bulan kemudian dipanggil oleh manajemen untuk bergabung kembali. Seperti biasa, kondisi semacam itu dijadikan kesempatan untuk meningkatkan nilai tawar ke perusahaan. Bahasa yang paling umum digunakan adalah, "saya di kerjaan sebelumnya digaji sekian, berani nambah berapa..?"
Sebulan berjalan, temanku itu mulai banyak curhat tentang kondisi keuangannya yang kocar-kacir. Peningkatan pendapatan yang hampir dua kali lipat dibanding saat dia meninggalkan perusahaan ini menjadi tak berarti karena musibah di keluarga datang pergi silih berganti. Sampai-sampai untuk sekedar beli sabun pun dia harus mengandalkan teman.
Sore tadi dia kembali curhat tentang kehidupannya dan minta aku bantu carikan solusi. Dia juga cerita sudah mulai kirim-kirim lamaran kerja untuk mendapatkan gaji yang lebih besar.
Memang benar, orang sukses itu orang yang berusaha meningkatkan pendapatan agar dapat mencukupi kebutuhan dan bukannya orang yang menekan kebutuhan menyesuaikan pendapatan. Bahkan Bill Gates pun pernah berkata, "saat terlahir miskin itu bukan salah kamu. Tapi saat mati dalam kondisi miskin, itu adalah kesalahan terbesarmu."
Tapi hidup kan tidak semudah "cocotnya" Mario Sabun. Buatku soal rejeki adalah sesuatu yang unik. Berbagai pengalaman sepanjang hidup membuatku meyakini bahwa manusia tak pernah bisa lepas dari yang namanya dharma dan karma. Sebuah pola pengatur norma kehidupan yang langsung diterima di dunia tanpa harus menunggu mati dan dibangkitkan kembali di akhirat nanti.
Buat mereka yang meyakini, apa yang sedang dirasakan kini tak bisa lepas dari apa yang pernah diperbuat di masa lalu. Dan apa yang saat ini dilakukan akan berakibat pada yang akan kita jalani nanti. Saat kita mendapatkan kesialan, bisa jadi merupakan karma dari perbuatan sebelumnya. Bisa juga karena kita sedang melakukan dharma yang akan berbuah baik di masa depan asalkan kita mampu menjalaninya dengan baik.
Mengikuti keyakinan itulah kenapa aku tak pernah mau berlarut-larut memikirkan persoalan hidup. Saat nasib lagi apes, paling banter misuh-misuh sesaat untuk kemudian nyengir kecut sambil merenungkan kesialan ini karma dari masa lalu atau lagi menanam dharma untuk masa depan. Tak perlu ada penyesalan atas nasib buruk yang menimpa karena hidup yang cuma sekali ini harus selalu dinikmati. Meratapi nasib hanya buang-buang energi. Akan lebih bermanfaat bila energi ratapan itu kita gunakan untuk mencari pengganti kenikmatan yang hilang.
Hanya cerita kosong soal karma dan dharma itu yang aku ceritakan untuk menjawab keluhan teman. Aku tambahkan pula bahwa norma itu tak hanya untuk perbuatan fisik saja. Ucapan dan keyakinan hati pun turut berpengaruh besar. Aku coba ingatkan akan ucapan dia yang tak cukup sekali waktu pergi dari sini dulu. "Kalo tetap kerja disini, kapan saya bisa beli mobil..?"
Saat kembali pun dia masih sesumbar jadi bisa beli mobil dan BB setelah pindah kerjaan. Tak seharusnya mengeluh saat kembali bergabung kehidupannya jadi sedikit seret walau penghasilannya naik tinggi. Buatku rejeki adalah apa yang kita nikmati, bukan apa yang kita dapatkan. Kerja memang harus giat. Namun ketika sudah ada hasilnya, tak perlulah kita "keukeuh" menganggap itu milik kita sepenuhnya. Bisa jadi kita pernah mengambil hak orang lain di masa lalu. Walau mungkin dilakukan tanpa sengaja, tetap saja kita akan menerima bon hutang sebagai karma.
Aku contohkan juga saat XPeriaku remuk dan sempat tak punya hape sebulan sampai akhirnya dikasih nokiyem 200 ribuan oleh bos. Aku terima saja semua itu karena dulu aku pernah bilang, "jaman jualan lukisan saja bisa beli XPeria, kenapa setelah jadi pekerja tambang malah ga bisa..?"
Aku anggap itu sebagai bahan pelajaran hidup yang kesekian kalinya. Setelah itu aku selalu berusaha optimis dalam setiap ucapan. Seperti kalo ada yang nanya, berapa gajiku sebagai pekerja tambang. Pasti akan aku jawab dengan penuh semangat, "20 jutaaaa...!!!"
Selalu optimis dan penuh harapan.
Termasuk saat aku tanya si bos dapat jawabannya gini, "kamu kan karyawan tetap, jadi gajinya juga tetap dong..."
Becanda lu, bos...
Ga mikir gara-gara ucapan optimisku yang entah kapan terwujud itu jadi banyak orang yang datang bilang mau ngutang kali ya...?
Nikmati sajalah...
Sebulan berjalan, temanku itu mulai banyak curhat tentang kondisi keuangannya yang kocar-kacir. Peningkatan pendapatan yang hampir dua kali lipat dibanding saat dia meninggalkan perusahaan ini menjadi tak berarti karena musibah di keluarga datang pergi silih berganti. Sampai-sampai untuk sekedar beli sabun pun dia harus mengandalkan teman.
Sore tadi dia kembali curhat tentang kehidupannya dan minta aku bantu carikan solusi. Dia juga cerita sudah mulai kirim-kirim lamaran kerja untuk mendapatkan gaji yang lebih besar.
Memang benar, orang sukses itu orang yang berusaha meningkatkan pendapatan agar dapat mencukupi kebutuhan dan bukannya orang yang menekan kebutuhan menyesuaikan pendapatan. Bahkan Bill Gates pun pernah berkata, "saat terlahir miskin itu bukan salah kamu. Tapi saat mati dalam kondisi miskin, itu adalah kesalahan terbesarmu."
Tapi hidup kan tidak semudah "cocotnya" Mario Sabun. Buatku soal rejeki adalah sesuatu yang unik. Berbagai pengalaman sepanjang hidup membuatku meyakini bahwa manusia tak pernah bisa lepas dari yang namanya dharma dan karma. Sebuah pola pengatur norma kehidupan yang langsung diterima di dunia tanpa harus menunggu mati dan dibangkitkan kembali di akhirat nanti.
Buat mereka yang meyakini, apa yang sedang dirasakan kini tak bisa lepas dari apa yang pernah diperbuat di masa lalu. Dan apa yang saat ini dilakukan akan berakibat pada yang akan kita jalani nanti. Saat kita mendapatkan kesialan, bisa jadi merupakan karma dari perbuatan sebelumnya. Bisa juga karena kita sedang melakukan dharma yang akan berbuah baik di masa depan asalkan kita mampu menjalaninya dengan baik.
Mengikuti keyakinan itulah kenapa aku tak pernah mau berlarut-larut memikirkan persoalan hidup. Saat nasib lagi apes, paling banter misuh-misuh sesaat untuk kemudian nyengir kecut sambil merenungkan kesialan ini karma dari masa lalu atau lagi menanam dharma untuk masa depan. Tak perlu ada penyesalan atas nasib buruk yang menimpa karena hidup yang cuma sekali ini harus selalu dinikmati. Meratapi nasib hanya buang-buang energi. Akan lebih bermanfaat bila energi ratapan itu kita gunakan untuk mencari pengganti kenikmatan yang hilang.
Hanya cerita kosong soal karma dan dharma itu yang aku ceritakan untuk menjawab keluhan teman. Aku tambahkan pula bahwa norma itu tak hanya untuk perbuatan fisik saja. Ucapan dan keyakinan hati pun turut berpengaruh besar. Aku coba ingatkan akan ucapan dia yang tak cukup sekali waktu pergi dari sini dulu. "Kalo tetap kerja disini, kapan saya bisa beli mobil..?"
Saat kembali pun dia masih sesumbar jadi bisa beli mobil dan BB setelah pindah kerjaan. Tak seharusnya mengeluh saat kembali bergabung kehidupannya jadi sedikit seret walau penghasilannya naik tinggi. Buatku rejeki adalah apa yang kita nikmati, bukan apa yang kita dapatkan. Kerja memang harus giat. Namun ketika sudah ada hasilnya, tak perlulah kita "keukeuh" menganggap itu milik kita sepenuhnya. Bisa jadi kita pernah mengambil hak orang lain di masa lalu. Walau mungkin dilakukan tanpa sengaja, tetap saja kita akan menerima bon hutang sebagai karma.
Aku contohkan juga saat XPeriaku remuk dan sempat tak punya hape sebulan sampai akhirnya dikasih nokiyem 200 ribuan oleh bos. Aku terima saja semua itu karena dulu aku pernah bilang, "jaman jualan lukisan saja bisa beli XPeria, kenapa setelah jadi pekerja tambang malah ga bisa..?"
Aku anggap itu sebagai bahan pelajaran hidup yang kesekian kalinya. Setelah itu aku selalu berusaha optimis dalam setiap ucapan. Seperti kalo ada yang nanya, berapa gajiku sebagai pekerja tambang. Pasti akan aku jawab dengan penuh semangat, "20 jutaaaa...!!!"
Selalu optimis dan penuh harapan.
Termasuk saat aku tanya si bos dapat jawabannya gini, "kamu kan karyawan tetap, jadi gajinya juga tetap dong..."
Becanda lu, bos...
Ga mikir gara-gara ucapan optimisku yang entah kapan terwujud itu jadi banyak orang yang datang bilang mau ngutang kali ya...?
Nikmati sajalah...
Hahaha, yoyoi. Kalau lagi sial berarti kita pernah ngapain yang elek gitu di hari lalu.
BalasHapusAu ah mau komen apa hihihi :-h
Hahahah, bijak juga kamu yah mas
BalasHapusDan memang hidup akan enteng kalo dijalanin gitu
Tapiiii, itu gajinya gede amat... ngutang dong :p
aku setuju kita harus selalu optimis plus berusaha dan berdoa
BalasHapustu photo siapa mas rawis ..? gtu2 amat hheheh
BalasHapusAstaga, itu orang tidur kaya gimana. Aneh. Kocak. Suer emang ga ada tempat yang lebih nyaman atau emak gituh :D
BalasHapusdharma dan karma ya..?
BalasHapusoke deh.. :-)
baru nyadar sekarang, rejeki adalah apa yang sudah di nikmati bukan apa yang sudah di dapatkan. Hehe ya iya lah mas kalo gak pernah bersyukur apa yg sudah di dapet berarti apa yg sudah di dapatkan belum di anggapnya sbg rejeki.
BalasHapuskaryawan tetap gaji tetap...alamaaak
BalasHapusmiskin boleh tapi jgn berutang itu lebih bagus
Nah, di bulan April ini pun sama kere banget mas, wkwkwk... :))
BalasHapusYa elah, banyak banget pengeluarannya.
Sampai2 mesti minta ortu dan kakak uang lebih, wkwkwkw...
Syukur pada baik2 :D
Orang kerja itu emang gak mudah ya :D
hahay, optimis nya soal hidup ya sob, kl soal gaji milih dimanis, )eh ...hihiiy :D
BalasHapusaku terkesan dengan surat pemberitahuannya, hahahah... ngeblog itu ngeluarin uneg-uneg gak jelas, aku malah tak pisah-pisah blognya...
BalasHapusyang penting apapun yang ada selalu disyukuri :D
BalasHapusYup...benar sekali mas Rawins bahwa karma dan darma pasti mengitari setiap orang yang ada di dunia ini, aku percaya itu karena sudah pernah mengalami kejadian yang namanya karma. Postingan ini sangat bermanfaat dan bisa di jadikan pelajaran untuk kita semua. Bahwa sari pati kehidupan tak lepas dari karma dan darma.
BalasHapusngutaaaaaaaaaaaaaaangggggggggggg ommmmmmmmm... buat bayar utang.. ha hahaha...
BalasHapus