BUKAN hal yang aneh kalau ada pejabat pemerintah muncul di koran, majalah, televisi atau radio. Mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota atau anggota dewan memang kerap menjadi santapan media massa apalagi kalau sedang tersangkut kasus korupsi, politik atau berita lainnya.
Tapi bagaimana kalau mendengar ada pejabat yang namanya muncul di internet lewat alamat website atau blog? Masih janggal dan menarik untuk disimak rasanya. Kenapa? Kenyataannya, meski internet masuk ke Indonesia sejak sepuluh tahun yang lampau, tapi tetap saja jumlah pejabat pemerintah yang melek teknologi informasi atau apalagi sampai punya website atau blog pribadi bisa dihitung tanpa jari alias sangat sedikit sekali.
Pejabat Eksekutif yang sudah bikin webset misalnya Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, Juwono Sudarsono (Menteri Pertahanan), I Gede Winasa (Bupati Jembrana, Bali), John Tabo (Bupati Tolikara, Papua). Dari kalangan legislatif, ada Hidayat Nur Wahid (Ketua MPR), Mahfudz Sidik (Anggota DPR RI), Aboebakar (DPRD Kalimantan Selatan) dan sebagainya. Sebelumnya, pejabat yang telah lengser pun telah merintis membuat website yang aktif. Sebut saja ada Abdurrahman Wahid (mantan Presiden RI), Yusril Ihza Mahendra (mantan Menteri Hukum dan HAM) dan Sutiyoso (mantan Gubernur DKI Jakarta). Di MP pun ada seperti MPnya Om Sarwono Kusumaatmaja.
Website atau blog pribadi memang bisa menjadi sarana untuk menjelaskan apa saja yang berhubungan dengan pejabat tersebut. Mulai dari kegiatan kerja sehari-hari, kehidupan pribadi atau keluarga, hasil pemikiran/ tulisan artikel, atau sekedar memuat janji-janji menjelang kampanye pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.
Dengan kata lain, website dan blog pribadi bisa menjadi media yang sangat membantu dalam memberikan “hak jawab” kalau ada pejabat yang sedang menjadi sorotan karena dituduh korupsi, “diserang” lawan politik atau cuma ingin melampiaskan uneg-uneg-nya.
Masalahnya, informasi apa saja yang sekiranya bermanfaat dan menarik untuk disajikan dalam website atau blog pribadi pejabat? Terus terang tidak ada standar baku menu atau informasi yang perlu dimuat di dalam website atau blog pejabat. Kalau bisa website atau blog pejabat justru banyak berisi informasi yang bisa menggambarkan sisi lain dari pejabat bersangkutan. Misalnya, website seorang bupati, sebaiknya banyak berisi pandangan pribadi bupati terhadap daerahnya. Website Menteri Pendidikan bercerita tentang dunia sekolah dari kacamata seorang menteri, anggota legislatif berbicara soal dinamika politik dalam sidang anggota dewan dan seterusnya.
Tapi informasi yang ada dalam website atau blog pejabat kebanyakan masih sebatas kumpulan informasi profil pribadi dan artikel kegiatan sehari-hari. Meresmikan pesantren, menerima kunjungan anggota dewan, kunjungan sosial dan sebagainya. Semua itu membuat website atau blog pejabat tak ubahnya hanya corong atau “humas” lembaga pemerintah. Tapi hal itu bisa dimaklumi, karena website atau blog pejabat biasanya dibuat oleh tim redaksi atau oleh staf pemerintah. Akibatnya ya itu tadi, semua informasi tentang pejabat dibuat dengan bahasa dan gaya yang resmi.
Sejatinya, website atau blog pejabat dibuat layaknya buku harian. Si empunya alias pejabat harus banyak terlibat jadi gaya bahasa pun harus casual, rileks dan santai. Walaupun berita yang dibuat berasal kegiatan resmi sang pejabat.
Payah memang pejabat kita. Kalah sama mamas eko yang ga bisa melewatkan hari tanpa menulis...
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih