30 September 2009

Lebaran Kehilangan Makna

Lebaran telah lewat dengan segala tradisi yang mengikutinya. Hanya untuk kata lebaran, banyak orang rela melakukan apa saja. Korban meninggal melewati angka 700 selama 2 minggu lebih meyakinkan kita, sebesar apa pengorbanan sebagian dari kita hanya untuk itu.

Padahal menurutku, lebaran saat ini semakin kehilangan makna. Banyak nilai-nilai dari perayaan Idul Fitri yang dulu begitu terasa kini tiada lagi.

Dulu, silaturahmi sangatlah terasa. Sampai seminggu setelahnya, kita masih saja keliling kampung untuk sungkem dalam keikhlasan yang nyata. Kini kita hanya mampir ke tetangga sebelah dan sebagian saudara saja. Selebihnya cukup via sms. Menjelang tengah hari setelah shalat Ied, yang ada dalam pikiran kita hanya rencana mau wisata kemana.

Dulu, anak-anak begitu ceria menyambut bakda. Karena memang hanya hari itu mereka bisa mempunyai baju baru dan banyak makanan. Kini setelah bisa beli baju seminggu sekali, keceriaan baju lebaran turut punah ditelan masa. Rasa terima kasih anak-anak masa kini atas pemberian baju lebaran tak lagi sedalam masa lalu. Banyak makanan dibuat pun tak lagi dianggap istimewa.

Lalu untuk apa kita berpayahria memaksakan diri berlebaran di kampung kalau maknanya saja tidak kena. Shalat ied, belum selesai khotbah sudah banyak yang beranjak. Bermaafan pun tak lebih dari sekedar seremonial semata. Tanpa ada rasa dan kejujuran hati yang teramat perlu untuk dimaafkan. Tak lebih sanya sekedar bersalaman dan berkata "maaf lahir batin." Tapi setelah itu berlalu. kita tak lagi mau mengakui kesalahan. Kita kembali menjadi insan yang ngotot dan selalu ingin menang kepada sesama di sekitarnya.

Jujur saja. Aku sendiri tak mampu memaknai Idul Fitri sebagai hari suci dan membawa maknanya kedalam kehidupan sehari-hari. Aku baru mampu merasa dosa yang tiada habisnya hanya kepada orang tua dan jagoanku saja. Tak hanya di hari lebaran aku tak pernah mampu untuk berucap maaf setiap kali sungkem kepada orang tua. Di saat aku pulang di lain hari, setiap bersalaman hanya ada rasa haru yang teramat dalam yang membuatku menangis tanpa bisa bersuara.

Aku baru mampu melakukan itu kepada mereka. Dan untuk bisa seperti itu pun aku perlu waktu dan perjalanan yang panjang untuk memahami arti kata maaf yang sesungguhnya. Kepada yang lain, aku lebih banyak sekedar basa-basi. Termasuk kepada istri, saudara dan teman-teman dekatku. Aku masih butuh waktu untuk itu.

Makanya aku tak pernah ingin memaksakan diri untuk berlebaran di kampung kalo memang kondisi tidak memungkinkan. Dosa yang aku buat tak hanya di waktu itu saja. Pepatah dosa setahun dihapus maaf sekilas tak pernah ada dalam kamusku.

Aku ingin memaknai lebaran dengan memiliki rasa yang benar terasa sampai ke dalam hati. Yang selalu terasa dalam segala langkah dalam kehidupanku.

Mari kita pikirkan dalam diri. Sejauh manakah kita sudah mampu memahami kata maaf. Dan sudah berapa banyak orang yang bisa membuat kita tak mampu untuk berucap maaf saat bertemu atau terpikirkan.

Agar teori basa-basi itu tidaklah menjadi sia-sia.

Read More

Speedy Sialan...

Hari-hari awal masuk kerja pas akhir bulan. Saat otak butuh pemanasan, pekerjaan dah numpuk di atas meja. Ndilalah internet kok ikutan ga beres. Jadilah seharian cuma nguthek-uthek modem dan jaringan. Nanya ke Telkom, katanya speedy ga ada masalah.

Bingung juga sih. Skype bisa jalan. Komunikasi ke kantor Jakarta lancar. Tapi untuk browsing dan buka email ga bisa. Outlook bolak balik error. Lebih heran lagi, kalo browsing di HP pakai wifi lancar. Sedikit membantu, tapi yo bikin bludreg juga mindah-mindahin data dari PC ke HP.

Lagi pusing mikir koneksi, si bos ngetik di skype. "Ko, skype jalan tapi kok ga bisa browsing ya..?"

Hoalah...
Sapidi lagi-lagi bikin ulah. Untung belum pakai acara tendang menendang CPU.

Kalo emang kerusakan pada pesawat televisi anda, masa ya Jokja dan Jakarta gangguannya sama. Tega-teganya orang Telkom bilang di Telkom ga ada masalah.


Apa emang kalo koneksi terganggu, buat Telkom ga jadi masalah ya..?
Asal konsumen ga telat bayar, damai dunia dah...
Habis lebaran kok dah harus misuh.
Sialan...

Read More

17 September 2009

Selamat Hari Raya Iedul Fitri


Mohon maaf atas segala kesalahan
Selamat mudik untuk yang mudik
Sampai jumpa bulan depan...

Read More

11 September 2009

Tentang 7 Terjawab

Aku sebenarnya termasuk orang yang ga mau tau dengan masalah numerologi. Cuma kadang aku suka iseng mengutak atik gathuk tanpa maksud apapun selain iseng. Dan engga tahu gimana, pagi ini kok terbaca tanpa sengaja sebuah postingan lama yang aku sendiri sudah lupa sebenarnya, tentang sebuah tanya akan arti angka 7 buatku.

Aku sendiri bingung bila melihat kenyataan bahwa aku dikelilingi oleh angka 7 tanpa pernah aku sengaja atau rencanakan sebelumnya. AKu mulai akrab dengan angka itu ketika aku memutuskan untuk hijrah, setelah semua upaya mempertahankan hidup gagal total.

Ketika aku beranalogi untuk kembali menjadi bayi, aku merasa perlu menutup akses ke masa lalu yang aku mulai dari nomor telepon. Nomor lamaku 085xxx303999 aku simpan rapat dan dikasih nomor simpati oleh Mas Semar yang masih aku pakai sampai sekarang (081xxx634777).

Menggelandang kesana kemari sampai akhirnya aku bisa bekerja dengan Pak Sapto, tujuh juga. Eh, ndilalah aku dilempar ke Jogja untuk ngurus galeri yang diberi nama Tujuh Bintang. Alamatnya di Jl Sukonandi no 7. Telponnya kok 0274xx5577. Pasang fax, begitu tak tanya nomornya, pegawai Telkomnya bilang 0274 xx3377. Sama bos dikasih hape CDMA, trus aku ke Gejayan cari nomor yang rada cantik. Karyawan tokonya cuma bilang, nomor flexi yang bagus tinggal satu. 0275 xx61777.

Yang rada heran tuh aku punya akuarium di mess kantor. Isinya ikan koi 9 ekor. Setiap kali ada yang mati selalu aku ganti dengan ikan yang baru. Tapi karena keseringan mati, akhirnya aku bosen mengganti dan aku biarkan saja. Ternyata tidak pernah ada yang mati lagi sudah setahun ini. Dan jumlahnya pun 7 ekor.

Angka keramat..?
Halah mbuhlah...
Read More

08 September 2009

Kok Masih Ada Ganyang Malaysia..???

Hari ini untuk yang kesekian kalinya aku dapat ajakan Ganyang Malaysia. Bosen rasanya dengan ajakan yang menurutku ga mutu itu. Dari sekedar ikutan grup di internet, ngerusak websetnya malaysia sampai ajakan mural di ruang publik Jogja.

Jawabanku sama dengan yang kemarin-kemarin, kalo aku tidak suka dengan acara rame-rame yang ga pernah jelas juntrungannya. Bukan aku setuju dengan klaim mengklaim budaya orang semacam itu. Tapi bukankah tidak ada asap kalo tidak ada api.

Mengapa kita ribut ketika ada milik kita yang diurus orang, sementara kita sendiri tak pernah mau peduli. Untuk apalah kita ikutan grup grup semacam ganyang Malaysia di internet bila apa yang kita lakukan hanya sekedar basa basi. Sudah sejauh manakah gerakan yang dilakukan itu berjalan efektif..?

Tak perlu terlalu jauh berpikir bila akhirnya hanya menjadi cerita semata. Bila kita memang peduli dengan budaya kita, tengoklah ke sekeliling kita. Lihatlah kesenian apa yang dulu pernah ada. Dan berapa yang sekarang tersisa. Kenapa kelompok-kelompok kebudayaan itu satu persatu mulai punah.

Kepedulian kita yang tidak ada, aku kira itu saja jawabnya. Bagaimana mereka bisa bertahan hidup, bila kita saja lebih suka nonton sinetron daripada pagelaran wayang kulit. Kita lebih suka nanggap dangdut daripada ebeg atau lengger. Anak muda sekarang berapa biji yang mau belajar nabuh gending. Di Taman budaya saja yang latihan nari malah banyakan bule nya daripada orang jawa.

Pemerintah kita pun sama saja. Ngakunya pengampu budaya, tapi untuk menghadiri acara kompetisi seni saja tak jelas iya apa enggaknya. Benda-benda seni yang masih bertebaran bukannya dilestarikan, yang ada di museum saja dicuri oleh pengurusnya.

Ketika sesuatu berada di status quo, telantar, tidak terurus, salahkah bila ada orang lain yang mengurus..? Salahkah bila orang lain ikut mempromosikan sebagai bagan dari pelengkap tujuan wisatanya..?

Aku kira ini bukan masalah klaim mengklaim sebagai budaya milik seseorang. Tapi hanya mengangkat salah satu budaya orang yang kebetulan berkembang di tempatnya menjadi salah satu daya tarik untuk menambah penghasilan dari sektor wisata. Dan kalo soal ini aku kira kita juga sering kok melakukannya. Lihatlah di brosur-brosur wisata kita. Tak jarang kita mencantumkan nama-nama besar semacam hard rock cafe, ibis, hyatt dan sebagainya sebagai salah satu nilai tambah obyek wisata tertentu.

Sudahlah teman...
Tak perlu bikin acara macam-macam kalo cuma sekedar tarik suara. Perhatikan saja sekeliling kita kalo memang kita peduli budaya sendiri. Lihatlah lebih dekat, dan kau pun kan mengerti...

Read More

07 September 2009

Lebaran atau Riyaya..?

Enak punya istri sayang suami tuh. Setiap buka puasa selalu diajak keliling berwisata kuliner. Menu berganti sesuai ciri khas masing-masing tempat makannya. Walau di banyak tempat selalu mendapat resiko tempat penuh dan antriannya lama.

Cuman ada satu hal yang kadang membuat aku bingung. Orang yang mau menjalankan puasa berarti sudah memiliki keimanan yang lebih. Tapi kenapa hanya antusias ketika menyambut acara buka puasa saja. Dari sekian banyak manusia berjubelan, yang dilanjut masuk mushola untuk shalat maghrib tak pernah lebih dari 30% saja. Yang lain tetap asyik berpesta pora tertawa bersama sampai beranjak pulang.

Hal yang aku rasakan sama ketika melihat teman-teman kita gegap gempita menyambut lebaran. Segala resiko tak pernah menjadikan halangan. Beberapa tahun yang silam aku selalu ikut menjadi sukarelawan di posko lebaran. Aku bisa melihat bagaimana mereka rela berebut di terminal bus atau di stasiun kereta. Aku salut dengan keikhlasan mereka menantang maut sampai berdarah-darah. Selama dua minggu bertugas, entah berapa mayat yang selalu aku angkat dari jalanan.

Semua hanya demi satu tujuan. Merayakan hari yang fitri di kampung halaman. Tapi apakah benar mereka sunguh-sungguh bersih. Apa yang dibanggakan dari perayaan lebaran bila puasanya saja terlupakan. Sampai-sampai ada pemudik yang bertanya kepadaku, "Kok masih puasa, mas..?"

Kalo melihat kenyataan itu, kata lebaran atau bakda menurutku jadi kurang tepat. lebih tepat ungkapan dari bahasa Jawa, riyaya. Berasal dari kata riya, pamer.

Kita lakukan apa saja hanya untuk pamer. Jangankan yang benar sukses di perantauan. Yang di kota hanya jadi tukang copet pun setiap lebaran berusaha tampil ngejreng. Bermuluk kata tentang kehidupan yang sukses di kota. Bagi bagi recehan kepada mereka yang tetap di desa. Seolah mengajak mereka dan mengatakan "ayo ke kota, banyak duit disana." Walau nyatanya ketika akan kembali ke kota, hape yang beberapa hari dipamer-pemarin harus dilego ke konter. Ga punya ongkos buat balik...

Inilah masyarakat kita. Hanya senang mengikuti apa yang kelihatan rame, tanpa pernah mau tahu apa tujuan sebenarnya. Berteriak teriak tentang kembali ke fitrah nya. Tapi kenapa di hari itu kita dianggap kembali suci kita tak mau tahu.

Mari kita mudik rame-rame. Kita saling berpameria di kampung halaman. Tak perlu bermulut comberan dengan kata kata yang sok agamis. Agar kita bisa kembali ke fitrahnya masing-masing. Kembali ke diri kita yang apa adanya...

Read More

05 September 2009

Budaya Lebai

Kata-kataku kemarin, pagi ini ada yang komplen. Ada juga yang tidak terima bila dikatakan lebai merupakan sifat dasar manusia. Padahal aku tak bermaksud mengeneralisir sebuah sifat yang dianggap buruk di masyakarat. Aku cuma memperhatikan apa yang ada di sekeliling kita sehari-hari.

Tak perlu jauh-jauh, aku contohkan diriku sendiri. Orang bilang aku kalo tidur kaya gedebok pisang yang tak pernah terusik dengan sekelilingnya. Kalo emang mati rasa, kenapa setiap mau tidur harus ngidupin AC. Kalo alasannya biar ga panas, kenapa habis itu terus narik selimut. Plus, masih ndusel ke tetangga sebelah minta dikelonin...

Trus lihat saja di perempatan. Lampu bangjo baru berubah hijau, antrian didepan masih panjang, untuk apa sih kita pencet-pencet klakson. Udah tau macet, emang kalo suara klakson bersahut-sahutan, jalanan jadi mendadak longgar..?

Hoi...
Itu kan orang kota yang emang ga sabaran...

Ga pengaruh juga. Jaman aku kecil hidup di kampung nan jauh dimato, budaya berlebihan sudah ada kok. Udah tau ee ayam bau, kalo kepegang kenapa masih nyempatin nyium. Udah tau ban sepeda meletus, kenapa masih dipencet juga.

Di Internet ga kurang-kurang. Apalagi kalo ada berita baru. Orang aku cuma bilang, "korbannya banyak ga yah..?" Kenapa di tempat tetangga bunyinya jadi, "kata si rawins, korbannya banyak banget.."

Kayaknya cuman nitip duit yang ga bakalan nambah...
Read More

04 September 2009

Media Memang Brengsek

Ada satu hal lagi yang membuat aku makin tidak suka media massa khususnya televisi. Media yang seharusnya menjadi sumber informasi yang mencerahkan masyarakat, kini malah menjadi sumber keresahan.

Walau setiap manusia punya sifat dasar lebay, tapi tidak seharusnya sikap melebih-lebihkan ikut masuk ke kalangan jurnalis. Tidakkah mereka memikirkan psikologi pasyarakat ketika mendapat informasi bencana misalnya. Terlebih untuk mereka yang keluarganya ada di sana.

Aku ingat ketika tsunami Pangandaran dulu. Keluargaku hanya berada kurang dari satu kilometer dari pantai. Berita di TV mengatakan Pangandaran berantakan dihantam ombak setinggi 30 meter. Hubungan telepon kesana terputus. Dan keputusan terakhirnya hanya meluncur ke lokasi dengan perasaan tak menentu. Memacu kendaraan di jalan sempit berkelok-kelok dengan lalu lintas padat dan dipenuhi orang panik menuju ke sana. Apakah aku sempat memikirkan kondisi perjalananku 100% aman dalam tekanan psikis semacam itu. Dan nyatanya air hanya merusak dalam radius 100 meter dari pantai. Dan ketinggian air hanya 2 meter di bibir pantai dan tak sampai 1 meter ketika beberapa puluh meter dari pantai.

Ketika terjadi satu kasus yang dianggap besar. Semua berlomba-lomba agar disebut paling up to date. Berita belum pasti pun bisa dikatakan info terbaru. Polisi saja belum memastikan korbannya siapa, tipi dah berani menyebut nama. Tidakkan mereka belajar dari kasus teroris Mumbai beberapa waktu lalu. Setiap detil dalam kejadian itu diliput dan disiarkan langsung. Sehingga semua gerak gerik polisi dapat diantisipasi oleh teroris yang memantau lewat layar tipi. Dan akibatnya korban di pihak polisi banyak sekali.

Sama ketika gempa kemarin. Aku sampai muak dengan istilah-istilah yang digunakan para bajingan informasi itu. Ada yang menyebutkan gempa sangat besar selama 5 menit terasa di Bandung. Tebing setinggi 500 meter longsor di Tasikmalaya. Korban tewas mencapai ratusan. Ribuan rumah rata dengan tanah.

Mengapa tidak digunakan istilah gempa sebesar 7 liter selama beberapa detik, selang 5 menit terjadi gempa susulan sebesar 5 liter. Aku pernah lama mengubek-ubek daerah Tasimalaya selatan dan belum pernah menemukan daerah yang memiliki tebing setinggi 500 meter. Kalo sepanjang 5 kilometer banyak. Kenapa tidak digunakan nominal secara langsung misalnya 100 atau 215 orang.

Apa yang terpikir oleh otak ketika mengasumsikan gempa besar selama 5 menit tiada henti. Apa yang terbayangkan ketika mendengar tebing setinggi 500 meter runtuh, bila tebing setinggi 50 meter saja sudah teramat tinggi. Tidakkah terasa beda mendengar kata 100 dan ratusan.

Yang lebih parah, media begitu bangga bila menayangkan gambar korban yang bergelimpangan. Atau potongan tubuh yang berdarah-darah. Tak cukup hanya sekali dan seringkali di ulang-ulang. Yang lebih brengsek lagi, tayangan itu diiringi musik yang mencekam yang entah apa maksudnya. Kalo di sinetron mungkin bagus agar pemirsa bisa lebih hanyut dalam suasana. Lha ini berita, nduuul....

Kalo liat sinetron saja aku sudah najis, liat berita jadi muak. Trus apakah tipinya mendingan aku jadikan akuarium saja..? Percuma kan..? Media yang menurut orang jawa harus bisa "madhangi", ini malah "metengi."
Lha piwe, ndol...?
Read More

02 September 2009

Mblenger Nyawer

Ket wingi rasane koh mblenger temen nek krungu tembung sawer. Isuk-suk wis ditelpun biduan dangdut njaluk sawer, jere wulan puasa ora ana job. Nyupir nembe tekan prapatan, wis ana sing nggawa ecek-ecek karo medeni bocah, "pilih nyawer apa disedot, ooom...?" Mbukak mulkipli, esih ana sing nagih jere saweran berjamaah men ganjarane tikel 27.

Dasar menungsa, wong jawa mawi. Wis senenge grabag grubug, nek ana sing rame githir kudu melu. Ana wong posting, ribut jamangah. Ana pembagian BLT apa maning. Weruh tanggane puasa, melu bae puasa. Jajal nek pada ngaku menungsa kreatif, aja sok melu-melu wathek panasan kaya kuwe. Kancane lebaran, dhewek-dhewek muludan apa rajaban...

Sengite ndadak nganggo kaya kiye mbarang :

1. Pertama, buat postingan yang memuat gambar award ini d blog kamu.
Posting mbok kaya wong mabok..? Bebaaas...
Kiye koh diprentah-prentah kon masangi gambar kaya arep kampanye baen. Nek pancen ngotot pengin ana gambare, rika dolan bae meng malioboro. Milih dewek akeh nangkana. Aja klalen mbayar dewek, aja tanggane singkon nyaur. Trus templekna. Sekarepe lah, nang bathukmu ya rapapa.

2. Sebutkan siapa yang memberikan award beserta link blognya .
Sing prentah nek ora salah Priyo Harjiyono, nek pancen lanang. Nek wadon ya Wanito Harjiyono. Nek ora nganah ngeneh urusan kelamine, berarti ya sing nggawa kecrekan nang prapatan IAIN wingi kae bocaeh.

3. Hadiahkan kembali award ini kepada 10 tetangga anda .
Bebeh temen sih. Nyong biasane nyawer duit meng penyanyi. Urung tau penyanyi dangdut tek prentah kon nulis. Gelem busung lah...

4. Kunjungi blognya dan beritahukan kalau ada award dari kamu untuknya
Gampang nek urusan dolan. Pancen digaji kon ceting karo dolan ikih.

5. Lakukan hal yang sama seperti yang memberikan award ke kamu
Nyong ora maksud nek kiye. Mbok kaya Sarmidi lah. Nek tanggane nugel ceker pitik, cekerku ditugel. Tanggane ndilati brutu pitik, masa brutuku kon didilati..? Moh temen, ndol...

1. Dari mana blog kalian?
Ya nyong ora ngerti urusan kuwe. Mbuh kang Amerika apa umaerika yakin nyong ra mudeng. Pokoke pas mbukak internet, ngetik mulkipli ujug-ujug bloge ana nang tipi komputer. Nek ora ngandel ngeneh parani dewek...

2. Kapan dilahirkannya?
Takon koh ora kumplit. Sing lair kiye sapa..? Nyong, biyunge nyong, apa ninine, apa weduse tanggane..?

3. Kesulitan apa saja dalam membuat blog ini?
Aja takon meng nyong. Takon meng sing gawe. Nyong anu gari trima nganggo. Gratisan maning...

4. Mengapa membahas topik yang kalian bahas sekarang?
Hoalah kemploooo. Deneng takon kenangapa mbahas sing kaya kiye..? Mbok rika sing prentah..?? Mondol temen lah...

5. Kenapa tampilan blog menggunakan theme (template) ini?
Ya anu ora ngerti. Bar ndaktar kon milih tampilan blog. Anane kaya kiye ya tek nggo bae. Go ngapa tampilan diurusi. Sing penting mbok isine, ndool..? Gawe mumet wong apa ora. Nek sing setres tambah akeh, berarti sukses. RSJ Banyumas bakal olih tambahan pemasukan.

6. Apa yang pertama kalian lakukan saat pertama blog Anda baru jadi?
Bareng dadi ya kur didelengi yah. Paling diklik klik nganggo mos. Masa kon dikamplengi...

Wis lah kaya kuwe bae. Nyong anu seneng diprentaih ora. Sing pengin melu-melu ya ngonoh. Nek ora ya ora papa. Ora dosa ikih, asal ora nyolong komputere tanggane go ngetik.

Read More

01 September 2009

Survive vs Jadul

Seorang teman mengatakan, "untuk bisa survive, kita harus mengikuti jaman..."

Kalo kita mengacu pada proses seleksi alam sebagaimana diungkap dalam Teori Darwin, bisa jadi kita akan langsung mengamini pernyataan di atas. Apalagi kita bukanlah Sarmidi yang begitu konsisten dengan kata-katanya, sehingga bila ditanya umur dia akan selalu menjawab 25 tahun. Tak pernah berganti jawaban sejak beberapa tahun lalu, semenjak dia merasa manusia itu harus konsisten.

Tapi apakah seleksi alam itu harus membuat kita membabi buta? Takut dibilang jadul, semua lagi tren harus diikuti. Seperti kata teman saya Tiwi, dimana-mana orang demam Blackberry. Yang ga mampu beli, maksain cari hape yang Mbelekberry. Mending kalo untuk sukses seperti Barack Obama. Lha ini maksain diri cuma karena pengen ikutan autis. Padahal draft perubahan UU, kaum autis dan warga telantar dipelihara oleh negara belum disetujui DPR.

Sekedar mengikuti atau sekedar tahu, mungkin malah lebih baik. Tapi kalo sampai melupakan banyak hal yang sebenarnya merupakan basic dari pribadi seseorang, ini yang runyam. Orang jadi belajar menjadi kutu loncat yang mudah berpaling. Kalo ada yang baru, yang lama babay gudbai. Karena memang habis manis sepah diemut itu ga enak.

Trus, gimana dunk..?
Ya mana aku tahu. Aku juga bingung kalo dah ngomong yang semacam ini. Cuman aku kadang berpikir kalo seleksi alam itu tidaklah saklek. Nyatanya, dikatakan manusia berasal dari monyet, tapi sekarang masih banyak monyet. Kalo berlaku global, seharusnya semua monyet sekarang jadi orang semua. Entah kalo masih dalam tahap evolusi, karena sekarang banyak manusia berjiwa monyet.

Kenapa takut dibilang jadul. Kalo nyatanya barang antik malah mahal harganya. Ga masalah dibilang ga gaul. Berarti itu artinya kita masih suci. Belon digauli seh....
Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena