Diskriminasi Salak & Babi

#Semua Umur

Memasuki perkampungan, mobil aku jalankan pelan...

Ada mobil nyalip agak kencang ga sempat melihat serombongan babi mendadak nyebrang di zebra cross. Sopirnya sigap menghindar lalu kabur meninggalkan satu anak babi yang sempat kecium.

Mungkin sopirnya sadar

Nabrak babi di sini adalah musibah yang mampu bikin dompet kering kerontang. Nilai dendanya bisa sekian kali lipat dari harga babi dewasa sekalipun.

Ada anak babi menggelepar di jalan, aku pun berhenti. Mendadak datang orang kampung marah-marah mengira aku yang menabrak. Perlu adu argumentasi agak panjang agar bisa lolos dari tuduhan tanpa perlu minta bantuan Hotman Paris. 

Dengan berbagai bukti, plus anak babinya juga ga apa-apa, cuma shock doang lalu ngacir nyusul emaknya, si penggugat pun luntur galaknya dan mau menerima fakta tabrak lari.

Yang menarik, beliau nanya gini, "tapi benar kan yang nabrak mobil kampung bukan mobil perusahaan..?"

Ternyata...

Pembatalan tuntutan itu terjadi karena tersangkanya terindikasi orang kampung. Bila pelakunya kendaraan milik perusahaan tambang atau sawit, perjuangannya tidak akan berhenti sampai di situ. 

#diskriminasi...

Tapi ini umum banget...

Di Jogja pun aku sering mengalami dalam kasus berbeda

Contohnya waktu jalan-jalan ke Turi dan beli salak di pinggir jalan

Sekilo dikasih harga 15 ribu, ibue Ncip komplen, "mahal amat, mbah. Biasanya cuma 7 ribu..?"

Eh simbahnya keceplosan, "itu kan buat orang sini, mbak..."

"Aku juga orang sini..."

"Iyo po..? Yang pake mobil biasane turis..."

"Tenan kok orang Jogja. Lihat aja platnya AB..."

Simbahnya ngangguk-angguk...

Sambil bilang pelan, "wong Jogja kok ngomongnya ngapak yo..?"

#nyengir...