30 April 2013

Anomali Bahasa di Cilacap

Tunggul Buta dari kejauhan
#Bimbingan Orang Tua

Jurnal ini lumayan panjang dan menyebalkan. Kalo takut kebawa mumet, silakan dilewat saja...


Sudah sejak lama aku tertarik dengan keragaman bahasa di wilayah Cilacap sampai kuanggap sebagai anomali. Fenomena ini aku rasakan setelah melihat ada perberbedaan dengan daerah lain yang perubahan bahasanya terjadi secara bertahap.

Perhatikan saja pola perubahan bahasa dari Jawa Timur sampai Cilacap dan dari ujung Jawa Barat sampai Cilacap. Tidak ada peralihan drastis dan selalu memiliki daerah antara. Seperti bahasa Jawa Jogja ke Jawa Banyumasan memiliki bahasa transisi di daerah Kedu dimana dialek masih ikut ke Jogja namun kosa kata Banyumasan semacam inyong sudah masuk.

Di Cilacap perubahan bahasa terjadi begitu ekstrem tanpa batasan geografis yang mencolok. Banyak daerah yang hanya dibatasi pesawahan bahkan jalan atau selokan kecil tapi sebelah pakai bahasa Jawa dan sebelahnya lagi berbahasa Sunda. Sepintas tak kelihatan memang. Namun bila kita membaur akan terasa keanehan itu karena seringkali ada dua orang yang satu ngomong Jawa satunya Sunda tapi nyambung.

Sekian lama aku mencari literatur kebanyakan mentok di penelitiannya W.J Van der Meulen, sejarahwan asal Belanda yang menetap di Jogja. Dimana sejarah wilayah seputaran Gunung Slamet tak lepas dari kerajaan Galuh Purba di abad ke 3 sebelum masehi yang batas kekuasaannya meliputi wilayah dari Cirebon, Ciamis, Kebumen, Purwodadi, Batang dan sekitarnya.

Kerajaan Galuh Purba menjadi cikal bakal berbagai dinasti yang berkuasa di Nusantara. Tak terlalu salah bila dikatakan bahasa Banyumasan merupakan akar budaya Jawa tertua. Namun hanya itu yang dapat ditelusuri sementara fenomena peralihan bahasa secara drastis belum aku temukan.

Jadinya aku pakai metodenya Van Der Meulen dimana penelusuran sejarah dilakukan melalui legenda, mitos atau cerita rakyat yang saling berkaitan dan bisa ditarik benang merahnya.


Wilayah Galuh Purba - image credit banjoemas.com


Salah satu nya dari Jangka Jayabaya. Di bait 164 menyebutkan kalimat nugel tanah Jawa kaping pindho. Memotong tanah Jawa untuk kedua kalinya bisa berarti pulau Jawa sebelumnya pernah dibelah. Atau dulunya terbelah lalu bersatu untuk kemudian akan dibelah untuk kedua kalinya.

Ini ada kaitannya dengan legenda masyarakat seputaran gunung Slamet, dimana gunung tersebut dipercaya sebagai penjaga keselamatan tanah Jawa. Mitos itu menyebutkan suatu saat gunung Slamet meletus, tanah diantara sungai Comal sampai Losari, antara sungai Serayu sampai Citandui akan hilang dengan bersatunya laut Jawa dan laut kidul.

Mitos lain tentang daerah bernama Cilongkrang, masih di wilayah Cilacap. Berasal dari kata ci dan longkrang yang artinya air dan celah. Melihat kontur wilayahnya, daerah tersebut berbentuk lembah sempit memanjang seperti celah namun tidak ada sungai di tengahnya. Bila kita pakai metodologi Van der Meulen yang juga menelusuri sejarah melalui nama daerah, bisa jadi di masa purba wilayah tersebut memang ada sungai atau air dalam jumlah besar.

Celah Cilongkrang itu diapit dua baris pegunungan yang dinamakan Gunung Kelir dan Tunggul Buta. Mitosnya Gunung Kelir merupakan tempat menyembunyikan perahu emas yang suatu saat akan bersatu dengan Tunggul Buta. Kelir itu sendiri artinya layar dan Tunggul Buta bisa diartikan tonggak raksasa. Bersatunya kedua gunung tersebut bisa diartikan sebagai merapatnya perahu layar ke tonggak raksasa sebagai dermaganya.



Peta Jawa abad ke 18 (tambahan dari Mang Maya) - credit to Wikipedia


Ada benang merah yang bisa ditarik dari mitos-mitos tersebut dimana pulau Jawa dahulu pernah terpisah dan suatu saat akan kembali dipisahkan dengan tenggelamnya wilayah Cilacap. Belum bisa dipastikan secara ilmiah karena cerita rakyat itu berada di daerah samar untuk diterjemahkan antara pengartian secara harfiah dan pemaknaan secara filsafat.

Kemudian...
Apakah perubahan bahasa secara ekstrem di wilayah Cilacap ini merupakan warisan selat purba yang memisahkan pulau Jawa..?

Ada yang berkenan diskusi..?



Intinya
Sekedar berwacana tentang kearifan lokal daripada mumet baca berita politik saat ini. Sekali lagi ini tentang budaya dan tak perlu dibawa ke sisi lain apalagi religi...



109 comments:

  1. kalau jalan-jalan ke pangandaran deket dong ya mas :)
    jadi bisa 2 bahasa ya sunda dan jawa

    BalasHapus
    Balasan
    1. pangandaran penduduk aslinya pake bahasa jawa karena orang sunda kebanyakan pendatang. bahasa jawa yang dipake sama dengan bahasa cilacap. agak ke barat dari pangandaran banyak pengguna bahasa jawa yang lebih halus, tapi mereka adalah warga yang didatangkan belanda di masa kolonial dari daerah kebumen purworejo sebagai kuli kontrak di perkebunan

      Hapus
    2. Orang sunda bukan pendatang justru penduduk asli, malah orang2 jawa yang berbondong2 datang melewati wates cipamali ciserayu menjajah tanah pasundan. Tanah orang di claim saenae yo oraiso..

      Hapus
    3. Jangan liat secara geografis, om. Namun coba telusuri sejarahnya. Ini bukan soal klaim mengklaim namun mencoba meruntut penyebaran budaya

      Hapus
    4. dari zaman galuh pangandaran itu emang dekat dengan kawali dan bagian dari kerajaan galuh pakuan dari zaman dahulunya,,, dari sejarah itu saja mustahil orang pangandaran asli berasal dari suku jawa,, karna hubungan jawa dan sunda emang kurang baik semenjak perang bubat,, jangan ngaku bilang sejarah klo gatau sejarah

      Hapus
  2. Aku sempet beberapa kali berkunjung ke daerah Panulisan (Perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah,) disana aku juga sempat bertemu dengan beberapa orang yang berasal dari Cilacap. Ketika berbicara dengan kawannya, terdengar mereka berbicara menggunakan bahasa jawa yang sama sekali tidak aku mengerti, tapi ketika aku berbicara dalam bahasa sunda, aku kaget, ko' mereka mengerti apa yang aku bicarakan, dan mereka juga merespon pembicaraanku dengan menggunakan bahasa sunda. Tapi bahasa sunda mereka tergolong "bahasa sunda kasar", contohnya kata "tuang" jadi "nyatu," kata "hoyong" jadi "hayang," dan sebagainya. Pada awalnya aku agak kaget juga karena aku terbiasa menggunakan bahasa sunda lemes, tapi lama kelamaan ternyata bagi mereka itu adalah hal biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. panulisan dayeuhluhur masih ikut wilayah berbasis sunda. peralihan drastis ke jawa mulai terasa di wilayah wanareja.

      walaupun sunda panulisan termasuk kasar tapi masih terasa halus transisinya ke bahasa sunda priangan di daerah banjar. dianggap kasar karena itu sunda pinggiran yang sama kasusnya dengan jawa banyumasan yang juga dianggap kasar karena posisinya memang jawa pinggiran dalam artian jauh dari budaya kraton gagrak anyar.

      yang agak aneh mungkin sunda karangpucung yang berkembang mulai wilayah utara sampai ke timur majenang. bahasanya susah dimengerti dan terasa ekstrim perubahannya dari bahasa sunda dayeuhluhur.

      contoh kosakata sunda karangpucung diantaranya, kamana jadi kamendi, kaditu jadi kateoh, angeun jadi celem, kamari jadi lamari dan sebagainya.

      sepertinya ini semacam enclave sunda purba di wilayah jawa sebagaimana bahasa jawa purba yang berkembang di banten.

      Hapus
    2. Betul apa yang dituliskan oleh Mas Raw. Soal kosakata, logat, tatanan, basa sunda itu memang tergantung wewengkon. Contohnya aku sempat dibingungkan oleh pelafalan nama buah Nanas. Di daerah Bandung buah Nanas itu disebut "Ganas," sedangkan di daerah Ciamis/Tasik disebut "Danas". Ada juga yang menurutku lebih lucu, di Bandung Ubi jalar disebut "Hui" sedangkan di Ciamis disebut "Mantang," di Ciamis "Hui" itu adalah jenis tanaman yang lain lagi. Kadang aku jadi bingung sendiri hi hi

      Hapus
    3. dimanapun sama. bahasa dayak pun terdiri dari bermacam bahasa yang berbeda logat maupun kosa katanya. orang dayak kapuas mungkin ga ngerti bahasa maanyan. orang dayak maanyan ga ngerti bahasa kutai. namun tetap saja ada daerah transisi dimana kedua bahasa membaur sehingga tidak terkesan melompat perubahannya.

      di tempatku yang termasuk wilayah perbatasan kalteng kalsel pun walau termasuk wilayah dayak maanyan, namun bahasanya justru tercampur bahasa banjar yang sudah bukan dayak lagi.

      intinya selalu ada wilayah campuran bahasa yang terpola...

      Hapus
    4. nyerah deh kalo sambil mikir mah

      Hapus
    5. yang beginian ga perlu mikir kok...

      Hapus
    6. saya dong ngga pernah mikir sedikit acan acan

      Hapus
    7. ga pake mikir aja jadi juragan
      kalo mikir jadi jurigan kali...

      Hapus
  3. Tiwas tak cepaki bodrex sak karung, mas. Jebul malah betah mbaca.

    BalasHapus
  4. Bebek lagi ga mood baca...
    Maunya nonjok..

    Mau..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. tonjok tuh brondong ciamis...

      Hapus
    2. Beuuuh...gak lihat apa komentarku diatas? Aku lagi serius nih...lagi serius nih...lagi serius nih!

      *sambil bedakan*

      Hapus
    3. biarkan saja bebek menggonggong, brondong tetap serius...

      Hapus
    4. Lagi mumet..
      Kram perut males bawaannya..
      Maap deh brondongkuhh...

      Mamas, tulis yg lucu dong..
      Bebek pengen ketawa...

      Hapus
    5. tanggal tua begini cemberut aja lucu kok...

      Hapus
    6. bukannya tanggal tua pada gajian?

      Hapus
    7. justru tanggal gajian bikin mumet
      lewat doang...

      Hapus
    8. haha...tau aza lik...kaya eyabg aja :)

      Hapus
    9. Lha mas budi lama ga keliatan euy..:)

      Hapus
    10. bukan nungguin aku ya..?

      Hapus
    11. ah elah
      emang brondong dia..?

      Hapus
  5. itu sih mending kang di tempat sayah sebelahan rumah juga udah beda bahasa....yang satu pake bahasa jawa yang sebelah bahasa indonesia...


    -yaizya-

    BalasHapus
    Balasan
    1. paling parah blog ini
      kadang jawa kadang sunda kadang banci hoeek...

      Hapus
    2. nah tuh ngaku sendiri...pantesan suka luluran wajah...wkwkwk

      Hapus
    3. tiap hari pake masker kok
      biar ga kena debu...

      Hapus
    4. wong maskeran ama debu koq..

      Hapus
    5. soalnya ga ada bengkoang dimari...

      Hapus
  6. coba telusuri struktur geologinya kang barangkali ada patahan atau sesar yang membentang di sana bisa jadi dulu memang terpisahkan...atau mungkin juga masih termasuk sesar citanduy-kroya yang masih aktif?

    BalasHapus
    Balasan
    1. silakan dibahas secara geologisnya
      sebagai tukang macul harusnya lebih mendalami tentang struktur tanah dan pembentukannya...

      Hapus
    2. modal literatur gugel mumwet lah..

      Hapus
    3. Tukang macul juga bukan macul lempengan tanah to mas

      Hapus
    4. tukang gali kubur kali dia, om...

      ya angel lah nek ndadak
      kudu telaten buka sana sini trus dirangkum. lingkup sempit tapi rada detil kan asik bahasnya

      Hapus
    5. tukang kunci maksudnya..?

      Hapus
    6. kang pacul sekarang mbukak jasa kunci inggris dio korea apa dadi juru kunci di sana? deneng saya bingung ya

      Hapus
    7. jadi juragan panci lik
      kalo pesen dua bonus payung
      pesen tiga bonus bakule kalo doyan

      Hapus
  7. Balasan
    1. masih seperti dulu lah
      sebagaimana teriakan kenek angkutan di pasar karanglewas...
      longok barang melar... longok barang melaar...

      Hapus
  8. berarti saya harus sama Ibu baca ini, biar saya paham maksudnya.
    Oh iya....klw di jawa timur bahasanya ndak ron karon (madura version), jawa ndak madura ancur. hahahah
    tapi saya setuju, daerah perbatasan itu sampai saat ini masih kental loh logat jawanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bahasa ronkaron itu umum terjadi di daerah perbatasan budaya seperti yang aku bilang daerah transisi. aku pernah ke lumajang disana bahasanya campuran jawa dan madura. ke timur lagi sampai situbondo sudah dominan maduranya kan..?

      Hapus
  9. Beneran serius baca literatur ? Itu hasil penelitiannya W.J Van der Meulen ditulis dalam bahasa apa?
    Sungguh aku heran banget ternyata Kang Rawins ada kepedulian thd bahasa daerah hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. bahasa indonesia, bu
      orang beliau menetap di jogja ngajar sejarah di ikip sanata dharma...
      banyak kok bukunya...

      Hapus
  10. Jangan-jangan mitos yang di maksud, pulau jawa terpecah jadi dua itu. Yaitu tenggelamnya cilacap. Tapi menurutku kok malah semburan lumpur sidoarjo itu yang akan menyebabkan terbelahnya pulau jawa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada mitos atau legenda dari seputaran sidoarjo gak, om
      yang intinya meramalkan akan terjadi bencana lumpur seperti yang terjadi sekarang...

      Hapus
  11. yang pasti Kang, Hanacaraka ya dibaca Hanacaraka, bukan honocoroko. artinya, lugas dan tidak berkammuflase. begitulah bunyinya. kakinya bertanduk hewan apa namanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tidak cuma di jawa lik. di sunda pun kayaknya fenomenanya begitu. tuh kaya kata si brondong kalo bilang hayang katanya kasar dan alusnya hoyong...

      jadi kalo manggil istri jangan ayang
      biar alus panggil saja oyong...

      Hapus
    2. Asal jangan kliru jadi monyong
      #langsung ngumpet, mumpung durung dibandhem sandhal.

      Hapus
    3. ga bakalan pak dhe
      lik zach orangnya baik hati dan tidak gombong kok...

      Hapus
  12. genah koh. di tempat saya yang di dekat teluk penyu kode wilayahnya 0282, di daerah yang berbatasan sama banyumas, kode wilayahnya 0281, yang dekat kebumen 0287, yang dekat jawa barat sana 0280. itu apa ora anomali, kang anoman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. deket slarang malah kodenya 69...

      Hapus
    2. bwahahaa....ketawa sisa.

      69 mah kesukaan tuh

      Hapus
    3. Lha kok njur urusan mini tower digawa-gawa

      Hapus
    4. ah elah itu juragan ubi...
      jangan dimasukin ati, dhe...
      masukin dompet aja

      Hapus
  13. sebagai orang yang lahir Banyumas dan besar di Cilacap, tulisan mas Rawins ini sungguh informatif dan menarik....salam kenal dr Vermont :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama sama, bu...
      kali ada tambahan berdasarkan cerita turun temurun yang didengar waktu kecil dulu..?

      Hapus
  14. ikutan menyimak aja kawan! gak mungkin ikutan diskusi tentang tulisan ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. ga masalah bro...
      aku aja mumet sendiri kok

      Hapus
    2. Bodrexku masih sekarung. Kalo diunjuk semua ditanggung mumetnya ilang.

      Hapus
    3. berjudul modiyarrr hahaha

      Hapus
  15. ternyata yang dianugerahkan pada cilacap sangat dahsyat ya... dulunya gemana ya, hanya dibatasi kalen kok bisa beda bahasa,, unik banget

    saya malah baru tahu klo dinasti kita itu bearsumber dari lereng selamet ini... thanks dah di share

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu sih cuma kata van der meulen
      dimana nenek moyang galuh purba berasal dari daerah kutai
      ini sedikit berlawanan dengan legenda di daerah maanyan
      yang katanya leluhur mereka campuran bapak dari daratan china dan ibunya dari jawa

      Hapus
  16. awalnya mau ngomentarin artikelnya, cuman malah ketawa sendiri ngga abis2..ingetanku tetep ke artikelnya kang zach, terutama gambarnya...maaf yah...bwahahaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. asal bisa bikin mang lembu ketawa, apa sih yang engga...

      Hapus
  17. nah....itu beneran mang pernah kejadian lik...di tp mbok mertuaku...sempet ngerut jidat...ngeliat orang di sawah...ngobrol yg satu bhsnya agak sunda gitu yg satunya lagi jawa ...tapi nyambung aja...hehe

    saya mau gabung ngobrol....cuma tau bahasa menado...ntar malah di lempar pacul malah...ma mereka hehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha ya engga lah
      orang banyumas itu egaliter kok. sepintas keliatan kasar tapi sebenarnya tidak. mereka cuma ga mengenal anggauh ungguh ala kraton saja sehingga setiap orang diperlakukan sama ga mengenal jabatan atau kasta

      Hapus
  18. saya hanya menyimak saja kang rawins karena belum sampai mempelajari tentang cilacap banyumasan dan sunda, jawa saja saya belum tahu apa2.
    kalau perbedaan bahasa cukup mencolok sih ada, didaerah asal ku rengel wilayah tuban yang berbatasan langsung dengan babat lamongan , tuban ikut mataraman dengan bocah atau cah sebagai jargonya sedangkan lamongan arek ikut bahasa dan dialek surabaya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi tetap pakai bahasa jawa kan..?
      perbedaannya hanya pada sedikit kosa kata tanpa merubah struktur bahasa secara drastis. untuk di cilacap ini keren karena cuma dibatasi jalan bahasanya sudah berbeda sama sekali

      Hapus
    2. saya jadi pengen merasakan atmosfernya mas

      Hapus
    3. hehehe main aja ke cilacap, om
      gampang kok aksesnya

      Hapus
  19. kalo daerah perbatasan gitu pasti Ngapyak bahasene yo Mas :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. ga masalah karena merupakan daerah transisi. jadinya ga terasa ngegejluk banget kaya kasus di cilacap itu

      Hapus
  20. Di Brebes bagian selatan juga ada beberapa kecamatan yang pake Bahasa Sunda. Kadang heran, kenapa bisa ada yang pake Bahasa Sunda. Jangan-jangan Cilongkrang itu juga membelah Brebes jadi dua daerah. Halah, malah dadi mumet.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kayaknya anomali itu bukan milik cilacap saja, yu...
      tapi sepanjang perbatasan jabar jateng atau secara sejarah anomali itu ada di bekas wilayah galuh purba. aku lihat di daerah malahayu dan bumiayu barat fenomena bahasa seperti di cilacap banyak terjadi. sempat sih kepikiran kalo sunda karangpucung merupakan bahasa transisinya atau malah asal dari bahasa jawa dan sunda. tapi belum nemu data yang menuju ke arah sana, yu...

      Hapus
    2. ikutan nimbrung ah. Benar sekali, di Brebes juga ada anolami bahasa, bukan hanya karena perbedaan dialek bahasa jawa yang dipakai masyarakat Brebes, tetapi juga ada 8 dari 17 Kecamatan di Brebes yang penduduknya merupakan penutur bahasa Sunda. Dari 8 kecamatan tersebut, 3 kecamatan penduduknya hampir 101% penutur bahasa Sunda, sedangkan yang 5 Kecamatan adalah campuaran antara bahasa Jawa dan Sunda. Bahkan ada di desa tempat tinggal saya, Desa Luwungbata Kecamatan Tanjung, sangat aneh. DiDesa tersebut masyarakatnya menggunakan bahsa Sunda untuk percakan sehari-hari, padahal masyarakat desa sekelilingnya semua menggunakan bahasa Jawa. Pada umumnya masyarakat di daerah perbatasan bisa dan biasa menggunakan bahasa jawa dan sunda sesuai situasi dan kondisinya. Orang jawa bisa menggunakan bahasa Sunda dan sebaliknya orang Sunda bisa menggunakan bahasa Jawa. Dan inilah kekayaan budaya Indonesia yang patut kita syukuri.

      Hapus
  21. ikutan nongkrong bari ngudud ah,

    coba mas bro - mas bro, mbak bro - mbak bro sekalian tonton dulu video yg menjelaskan tentang "area yang dilipat" di video ini :

    https://www.youtube.com/watch?v=lQlnzSG3c3s

    BalasHapus
    Balasan
    1. video tersebut, dan video-video sebelumnya berusaha menjelaskan berbagai anomali, bukan hanya bahasa, tetapi termasuk juga anomali pengaruh hukum fisika terhadap bentuk bumi. coba aja kalau ada waktu ditonton dari video pertama tuh sampai yang terbaru ya video 31 itu.

      di wilayah2 yang terjadi perubahan ekstrim bahasanya perlu ditambahkan pula riset di lapangan terkait hal2 lain yg bisa dijadikan sebagai data pelengkap. misalkan saja :
      1. suhu
      2. air
      3. kultur (budaya)
      4. dibeberapa titik ekstrim coba lakukan uji SINAR, apakah ada perbedaan index bias yang bisa menyebabkan cahaya atau bayangan sedikit dibelokan atau dibiaskan

      Hapus
    2. mantap, mang...
      ikutan gelar tiker ikutan menyimak tar kalo ada titik temu yang menarik aku posting deh.

      salam dari barito timur...

      Hapus
    3. fenomena bus nyasar yang tiba2 ada ditengah hutan bisa menjadi salah satu "momentum" untuk riset sebetulnya, bagaimana sebuah titik area (lokasi) bisa menjadi portal yg menyebabkan sebuah benda berpindah secara tiba2.

      http://www.tribunnews.com/2012/06/27/hutan-tempat-bus-pahala-kencana-nyasar-dulunya-kota-gaib

      dalam hal contoh peristiwa tersebut ya 1 buah mobil bus dan 2 buah mobil tronton molen (pengaduk semen) yg tiba2 ada di tengah hutan... kenapa dikatakan berpindah? dan tiba2?....

      karena kalau mereka ngantuk dan berjalan seperti biasa tentu ada jejak (bekas) mobil mereka ketika melintasi hutan jati tersebut. ini yang terjadi mereka sadar mobil sudah terperangkap ada di tengah hutan, mundur susah, maju sulit : akhirnya buat keluar hutan itu pohon2 harus ditebangi terlebih dahulu.

      apa hubungannya dengan perubahan bahasa yang ekstrim (tiba2) tadi?

      jika iya bentuk bumi itu ternyata tidak bulat = malah cenderung seperti telor ayam

      jika iya benar mata kita tertipu oleh suatu teknologi yang membuat kita luput dari pandangan adanya area yg disembunyikan

      maka jadi masuk akal, jika adanya perubahan bahasa yang ekstrim tersebut. karena sebenarnya perubahan bahasanya tetap bertahap seperti umumnya daerah perbatasan yang mengalami perubahan... hanya daerah yang menjadi perantara perubahannya saat ini wilayahnya tidak bisa kita lihat : disembunyikan oleh sebuah teknologi tinggi - dilipat jadi hanya selebar selokan, selebar rel kereta api, selebar jalan raya - padahal kalau lipatannya dibuka : batas yang kemarin terlihat sebagai selokan itu bisa membentang menjadi 3 kabupaten :)

      Hapus
    4. itu mah teleportasi kali ya, mang...?
      tar coba dibahas di jurnal lain deh kalo lagi mood obrolin mitos

      Hapus
    5. ada hubungannya dengan bahasa, karena pemahaman tentang "jembatan" teleportasi akan memberikan gambaran tentang luas area yang saat ini tidak bisa kita lihat.

      Hapus
    6. sementara belum nyampe kesana pemikirannya mang
      implementasi teleportasi yang nyangkut di kepala baru soal santet doang... :D

      Hapus
  22. dirimu suka sejarah ya mas ...
    nek nulis ttg sejarah apik ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi cenderung ke arah kontroversi, lik
      modal utak atik gatuk karena aku memang tertarik dengan legenda dan cerita rakyat. banyak hal menarik dari mitos mitos itu yang kayaknya menyembunyikan sesuatu. sengaja dilarikan ke arah mitos, sepertinya memang sengaja biar orang menganggap klenik dan menjauh sehingga persembunyian itu semakin rapi

      Hapus
  23. sing monine
    nyong rika nyong rika itu ya.. `.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kaya basane rika kae lah...

      Hapus
    2. Pada bae, nyong nang Wonosobo ya nganggo kata2 "nyong lan rika". Nang Wonosobo, "rika" nggo nyebutke wong sing luwih tua. Nek karo batire/kancane nggo kata "deke".

      Hapus
    3. Nah itu salah satu contoh bahasa transisi antara budaya Banyumasan dengan Jogja. Kosakata banyak ikut Banyumas namun dialek lebih banyak ikut ke Jogja

      Hapus
  24. jare kang marto sing penting islam haha, tapi ya jan jane selain bahasa2 asal genah pada ngembangna dewek2 lah ben grumbul mesti ana kosakata lokalane

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungsok gumun meng kondisi nang cilacap
      sedesa dibatesi kalen basane bisa sejen
      ora umum banget...

      Hapus
    2. Nyong cah Wonosobo. Dadi pengen mengana....

      Hapus
  25. mungkin dulu ada sebagian daerah yang hilang atau sengaja disembunyikan kali ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa jadi begitu
      kuharap sih ada yang berkenan menguak fenomena ini agar tidak lagi menjadi misteri...

      Hapus
  26. maaf mas, baru bisa komen, karena baru baca, terus terang saya tertarik dengan tulisan mas rawins, jika berkenan saya ingin diskusi dengan mas rawins, karena sedang mencari sesar purba kebumen mas, jika berkenan (lagi) mohon add FB saya didot renker return, makasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah maaf juga baru sempat kebuka komennya setelah lewat setahun. Komen di jurnal lama memang suka kelewat lewat begini. Sekali lagi maaf ya...

      Hapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena