13 April 2018

Bukan Puisi Sukmawati


Ternyata dulu pernah nonton baca puisi... 

Orang pintar mengatakan, "keindahan hidup adalah saat kita mampu melihat perbedaan..."

Aku sepakat dengan pendapat itu, walau ternyata membuat perbedaan itu tak mudah dilakukan. Sifat gumunan dan budaya sawang sinawang yang begitu mengakar di masyarakat menjadi hambatan utama.

Gumunan, kagetan, sok heboh sudah jadi tren. Apa yang lagi rame, itu yang diikutin. Asal banyak yang omongin, dianggapnya sebuah fakta dan tak perlu pikir panjang untuk klik bagikan. Seolah lupa bahwa yang banyak itu juga sama dengan aku yang asal share.

Sawang sinawang pun sama. Aku suka membuat asumsi tentang orang lain disesuaikan dengan mood pribadi. Tak cari data pembanding sudah berani ambil kesimpulan. Lihat orang suka tertawa, dianggapnya tak punya air mata. Ada yang sedikit berbagi, dipikirnya punya BRI.

Huuuh...
Kenapa aku seringkali melihat simbol tanpa tahu nilainya. Bukankah kita dilarang berunjukrasa hanya karena kesempatan yang tidak sama. Seolah aku lupa bahwa hidup punya banyak pilihan dengan tingkat kenyamanannya berbeda.

Kenapa aku tak berpikir seperti waktu nonton Dian Satro membaca puisi..?

Aku tak mengerti sastra, makanya enggan berdebat tentang gaya dia membaca atau salah pengucapannya. Lebih suka kunikmati wajah cantiknya, asal tak lupa bahwa puisi itu dibuat tak ada urusan dengan wajah mulus. Walau sama-sama indah, aku harus belajar untuk memisahkan yang aku bicarakan itu keindahan perempuan atau tentang sastra.

Dan tak perlu menjadi kafir...

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena