30 September 2012

Saat Kangen Pulang


#Dewasa

Mungkin benar pepatah mengatakan, buat laki-laki pekerjaan adalah istri kedua. Saat asik dalam kerjaannya, laki-laki sering melupakan banyak hal termasuk istri di rumah. Lupa disini bukan dalam arti tak ingat sama sekali. Tetap ingat tapi tidak dominan. Dimana-mana istri tua biasanya paling kuasa, namun istri muda yang paling disayang.

Secara naluri bawaan bayi, sikap tersebut sangat manusiawi. Karena sudah dari sononya laki-laki memang diciptakan dengan pikiran yang terfokus. Saat mikirin kerjaan dia sulit mengingat lainnya. Sebaliknya saat mikir masalah di rumah, konsentrasi kerjaan pun bisa buyar.

Ini bawaan dari dari jaman purba dimana tugas utama laki-laki adalah berburu dan berperang, sedangkan perempuan menjaga rumah dan anggota keluarga.

Dengan fungsi basic yang seperti itu, laki-laki lebih cocok melakukan pekerjaan yang rumit dan beresiko. Sedangkan perempuan lebih tepat untuk kerjaan multitasking namun tidak terlalu banyak memeras otak. Itu sebabnya kenapa perempuan bisa masak sambil nyuci baju disambi nyetrika sekalian ngawasin anak-anak bermain. Sementara aku cuma diganggu si Ncit saja sudah langsung membubarkan isi kepala.

Sekali lagi, perbedaan ini sebenarnya sudah jadi sifat dasar yang tak perlu dipertentangkan. Jadikan saja perbedaan itu untuk saling melengkapi kekurangan. Bagaimanapun juga hal semacam itu tak akan pernah berubah sampai akhir jaman. 

Seperti laki-laki yang selalu merasa heran, kenapa perempuan tidak bisa melihat lampu “indikator oli” menyala merah di dashboard mobil tapi bisa melihat noda kotor di kaos kaki yang berada 50 meter di pojok ruangan. Sebaliknya perempuan suka merasa kagum melihat laki-laki bisa secara tepat “memarkir mobil” di tempat yang sempit dalam kegelapan sekalipun hanya dengan melihat spion dan naluri. Walaupun di lain sisi mereka heran kenapa laki-laki tidak pernah bisa menemukan titik G Spot yang hanya beberapa sentimeter dari ambang pintu.

Lebih detail tentang hal diatas, pernah aku tulis di jurnal Pria dan Wanita di Toilet.

Kembali ke soal laki-laki dan pekerjaan... 
Ada sebagian laki-laki yang menjadikan pekerjaan jadi kekasih utama dan pacar jadi yang nomor dua. Mereka punya pemahaman yang mengatakan, kehilangan pacar tapi punya pekerjaan gampang cari ganti. Namun kehilangan pekerjaan, biar kata punya pacar 4, tetap saja lebih banyak susah daripada mudahnya.

Mungkin ini yang perlu dipahami terutama oleh cewek-cewek lajang. Saat pacaran sih memang iya, mereka bak bidadari di mata cowoknya. Namun setelah menikah, cinta sudah bukan sesuatu yang bisa dijadikan alasan utama. Hanya tanggung jawablah yang bisa membuat laki-laki tetap mempertahankan cinta

Memang tidak semua, tapi rata-rata laki-laki jujur akan berkata begitu. Aku berani bertaruh untuk hal ini...




Ibue Citra kayaknya memahami kenyataan tersebut dan ngerti kalo dilawan pun tak akan banyak berguna. Tapi sudah menjadi ketentuan di dunia, sesuatu yang sulit dilawan selalu ada cara untuk menyiasati. 

Salah satu cara yang sering dilakukan adalah memanfaatkan anak-anak. Makanya kalo nelpon ke rumah, seringnya si Ncit yang disuruh angkat. Atau aplut foto anak-anak di pesbuk atau blog dan dikasih keterangan macem-macem namun intinya tetap pada kata, kapan pulang..?

Biarpun sapaan si Ncit tak pernah berubah dari kata "ayaaah, mbeeek...", tapi rasa kangen pulang yang aku rasa jauh lebih dalam ketimbang bujuk rayu ibue. Apalagi kalo ibue terus menerus ngotot nyuruh pulang, kadang yang muncul malah rasa sebel. Seolah dalam hati aku berkata, "jauh-jauh nyari duit ke hutan juga buat elu, ngapain lu rewel mulu..?"

Mungkin aslinya ibue juga sebel dengan sikapku. Terbukti kalo aku nelpon bilang pengen pulang, paling banter dijawab, "halah si ayah. Kalo udah kebelet baru mikirin pulang..."

Biasanya aku jawab, "kewajiban suami harus kasih nafkah kumplit lahir batin. Kalo kurang, tar berdosa dan masuk neraka. Aku kan pengen masuk sorga..."

Enak ga enak itulah kenyataannya...
Memang cinta itu soal chemistry
Namun tetap saja tak bisa lepas dari kebutuhan biology dan kontak physic
Malah kaya pelajaran IPA...?

Aku pengen pulang, bu...
Suer kangen banget sama anak-anak
Lagi gak bocor kan..?


Read More

Setahun Cipta


#Semua Umur

Minggu ini setahun lalu ibue rajin banget komplen tentang cutiku yang terus saja ditunda perusahaan sementara bayi dalam kandungannya semakin aktif. Tepat hari ini masih di tahun lalu, selepas tengah malam terjadilah Gerakan 30 September. Gerakan separatis yang berakhir dengan terlepasnya sang jabang bayi dari rahim ibu Pertiwi Harianingsih.

Berkebalikan dengan ibue yang melahirkan cepat dan lancar, usahaku memperjuangkan cuti agar bisa pulang menyambut anak lanang justru molor begitu panjang. Berbagai upaya lobi, negosiasi, infiltrasi, sampai divide et impera aku lakukan. Alhamdulillah berhasil sebelum aku menjadi milisi radikal bersenjata.

Aku namakan dia Cipta setelah kakaknya aku kasih judul Citra. Harapanku, apa yang telah aku citrakan dalam keluarga kecilku bisa segera tercipta. Semua yang aku bayangkan saat Citra lahir, bisa aku wujudkan setelah Cipta ada. Hiruk pikuk pencarian nama si Ncip pernah aku tulis di jurnal Pandya Cipta.

Hari ini, tak terasa sudah setahun waktu berjalan. Begitu banyak perkembangan si Ncip sejak bayi merah tak berdaya jadi anak bandel yang suka recokin ibu dan kakaknya. 

Walau tak ada niatan pilih kasih, tetap keliatan perbedaan perasaan anak dengan orang tuanya. Ncit deket banget denganku dan Ncip jadi anak kesayangan ibue. Namun itu cuma perasaan yang berjalan secara natural tanpa ada motivasi tertentu. Ibue tetap adil membagi perhatian kepada anak-anaknya. Justru kepadaku ibue suka pilih kasihnya.

Seperti yang terjadi setiap pagi saat Ncip bangun tidur. Dia tuh punya kebiasaan diam agak lama sebelum memulai aktifitasnya. Saat diam, dia suka memperhatikan wajah ibue dengan sorot mata yang tak pernah aku ketahui kedalaman maknanya. Iseng aku nanya ke ibue tentang perilaku Ncip. Eh, penjelasan ilmiahnya ga enak banget, "Ncip tuh seneng punya ibu yang cakep..."
#Weeeks...

Sampai suatu pagi, Ncip berubah haluan liatin aku. Buruan aku colek ibue. Masanya balas dendam menyamakan skor biar ga kegeeran mulu.
"Bu, anakmu liatin ayah tuh. Berarti ayah cakep dong..."
"Fitnah..! Ncip liatin ayah karena bangga.."
"Bangga aku cakep kan..?"
"Bangga punya ayah pinter..."
"Pinter apaan..?"
"Yaaa pinter milih ibu yang cakep..."
#Hoeeeks...


3 bulan

6 bulan

1 tahun


Selamat ulang tahun, nak...
Semoga bisa segera belajar memahami hidup dan jadi diri sendiri
Juga makin sabar punya orang tua koplak berjamaah


Read More

29 September 2012

Berpikir Terbuka


#Bimbingan Orang Tua

Punya teman idealis sebenarnya menyenangkan. Di saat sepi tidak ada hiburan, tinggal disenggol dikit bisa ngoceh panjang. Susahnya kalo lagi rame gitu trus nongol teman lain yang punya fanatisme beda. Perlu buru-buru memindahkan topik sebelum jadi tawuran.

Secara prinsip aku tak ada masalah dengan segala pemikiran orang lain. Termasuk yang bersebrangan pun aku bisa terima wong manusia memang diciptakan berbeda-beda untuk mewarnai dunia. Mendengarkan ceramah mereka bisa membuatku makin terbuka pemikiran sehingga bisa mengambil benang merah dari berbagai faham.

Namun kalo ketemu teman yang fanatismenya berlebihan, tetap saja aku sebel. Orang kaya gitu biasanya semangat ngomong tapi ogah mendengar. Kalo diajak diskusi sesuatu yang berbeda, bawaannya menyerang mulu. Seolah lupa bahwa setiap orang atau keyakinan selalu ada sisi baik dan buruknya.

Hal lain yang kurang aku sukai adalah fanatisme yang tidak konsisten. Satu sisi dia ngotot, tapi di lain sisi dia melanggar prinsipnya tanpa rasa bersalah. Contohnya ada satu teman yang begitu anti Israel. Segala macam wacana selalu dikaitkan dengan zionis dan semacamnya. Liat gambar apa suka dicari-cari kaitannya dengan freemason. Sampe aku pernah mikir, jangan-jangan dulu ibunya nyidam remason...

Setiap nemu logo yang mengandung unsur bintang David atau mata satu langsung divonis propaganda dan haram hukumnya. Baru diem ketika aku kasih gambar keranjang bambu dan aku teriakin, "bokap lo masih miara kambing gak..? Bilangin jangan pake keranjang bambu kalo cari rumput. Itu produk Israel..."

Kalo saja dia beneran lurus dalam satu garis yang dibuatnya, pasti aku angkat jempol. Kalo perlu 5 jempol sekalian biar mantap. Sayang teman itu seperti tidak instropeksi diri. Selalu berceloteh anti yahudi, tapi ngomelnya di pesbuk. Ngaku anti Amerika, disuruh pake Ubuntu ga mau katanya enakan di Windows. Sampe aku bilang, "elo tuh sebenarnya koplak apa koplok sih..?"

Orang seperti itu kadang lupa kalo manusia itu gampang banget berubah. Emang ga malu ngotot-ngototan kayak gitu bila akhirnya waktu merubah isi kepalanya. Contohnya ada satu teman yang pertama datang ke site begitu agamis. Awalnya sih aku ngerti kalo maksud dia sebenarnya baik. Tapi kalo keterlaluan setiap waktu kasih kuliah subuh, siapa yang ga bete.

Sudah tahu manusia-manusia hutan yang terisolir ini menghibur dirinya dengan gojek kere dan ngomong jorok. Kalo ga suka ya jangan gabung dong. Ini mah nongkrongin terus sambil ceramah dengan segala dalilnya. Wajar kalo kemudian dia dicuekin teman-teman satu mess.

Baru kerasa setelah sekian bulan berjalan dan mulai suntuk dengan segala keterbatasan disini. Ceramah religiusnya mulai menghilang dan mau gabung ke forum ngomong saru. Majalah dewasa yang selama ini dia teriakin haram, lama-lama mau buka juga. Tapi ya dasar bawaan religiusnya belum ilang, setiap buka halaman dia nyeletuk kaget, "ya ampun..." atau "ya tuhan..." dsb...

Cuma di halaman terakhir dia bilang, "yaaa habiiis...."

Belajarlah berpikir terbuka, teman...
Dunia lebih indah kalo banyak perbedaan...
Pakai sandal kanan semua juga gak enak kan..?




Read More

28 September 2012

Tidur di Lantai


#Bimbingan Orang Tua

Nasib atau perjalanan hidup manusia memang selalu berputar mengikuti perputaran roda dunia. Namun tetap saja ada satu atau dua hal yang tidak berubah walau dalam kondisi berbeda. Contohnya soal tidur di lantai. Dari dulu sampai sekarang tetap aku alami. Dari sekedar beralas tikar, ponco, karpet, kasur atau apa saja yang penting masih dalam kategori di lantai tanpa ranjang.

Memang tak selamanya begitu. Tapi kayaknya tidur di lantai lebih banyak aku alami ketimbang pake dipan. Lahir di kampung dimana anak laki-laki jarang tidur di rumah, membuatku akrab dengan dengan tikar masjid atau mushola. Agak gede dikit menjadi anak kos, lebih betah gelar kasur di lantai juga karena kamarnya panas tanpa kipas. Apalagi waktu STM yang tidurnya di sanggar pramuka. Gelar tenda jadi teman pengantar mimpi.

Masuk masa kerja, aku pun masih terjebak dalam trauma yang sama. Merantau ke kota jadi kuli bangunan, tidur seadanya di lokasi proyek. Pakai tikar saja sudah ngetop dan lebih sering gelar koran atau kertas semen. Jadi kernet bus Bandung Jakarta, kalo ga tidur di bangku terminal ya di garasi. Kalo mau empuk, bisa tidur di jok. Tapi ga enak dan lebih leluasa tidur di lantai bus. Paling parah waktu jadi gelandangan Pasar Senen yang beneran tidur emper toko tanpa alas.


Kontrakan Jl Panjang

Hidup mulai rada teratur sejak kerja di Kebayoran Lama. Tapi ya tetep ga pake ranjang orang cuma mampu bayar kontrakan deket pembuangan sampah. Ketika karir membaik sampai pindah ke Jogja, kisah yang sama belum berakhir juga. Ada sih tempat tidur di mess. Tapi tidur sendirian di kamar berisi 8 tempat tidur kayaknya kesepian amat. Lebih enak tidur di depan ruang pamer yang ada temannya walau cuma patung kayu.

Setelah menikah dengan ibue Ncit, aku pikir tidur di lantai sudah jadi sejarah. Ternyata dugaan meleset. Sejak ada anak-anak, aku lebih suka ngalah gelar kasur di depan tipi ruang tamu. Ncit dan Ncip tidurnya berantakan banget ngabis-abisin tempat. Awal mapan sih iya tertata rapi. Tapi satu jam berikutnya jangan tanya kalo lobang idung kemasukan jempol kaki.


Tubi Galeri

Berbagai posisi sudah dicoba hasilnya kurang memuaskan. Mulanya pake urutan aku, Ncit, Ncip lalu ibue. Logikanya anak-anak ditaruh di tengah biar aman ga sampe nyungsep ke kolong. Tapi malah bikin cape karena bentar-bentar harus betulin posisi mereka yang sudah saling menindih.

Ganti urutan pertama Ncit, ibue, Ncip lalu aku. Diselingi satu orang masih ga ngaruh juga. Badan ibue yang mungil dengan mudah dilompati dan kembali tumpuk-tumpukan. 


Mess tambang

Itu gagal, ibue usul kasur yang mepet tembok dihalangin bantal trus anak-anak taruh pinggir semua. Posisinya jadi Ncit, aku,ibue lalu Ncip. Hasilnya sih sukses. Anak-anak tetap pada posisi aman. Tapi malah yang tua gantian tumpuk-tumpukan...

Itulah sebabnya aku tidur di lantai lagi
Ada pengalaman lain..?


Read More

27 September 2012

Menghindari Tawuran

#Bimbingan Orang Tua

Mendengar berita tawuran di Jakarta menelan korban lagi, temen di kerjaan jadi rajin banget nasehatin anaknya. Suer aku bukan tukang nguping. Tapi dia nelponnya di dekat tempat dudukku. Sedikit banyak aku jadi dengar apa-apa saja yang disampaikan.

Selesai nelpon, aku ajak dia bicara. Aku sampaikan ketidaksetujuanku dengan petuah yang menitikberatkan kata "jangan sekali-kali ikutan atau deket-deket anak-anak tukang tawuran. Pokoknya jauhi mereka kalo ga mau jadi korban..."

Secara logika awam mungkin itu benar sekali. Mencegah masalah dengan cara menjauhi sumbernya. Namun metode ini sama saja dengan kontroversi isolasi vs imunisasi sebagaimana aku ceritakan dalam jurnal Virus Bokep. Seolah efektif tapi membuat anak jadi rentan bahaya. Aku bisa bilang begini, karena jaman STM dulu juga seneng gaul dengan tukang tawur. 

Masyarakat kadang lupa atau malah ga mau tahu bahwa yang jadi korban sebagian besar justru anak baik-baik yang ga tau menahu. Namanya tawuran antar sekolah, mereka jarang mau tahu siapa anak yang bikin masalah. Semua digeneralisir pokoknya SMA anu. Makanya kasus salah sasaran ke mereka yang ga tau apa-apa sudah jadi fakta di lapangan.

Aku bilang ke temenku. Melarang anak ikut tawuran adalah harus. Tapi melarang gaul dengan tukang tawur jangan. Anak-anak harus diimunisasi biar kekebalan tubuh meningkat. Suntikan racun tawuran dari pergaulan harus kita manfaatkan agar anak bisa antisipasi masalah secara mandiri.

Kenapa malah yang alim yang jadi korban..?
Karena kewaspadaan dan kepekaan mereka minim. Mereka juga kurang memahami cara menghindar dan jaga diri yang baik dan benar saat kepergok atau terjebak di tengah tawuran tanpa sengaja. 

Gaul dengan tukang tawur, anak bisa dapat banyak informasi seperti misalnya lokasi mana saja yang rawan. Anak SMA mana yang harus diwaspadai. Musuh model apa yang harus dihindari dan mana yang bisa dilawan. Tindakan apa yang harus dilakukan untuk meloloskan diri dari kepungan, dll dll. Solidaritas anak-anak nakal itu sangat tinggi. Mereka rajin berbagi tips trik penting kepada teman-teman sekelompoknya.

Stop tawuran memang wajib. Tapi mengisolasi anak bukan solusi. Imunisasi memang racun kecil yang ga enak. Namun efeknya bisa menyelamatkan nyawa. Yang penting orang tua harus proaktif dalam pengawasan agar anak bisa memanfaatkan informasi tersebut secara positif dan tidak malah jadi terbawa arus jadi aktifis tawur.

Silakan ditimbang-timbang mana yang lebih besar manfaat dan mudharatnya. 
Selanjutnya, terserah anda...

Jadi maafkan daku kalo di rumah banyak kasus KDRT
Emang lagi ngeracunin anak dikit-dikit
#ngeles...



Ibu vs Ncit
Ajian jambak sakethi...

Ncip vs Ncit
Jurus tendangan tanpa bayangan

Ncit vs Ncip
Jurus kunyuk mencakar buah

Ayah vs Ibu
Sayang PLN iseng matiin lampu
Juruuus...an Jogja Banjarmasin pp deh...



Read More

Kata Pertama


#Bimbingan Orang Tua

Ketemu anak-anak tiap 3 bulan sekali ternyata bikin gaptek bahasa. Paling terasa tuh pada Citra yang cerewet, tapi ngomongnya belum jelas. Tiap pulang selalu saja ada penambahan kosa kata baru yang bikin aku mengerutkan kening sejenak. 

Mending kalo saat itu ada ibue yang bisa jadi penerjemah. Ketika hanya ada aku dan si kriwil doang, bisa mumet tujuh keliling menebak-nebak dia ngomong apa.

Secara umum Ncit banyak melafalkan huruf tengah sebagai y dan huruf akhir sebagai h. Seperti balon jadi bayoh. Nenen jadi neneh dan sebagainya. Namun ini sudah lebih mudah dipahami karena bentuk katanya mulai kelihatan. 

Beberapa bulan lalu, pengucapannya lebih susah dimengerti karena melencengnya suka jauh banget. Dia memotong kata hanya diambil suku akhir dan diucapkan berulang. Pernah Ncit minta sesuatu sampai nangis kenceng karena aku selalu salah ngasih. Gimana aku ga bingung wong minta minum bilangnya nyemnyem...

Sekarang untuk kata tunggal sudah tidak dipotong lagi. Minum sudah hampir benar dilafalkan sebagai ninuh. Pemotongan kata masih terjadi hanya pada kata majemuk. Ini juga bikin mumet. Orang dia menyebut kaos kaki cuma kaki saja. Sementara kaki tetap dikatakan kaki. Bilang kacamata pun cuma kesebut matanya doang.


Saat aku pulang kemarin, si Ncip pun sudah mulai belajar bicara walau baru bisa dua kata. Kayaknya dia tak akan terlalu menyulitkan seperti kakaknya. Kata pertama yang dia ucapkan sudah tepat sebagaimana mestinya, nenen. Kata kedua pun sudah terdengar lugas, ayah...

Tapi kemarin ibue sempat bilang gini, "aku yang melahirkan dan membesarkan, kenapa yang pertama disebut selalu ayah bukane ibu..?"


Dulu Ncit bisa bilang ibu, selisih waktunya lumayan lama dibanding munculnya kata ayah. Namun dia butuh waktu beberapa bulan sampai terbaca jelas sebagai ayah dari sebelumnya berbunyi ayam.

Waktu itu ibue ga pake komplen. Mungkin menyadari kalo anak cewek biasanya lebih dekat dengan bapaknya. Begitu si Ncip juga bilang ayah duluan, mulai deh rasa irinya timbul. Untung kecemburuan sosial itu tak berlangsung lama. Saat pulang kampung ke Cilacap kemarin dan Ncip ikut kakaknya lihat mbek, dia nunjuk-nunjuk mbek sambil teriak-teriak kegirangan, "ayaaah... ayaaah..."





Amit-amit jabang bayi...
Ojo podho tiru anak putu...




Read More

Met Ultah Bu


#Semua Umur

Aku dikatakan kurang perhatian ke keluarga memang ada benarnya. Begitu banyak hal kecil yang terlewatkan begitu saja tanpa aku sadari. Salah satunya adalah ulang tahun ibue Citra hari ini.




Di keluargaku, ulang tahun memang bukan hal istimewa yang harus dirayakan. Tak pernah ada acara undang teman makan-makan. Termasuk anak-anak pun aku perlakukan sama. Toh ngajak makan atau kasih hadiah ga harus nunggu setahun sekali. Asal ada dana, setiap waktupun ga masalah. Buat mereka apa sih yang enggak...

Waktu masih bareng di Jogja pun, ulang tahun ibue tak pernah pake acara khusus. Paling banter kasih ciuman dan ucapan di kesempatan pertama saat bangun tidur. Pernah sih nawarin ke ibue pengen dikasih hadiah apa. Tapi malah ditanya gini, "yang bayarin siapa..?"

Maksa kasih beli hadiah mahal malah bisa berakhir manyun, wong aku ga pernah pegang duit. Buat terima gaji memang aku kasih rekening ibue. Begitu juga kalo dapat uang sampingan selalu aku kasihin. Aku ga mau pegang uang terlalu banyak karena menyadari laki-laki kalo punya duit potensi nakalnya cenderung meningkat.

Selamat ulang tahun saja buat ibue di rumah
Segala doaku untukmu silakan pilih sendiri kata-katanya




Maaf kalo hampir kelupaan lagi...
Ailapyusomat...



Read More

26 September 2012

KDRT


#Bimbingan Orang Tua

Belum seminggu ninggalin rumah, pikiran sudah mulai ngelayap ke Jogja lagi. Dalam benak begitu dominan bayangan repotnya ibue bersama anak-anak. Kemarin diurus berdua saja capenya minta ampun, apalagi sekarang ibue sendirian.

Citra sedang keranjingan sepeda, sedangkan Cipta lagi seneng-senengnya belajar lari-lari. Dikurung dalam rumah yang sempit jelas tak akan cukup untuk menyalurkan energi mereka. Dilepas di luar, susah ngawasinnya. Satu lari ngalor, satunya nyelonong ngidul.

Lebih ribet kalo harus pergi-pergi misalnya ke pasar. Dulu Ncip masih mau diiket di jok tengah. Setelah bisa jalan, mulai bertingkah dia. Melihat mbaknya pecicilan ke depan ke belakang, maunya ikut mulu. Ncit pegang apa pasti direbutnya. Dibelikan jajan satu ewang juga percuma. Ncip gembul makannya cepat. Begitu punya dia habis, jajan jatah mbaknya disikat.

Kalo lagi kalem, Citra sebenarnya baik dan suka ngalah ke adiknya. Tapi saat juteknya kumat, kisah selanjutnya pasti berbuntut KDRT






Pernah aku komplen ke ibue, kenapa sih anak dua biji saja susah disuruh akur. Kurang sajen atau ada yang salah cetak waktu bikinnya sih..? 

Ditanya gitu, ibue malah jawab gini. "Anak mah gimana bahannya. Isi diluar tanggung jawab percetakan..."
#Semprul...

"Mana bisa, ibu. Waktu kecil aku dan adikku ga pernah ribut..."
"Apalagi ibu yang ga punya kakak gak punya adik..?"
"Trus ikut siapa, dong..?"
"Ya ikut ayah dong. Masa ikut tetangga..?"
"Apa buktinya kalo aku kejam..?"
"Ayah... Dimana-mana orang baik tuh, kalo lihat anaknya berantem buruan dipisahin. Bukannya malah dipotoin gitu..."
#Hening...

Kapan ya aku bisa diatas angin kalo ngomong sama ibue..?
Jaman beneran udah berubah kali
Woman on top lagi ngetren
#Kibarin bendera putih...



Read More

25 September 2012

Kaki

#Semua Umur

Ada satu momentum yang tak pernah aku lewatkan setiap kali pulang kampung. Yaitu menyambangi mbah buyutku dan memfotonya bareng anak-anak. Momen yang mungkin buat orang lain tiada berarti, namun bagiku sudah seperti kewajiban rutin.

Bukan mendoakan buruk. Aku selalu memfotonya karena ada ketakutan itu merupakan pertemuan terakhirku dengan beliau. Tak pernah ada yang tahu fakta usianya. Namun aku yakin sudah diatas 100 tahun, karena ortuku saja lahir jaman Jepang dan beliau merupakan kakek ibuku.

Selalu aku foto bareng anak-anak, karena momen dua manusia berjarak 5 generasi dalam satu frame sepertinya sangat langka di jaman ini. Kakek dan nenek saja aku ga sempat mengenalnya karena keburu meninggal. Makanya bisa menyatukan anakku dengan mbah buyutku merupakan hal yang sangat luar biasa bagiku.

Oh ya, sejak kecil aku memanggilnya "Kaki"
Walau sudah uzur, Kaki ga pernah mau tinggal bareng cucu cicitnya. Beliau lebih suka gubuk kecilnya di pinggiran kampung. Cuma ada jalan setapak menanjak menerobos kebun untuk menuju kesana. Biar begitu, beliau suka banget keluyuran ke rumah cucu-cucunya yang berjarak sekitar satu kilometeran. Padahal harus nyebrang sungai, jalan raya dan rel segala sementara langkahnya sudah terseok-seok musti dibantu tongkat. Penglihatannya juga sudah berkurang. Hanya pendengaran dan giginya saja yang kayaknya masih utuh.

Tak banyak perabotan di gubuk mungilnya. Tempat tidur pun bukan pakai ranjang, tapi dipan yang langsung dibuat paten ke tiang gubuk. Ada kasur lepet yang cuma digelar saat beliau tidur. Namun aku ingat dengan tikar hitam bututnya. Waktu SD aku suka tidur di tikar itu. Hiks...




Barang paling menarik di istana Kaki adalah koper besi tua berwarna hijau campur karat. Awalnya aku suka kesel campur heran. Kenapa pakaian untuk sehari-hari tidak dimasukin koper. Malah digantung-gantungin di dinding bikin semrawut. Sampai suatu waktu beberapa tahun lalu aku memergoki beliau menutup kopernya dengan mata berkaca-kaca.

Baru saat itu Kaki buka rahasia koper yang ternyata berisi beberapa kain jarik dan kebaya milik mendiang istrinya. Katanya hanya itu yang menjadi teman menikmati sisa usianya yang sepi. Membuka koper tak ubahnya mengurai file-file lama bersama mbah buyut putri melangkahi jalanan hidup.

Dan yang membuat aku tersedak adalah saat beliau bicara pelan dengan mata berkabut. "Kenapa begitu panjang penantian ini..? Sejak kamu masih suka digendong sampai kamu gendong anak. Aku kangen ninimu. Kapan aku dipanggil..?"

Hmmm sudahlah...
Aku malah jadi sedih setiap ingat penggalan kisah yang seharusnya so sweet itu.




Satu lagi barang antik di situ adalah radio yang entah peninggalan Jepang entah kompeni. Waktu aku kesana kemarin, radionya ngadat. Aku cek dalemannya, kondisinya sudah begitu berantakan. Katanya sih sudah bolak balik masuk bengkel makanya penuh solderan disana sini. Tak tega kalo sampai Kaki ga punya hiburan, aku tawarkan beli radio baru.

Perlu perjuangan panjang untuk meyakinkan beliau bahwa radio kesayangannya sudah harus dimusiumkan dan ganti baru. Aku ajak ke toko elektronik di kota kecamatan biar bisa milih sendiri. Eh, kendablekannya belum juga habis. Sudah muter beberapa toko belum juga ada yang cocok. Hari gini cari radio model jaman duit bolong ya mana ada.

Setelah urusan model bisa teratasi, ganti lagi masalahnya. Kaki ngeyel maunya yang 5 band dan harus kumplit gelombang SW1, SW2 dan seterusnya. Jaman FM begini, emang masih ada stasiun yang siaran di jalur SW..?




Untung saja aku inget kalo Kaki merupakan leluhur langka tersisa
Kalo engga mungkin sudah ada yang kuwalat
Lempar panci...

Read More

Pamer


#Bimbingan Orang Tua

Ada teman chat yang nanya, "ngapain sih sukanya nulis ngaco. Kalo nulis yang bermutu dong.."

Terus terang aku susah untuk menjawabnya. Karena definisi tulisan bermutu itu kayak apa, aku sendiri tak pernah tahu. Timbang mumet, aku ambil posisi aman saja cerita tentang keseharian. Lagi pula pengalaman itu kan fakta. Aku mau bilang tidur ngelonin panci pun ga ada yang boleh protes. "Panci panci ane, mau diapain juga terserah ane dong, gan..."
#Lemparin bancinya...




Aku bilang gitu, temenku menjawab gini. "Aku juga pengen cerita tentang keseharian, tapi ga enak sama yang baca. Soalnya aku suka mobil. Takut tar dianggap pamer..."

Hayah...
Dimana-mana namanya ngeblog mah pamer, neng. Tapi kan bisa diatur gaya bahasanya biar kesannya positif. Kalo tiap waktu cuma cerita gonta ganti mobil mewah mungkin iya bisa dikategorikan narsis. Kesannya beda kalo yang diceritain tentang pengalaman dengan mobil disisipi tips-tips ringan berdasarkan pengalaman yang mungkin tak ada di manual book pabriknya. Atau cerita tentang bengkel apa variasi yang keren tapi murah meriah dll dll... 

Yang penting kalo ada yang nanya detilnya di kolom komen kudu dilayani dengan baik. Jangan kaya orang tabrak lari. Sudah ceritanya tentang belanja mulu, begitu ditanya apa ga pernah menggubris. Kalo sudah interaktif begitu, kan terasa manfaatnya berbagi dan kayaknya orang ga akan menganggapnya sebagai pamer.




Soal rasa iri saat baca sesuatu yang belum kita punyai atau alami, itu mah sudah bawaan manusia dari sononya. Aku pun sering punya perasaan semacam itu. Contohnya kalo baca blog Mila yang isinya jalan-jalan mulu. Dalam hati suka ngomel kecil, "ini orang bikin panas ati terus sih..?"

Tapi ngomelnya dalam hati doang sambil menyimak rincian biaya yang diceritakan, untuk kemudian kita hitung kemampuan pribadi. Hasilnya rasa iri itu bisa tersalurkan secara positif. Menggugah semangat untuk kumpul-kumpul dana biar bisa merasakan pengalaman yang sama.

Jujur aku lebih suka baca kisah-kisah pribadi semacam itu ketimbang baca tulisan penuh nasehat yang penulisnya sendiri entah bisa ngelakonin entah tidak. Secara umum, manusia itu kan paling ga suka digurui. Apalagi kalo gurunya cuma modal katanya atau kopas dari pesbuknya motivator beken sampe lupa kalo hidup itu tak semudah cocotnya Mario Teguh.




Dijawab gitu temen masih nguber lagi. "Kalo berbagi itu indah, kenapa lu ngomong ga bener mulu..?"

Haha...
Kalo aku sih pengecualian. Biar orang lain terkesan baik, mereka butuh pemeran antagonis yang rusak. Seperti temen kerja yang suka ngajak kalo mau jalan ke kota. Kirain memang beneran baik hati pengen menyenangkan hati teman. Jebul dia cuma butuh pembanding saat dilihat orang lain. "Kalo jalan sama elo, gua jadi keliatan ganteng tau..?"
#Semprul...

Kembali ke soal pamer, aku juga gitu kan. Tiap hari isinya cuma pamer kerjaan dan pamer anak-anak. Makanya tulisanku ga perlu dibaca sampai diresapi. Apalagi sampai diraba dan diterawang. Dikomenin keren juga percuma. Karena balasan komennya juga bakalan ngaco. Anggap angin lalu saja yang lewat menyisakan baunya...

Jangan pula berharap aku berbagi tips trik keren yang berguna bagi bangsa dan negara. Biarpun harus interaktif, kayaknya percuma saja nanya-nanya tentang kerjaanku wong isinya cuma kesialan terus. Apalagi kalo aku lagi pamer tentang anak-anak. Jangan sampe deh terus nanya tips trik cara bikin anak...




Semangat ya, teman...
Jadilah blogger yang baik dan benar...
Barang ga benernya biar aku saja yang borong...


gambar dari komik serial semar nagih utang (c) rwn 2010
biarin ga nyambung sama jurnalnya
kan emang ngaco...



Read More

24 September 2012

Baby Walker Nonkonvensional


#Semua Umur

Bulan lalu, ketika ibue bilang Ncip belum bisa jalan juga di umur 11 bulan, sementara kakak-kakaknya udah berlarian di usia 10 bulan, aku sempat nyuruh ibue beli baby walker. Ibue menolak dengan berbagai alasan dapet nemu dari google khususnya dalam urusan safety. Lagian katanya, umur dibawah setahun masih bisa dibilang normal karena banyak anak temen yang baru bisa jalan menjelang 2 tahun.

Dasar otakku seneng lihat anak pecicilan, aku masih saja ngeyel. Ibue tetap bertahan, katanya mubazir cuma kepake sebentar. Apalagi sudah diniatin ga bakal nambah anak lagi. Jadinya usulku dianggap melanggar konvensi keamanan nasional.
#Keamanan dompet maksudnya...

Aku belum pengen nyerah. Mendadak aku ingat baby walker tradisional jaman aku kecil dulu. Bambu dikasih palang kayu trus dipasak di tanah. Bayi akan berjalan muter-muter sambil pegangan gagang kayu tersebut. Alat yang murah meriah tur njeprah...

Rupanya Cipta cepat tanggap dengan situasi politik. Belum sempat konfrensi baby walker berlanjut, ibue sms kalo Ncip sudah bisa jalan. Disusul kirim foto-fotonya melalui email sebagai bukti.

Aku pikir ajaib bener tuh anak. Baru dikomentarin seminggu sudah bisa melakukan gerakan perubahan dengan cepat tanpa sarana bantu. Sempat kepikiran jangan-jangan tuh anak dapat wangsit dari pak Tarno, sehingga kalo pengen apa-apa cukup bilang, "tolong dibantu ya... prok prok prok... menjadi patung..."

Kemarin waktu aku pulang, baru ketauan alat bantunya.



Pantesan beberapa hari itu ibue onlen mulu sepanjang waktu. Ga pernah lagi bilang sibuk membimbing si Ncip jalan-jalan. Anaknya lagi keranjingan baby walker nonkonvensional ternyata.

Tidak sia-sia aku beli kursi kerja rada bagusan
Tahu banyak manfaat, kenapa dulu ga beli 4 sekalian ya..?


image credit to google & private property



Read More

Pengen Minggir


#Bimbingan Orang Tua

Saat aku mulai berpikir untuk menyingkir dari tengah kota, justru banyak teman yang bilang pengen pindah ke Jogja. Katanya kotanya nyaman dan warganya ramah-ramah. 

Buatku pribadi, suasana kota mulai terasa tak terlalu nyaman. Efek pembauran budaya akibat statusnya sebagai kota tujuan wisata dan pendidikan telah membuat banyak perubahan. Semenjak status kota sejuta sepeda onthel berubah jadi kota sepeda motor, jalanan makin macet dan bising.

Dampak kemajuan teknologi juga mulai merubah sikap anak-anak mudanya. Dulu bila berjalan melewati orang lain apalagi yang lebih tua, mereka akan membungkukan badan sambil bilang, "nderek langkung.." Sekarang kebanyakan pada jalan santai menundukan kepala sambil senam jari mainan gadget.

Memang kondisinya tak separah kota lain seperti Jakarta misalnya. Walau tak seperti dulu, kesantunan warga Jogja terutama di daerah pinggiran masih cukup kental terasa. Budaya ndobos dan ngangkring tanpa memandang siapa lawan bicaranya membuat suasana menjadi akrab. Kayaknya susah dicari di daerah lain. Misalnya saat kita beli nasi kucing. Penjualnya tak cuma ngomongin dagangan saja. Tapi suka nanya kabar segala macam seperti ketemu teman akrab.

Budaya ketimuran yang elok walau kadang bikin enek juga. Seperti waktu pertama kali aku ketemu ibue Citra dan lagi pedekate. Habis jemput di bandara, aku belokin mobil ke SPBU. Seperti biasa sambil isi bensin, petugasnya ngajak ngobrol. Begitu lihat ibue, dia malah ngomong gini. "Wah dapet carteran njemput TKW yo, mas. Mbok aku dikenalin biar ga ngejomblo terus..."
#Batuk stadium 7 sambil ngegedein volume radio...

Beberapa waktu kemudian...
Lagi muterin kota menikmati temaram malam dalam suasana honeymoon, aku dapat keramahan lagi di SPBU berbeda. Tau aku sering antar jemput SPG saat ada even di galeri, dengan damai tukang bensinnya berorasi, "wah ganti lagi ceweknya, mas. Padahal cakepan yang kemarin yang..."
#Keselek akut melihat yang sibuk meremas tisu...

Jogja memang istimewa
Tapi aku tetap pengen ke pinggiran
Biar si Ncit punya peternakan sondesip
Amiiin...







Read More

23 September 2012

Rumangsane Robot ?


#Dewasa

Masih dalam edisi misuh-misuh...
Mentang-mentang tiap bulan bayar gaji, kayaknya hidup karyawan tuh seolah sudah dibeli. Tukang ngeyelan kaya aku saja masih suka diperlakukan semena-mena, gimana dengan yang penurut siap komendan sendiko dawuh poreper..?

Dulu waktu warga hutan masih didominasi kaum batangan, jatah cuti 2 minggu tiap 10 minggu kerja tidak terlalu berat buatku. Sejak yang manis-manis seperti yang aku ceritakan dalam jurnal Cewek Tambang makin banyak, masa kerja kayaknya harus diperpendek. Kelamaan bertahan di area gersang bisa bikin panasnya hari gampang merasuk ke dalam hati.

Tapi ya namanya kuli...
Boro-boro permintaan itu dituruti. Yang ada penundaan cuti justru lebih sering terjadi. Sampai acara minggat seperti aku ceritakan dalam jurnal Pulang Ke Kotamu sepertinya akan rutin terjadi.

Dan dari sekian banyak catatan sejarah cuti, kayaknya cuti kali ini yang paling menyebalkan. Tiga bulan ngempet di tengah segala cobaan indah, saat beranjak pulang pasti angan sudah melayang kemana-mana. Apalagi setelah malam kian larut dan anak-anak sudah dibuai mimpi. 

Sayangnya saat bibir sudah ga mau berganti dari posisi nyengir kuda, ibue malah mengedipkan satu mata sambil berbisik, "bocor, yaaah..."

Buset dah...
Hiruk pikuk perasaan yang hebohnya melebihi hajatan Fir'aun nyunatin anaknya langsung hening senyap. Yang terdengar hanya bisikan hati yang mendadak pengen cari tukang tambal ban....

Tapi tak apalah... 
Masih banyak waktu tersisa dan sementara waktu bisa dilalui dengan indah bersama anak-anak. Tapi emang dari sononya masih kudu prihatin. Saat ibue mulai tebar pesona bilang, "besok sudah mampet". Eeeh, datang Panggilan Darurat dari kantor nyuruh berangkat ke hutan ga pake lama.

Menempuh dua belas jam perjalanan. Nyampe site jam 10 malem langsung ngobrak-abrik kerjaan dan belum sempat tidur sampai saat ini. Sebenarnya semalem sistem sudah jalan. Tapi karena gangguannya kena petir, aku minta pasukan untuk lembur mengecek semua perangkat takutnya ada yang rusaknya belum terasa.

Masih sibuk mandorin pasukan, menjelang sore tadi datang lagi perintah, "besok senen meeting di Jakarta.."

Diamputtt...
Rumangsanya aku robot popiye..?
Istirahat saja belum. Kalo malam ini harus meluncur ke Banjarmasin mengejar penerbangan besok pagi, yo mendingan minta surat tugas jadi relawan buat dipijitin Asmirandah saja lah... 

Ga perlu banyak kata aku cuma bilang wegah. Hidup di negera demokrasi, wegah kan boleh. Tapi biarpun dari Jakarta ga ngotot, rasa kesel tetep saja terasa ngeganjel dalam hati. Untungnya di tengah hutan. Jadinya ga perlu ada yang tergila-gila saat aku teriak-teriak pura-pura nyanyi.

Aku duwe pitik cilik...
Dithuthuk dingklik...
Huwoo huwooo...





Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena