01 September 2012

Perang Saudara


#Bimbingan Orang Tua

Salah satu hal yang menyebalkan ketika kerja di perusahaan keluarga adalah perang saudara. Entah itu kakak, adik atau sekedar keponakan owner seringkali bersaing menjadi yang paling unggul di mata bos. Mending kalo bersaing sehat dengan cara menunjukan kinerja profesionalnya. Bila yang terjadi adalah saling menjatuhkan, siapa lagi yang jadi korban kalo bukan karyawan.

Karyawan seringkali terpecah belah ikut salah satu kubu agar punya backing saat terjadi masalah. Aku yang tak pernah mau larut dalam perseteruan itu cuma nyengir ketika mereka mulai menebar provokasi. Namun jangan anggap berusaha netral itu enak. Tidak punya sponsor dari pihak keluarga besar sama artinya tidak punya pembela. Makanya suka dijadikan kambing hitam oleh salah satu atau beberapa pihak.

Memang tidak semuanya begitu. Ada juga saudara bos yang berpendidikan dan mengerti pola kerja profesional. Tipe ini yang suka membantuku menghadapi bos saat aku dijadikan kambing kurban. Mereka juga sering mengeluh akan perilaku saudara-saudaranya yang suka mengacak-acak sistem dan struktur organisasi perusahaan. Namun dalam beberapa hal, tetap saja mereka lebih pro ke keluarga besarnya.

Bos besar sendiri secara umum orangnya baik dan merakyat. Setiap datang ke site, sementara rombongan penggembira tidur di hotel, beliau selalu pilih tidur di mess. Ikut makan dan nongkrong bareng karyawan rendahan seperti aku. Akibatnya aku selalu ditempatkan dalam dilema. Ketika kabur tak tahan dengan suasana kerja yang memanas, aku bisa luluh dan balik lagi hanya dengan pertanyaan, "kamu sudah tidak mau bantu saya lagi..?"
#Hmmm...

Disisi lain, aku beruntung bisa membentuk tim solid dengan anggota unit kerjaku. Sehingga saat dijadikan korban pelengkap penderita, tim IT kompak mogok bareng. Matiin saja router atau salah satu server lalu jalan-jalan ke kota menunggu kegiatan perusahaan terganggu. Biasanya big bos langsung manggil sehingga aku bisa menyampaikan masalah sebenarnya. 

Sayangnya status rakyat kecil memang sulit untuk memperoleh keadilan. Penyelesaian yang paling menyebalkan adalah ketika owner menjawab, "ya memang kamu gak salah. Tapi bagaimanapun juga dia kan abang gua..."
#Prekkk...

Pernah dalam satu kesempatan aku santai berdua dengan big bos. Pelan-pelan aku mecari kata yang tepat untuk menyingkirkan keluarga yang rese dari site. Karena ga mungkin frontal, aku pilih gaya bahasa yang paling halus. "Bos, pak itu kan sudah tua. Kasihan kalo ditempatkan di hutan seperti ini. Apa ga sebaiknya ditarik ke Jakarta saja biar lebih nyaman..."

Eh, malah dijawab gini. "Dia sengaja gua taruh di Kalimantan karena gua jadi pusing kalo dia di Jakarta, tau..?"
#Woekkk...

Kepiye jal..?




41 comments:

  1. Hahahaha...asli jadi lutju tuh mas, "Dia sengaja gua taruh di Kalimantan karena gua jadi pusing kalo dia di Jakarta, tau..?"

    Lha keluarganya saja dibikin pusing..gmn lagi para karyawannya ya...

    #sabar ya mas:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. berarti si bos juga selalu dalam dilema antara bisnis dan keluarganya. tapi mbokyao kalo bingung jangan bawa bawa karyawan ya..?

      Hapus
  2. Kamu aja om yang pindah jakarta...

    BalasHapus
  3. Wah, bingung aku mas nek ngadepi kayak gitu ... ditinggal ngeblog aja mas ... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya itulah efek negatif yang kurang mendidik. kalo dah ribut aku lebih banyak pilih minggir. ga ngurus kerjaan padahal gajian tetap jalan. ini yang ga baik dilanjutkan takut jadi kebiasaan. bisa bikin kaget ketika suatu saat pindah ke perusahaan yang beneran menjalankan sistem

      Hapus
  4. Perusahaan yang dipegang dan dikendalikan oleh orang yang bukan ahlinya. Tinggal tunggu saja kehancurannya. Lambat laun hal itu pasti terjadi jika tidak segera dibenahi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. anehnya disini justru makin besar. sampe sampe karyawan yang pakar suka geleng-geleng dengan sepak terjang ownernya yang ga sesuai dengan segala teori di sekolahan. mungkin ini yang dinamakan manajemen konflik sebenarnya dengan cara memanfaatkan konflik manajemen

      Hapus
  5. semoga nanti mas Punya perusahaan sendiri, mumet mikirnya gimanapun keluarga pasti lebih dibela

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku tuh selalu angin anginan. kalo bosen kerja, buka usaha sendiri. bosen wiraswasta, kerja lagi..

      Hapus
  6. Boleh dibilang, saya ini tumbuh dewasa didalam lingkungan bisnis, dan satu hal yang yang saya dapat dari ilmu bisnis adalah bahwa "aturan bisnis tidak akan pernah akur dengan aturan keluarga". Mungkin ini akan ada hubungannya dengan cerita Mas Rawins diatas.

    Maksud saya gini lho, bila orang bersaudara terlibat dalam suatu kerjasama bisnis atau bekerja dalam satu perusahaan yg sama, mereka harus bisa memilah antara waktu profesional dan waktu kekeluargaan, tapi sangat jarang yang sanggup menjalakanya. Walaupun itu tergantung pada diri para pelakunya itu sendiri. :) (maaf saya jadi so' tahu)

    Ngemeng-ngemeng, isi tulisan pada surat itu cukup menggelikan buat saya hahahaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukan sok tahu...
      silaturahmi di blog yang paling penting ya sharing semacam ini. apa sih artinya backlink, hehe...

      kembali ke laptop, memang aku sendiri heran dengan kondisi ini. bisnisnya malah semakin besar. makanya kadang aku berburuk sangka kalo site ini sengaja dikorbankan untuk tujuan yang lebih besar. orang-orang rese dibuang kemari biar yang di jakarta damai dan nyaman terkendali.

      maap berburuk sangka, boss...

      Hapus
  7. Keluarga kadang nggak bisa membedakan antara urusan ptribadi dan perusahaan/instasni. Ini sering membuat situasi kerja menjadi kurang sehat. Karyawab jadi ikut pusing untuk "bolo kiwo" atau "Bolo tengen" ya mas.

    Perlu pimpinan yang tegas dan bijak

    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. sumber masalahnya memang disitu, pakde
      banyak orang di luar struktur, tidak punya jabatan tapi punya kekuasaan

      Hapus
  8. seharusnya begitu sih, pak. tapi melihat fenomenanya perusahaan makin besar aku jadi mikir disini cuma pembuangan sampah saja. mungkin istilahnya tempat buang sebel...

    BalasHapus
  9. anak kuliah musti tahu ini, perusahaan keluarga artinya akan ada perang keluarga :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin ga semua, bro..
      cuma rata rata suka gitu sih
      halah mbulet..

      Hapus
  10. sering terjadi pula di keluarga saya saat bersiteru dengan kaka atau adik memang gak jauh dari ini yah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. sudah pengalaman dengan perang saudara dong..?

      Hapus
  11. sama halnya seperti di Sampang Madura ntuh #mungkin

    BalasHapus
  12. wah.. saya sudah lama gak ngantor. jadi sedikit lupa gimana suasananya. tapi yang pasti, bekerja di perusahaan keluarga sepertinya memang lebih ribet ya mas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. bersyukurlah yang sudah bisa bebas dari penjajahan bernama kantor dan bos. heheh

      Hapus
  13. hahahah unik juga. Saya tertarik dengan sebutan "karyawan rendahan". Hmmm istilah itu sempat membuat kantor kami gaduh gara gara ada redaktur yang menyebut rekan kerja kami yang kebetulan saja berprofesi sebagai "cleaning service" disemat julukan sebagai "pegawai rendahan".

    Sontak kantor gaduh, dan saya pun tidak segan "menembak" oknum redaktur tersebut sebagai karyawan botol (bodoh dan tolol) yang mengejek rekan kami itu. Mereka pun tidak lebih baik dari cleaning service. Bagus sekali tulisannya mas. Mencerahkan. Dunia kerja memang keras, kadang licik, dan kita harus waspada setiap saat

    BalasHapus
  14. melihat kondisi disini, aku lebih suka menyebut diri sendiri seperti itu, pak. dalam meeting suka keliatan banget kalo kroni bos selalu ingin mendominasi. makanya aku lebih suka menghindar kalo diundang meeting. biarkan saja mereka ribut bertele-tele. aku tinggal nunggu hasil dan supportnya

    BalasHapus
  15. kang..sing melu kerja nang nggonku ponakan, ipar dll. angger ana masalah arep mecat jan ora teyeng bae. ana apa-apa wadul meng wong tuane. trus inyong di tlp....kacauuu. dadi ngrasa ribete kaya ngapa. arep mecat ewuh pekewuh. ora dipecat perang bae....piwe jal ?
    #senasib..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngesuk aku bae sing ngode, lik
      rausah diurak wis minggat disit...

      Hapus
    2. podo ae mas, aku yo ngono.
      tapi ya modal CUEK, biar ortunya gak terima, antepin aja. daripada ketenangan batin sendiri terancam :D capek juga kali perang tiap hari xixixxi

      ipar kek, ponakan kek, dipecat aja klo gak beres kerjaanya.

      Hapus
    3. betul betul betul
      kalo ga gitu indonesia raya ga maju maju
      eh, padahal indonesia raya sekarang bisa jalan juga karena budaya itu yah..? kacaw...

      Hapus
  16. wkwkwkwwkwk ... *maap saya tau ini tidak sopan tapi saya tak sanggup menahan tawa* wkwkwkwwk

    been there!

    tapi yaaa ... mengalir sajalah, nanti juga ketemu ladang yg lebih subur dari yg sekarag. paling DILEMA tuh kerja di perush keluarga. yg satu pro yg satu kampungan. kita yg kejepit. moga2 tidak berbuah PHK seperti diriku dulu, etapi setelah aku diPHK malah bisa buka perusahaan sendiri lho hehehe ... jadi ada berkahnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. perusahaan besar dan punya nama terkenal juga bukan jaminan manajemen keluarga ga dipake. apalagi di tempat kerjaku yang setengah besar. entah kalo di perusahaan publik mungkin lebih bener pengelolaannya

      Hapus
  17. Huehehehe
    Pasti ngguyu, padahal kan cerita syedih yo? :D

    Pengen semangat ngeblog lagi, tapi... tapi kok yah malesssssssssssssssss :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngeblog itu ga perlu dipaksain, orang itu berkaitan dengan mood
      bebasin pikir wae tar kan jadi lancar mengalir
      kecuali untuk yang idealis dengan tema tertentu...

      Hapus
  18. hahahaha...klo begitu ditempatkan saja di kota lain :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ditonton saja sambil tepuk tangan
      asal jangan ikut ketonjok

      Hapus
  19. Wuahahahahaha..... piye jal? Yo wis trimo ae to, Mas. Wong di Jakarta Si Pak itu yo ra disenengi jeh :lol:

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin perlu dipikirkan untuk buka cabang di nusakambangan atau pulau buru ya..?

      Hapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena