Menghadiri ulang tahun V Art Gallery di Bentara Budaya Yogyakarta yang kebetulan live music nya dangdut, seorang teman bertanya, "Kamu ga suka joget, apalagi nyanyi. Memperhatikan pertunjukan pun jarang. Tapi kenapa kamu suka nyawer penyanyi. Maksudmu apa..?"
"Ngamal..."
Pendek jawabanku tadi, walau sesungguhnya teramat panjang alasannya. Sepanjang umur jagoanku yang sudah kelas 2 SD sekarang.
Sejujurnya...
Melihat penyanyi dangdut dengan segala kelebihannya itu, bermacam rasa sakit pedih iba dan banyak lagi bercampur aduk menjadi satu. Bukan menghayati lagu apalagi casing penyanyinya. Tapi perjalanan hidup masa lalu dimana sebagian hidupku ada di ajang musik itu.
Kehidupan selebritis kecil-kecilan itu seringkali berlawanan arah dengan apa yang selama ini orang-orang pikirkan. Kebanyakan mereka menganggap hidupnya gemerlap dan selalu ada tawa ceria di dalamnya. Padahal semua itu hanya ada di panggung sandiwara. Turun dari situ, carut marut kehidupan yang mengarah ke sisi gelap banyak menggeluti. Tak jarang di kehidupan nyatanya, sang bintang itu justru mengenaskan untuk ukuran manusia normal.
Sisi-sisi gelap itu yang teramat menyakitkan buatku.
Lalu kenapa aku seringkali memberikan uang saweran kalo orang bilang, padahal aku jarang mau nongkrong di depan panggung. Itu ada di sisi yang lain.
Aku tak bisa memungkiri bahwa jagoanku bisa bertahan hidup justru dari situ. Apalagi setelah ada sms yang berbunyi, "jangan pernah hubungi dan ganggu kami lagi". Akses kepada jagoanku otomatis terputus dan aku harus siap dengan status seorang ayah yang tidakdiperbolehkan peduli dengan anaknya.
Kejam memang. Tapi itulah adanya.
Dari situlah awalnya, kenapa aku jadi sering memberikan sekedar tambahan untuk insan dangdut. Hanya sekedar menanam pamrih, agar orang yang menghidupi jagoanku pun akan memperoleh tambahan penghasilan walau kadang efek samping dari acara sawer menyawer itu mudah menyeret seseorang lupa akan tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan.
Sungguh aku tak tahu harus berbuat apa menghadapi berbagai dilema dalam rasa dan pikirku setiap kali menemukan acara musik yang satu itu.
Semoga saja luapan emosiku tidak akan berakibat salah di akhirnya...
"Ngamal..."
Pendek jawabanku tadi, walau sesungguhnya teramat panjang alasannya. Sepanjang umur jagoanku yang sudah kelas 2 SD sekarang.
Sejujurnya...
Melihat penyanyi dangdut dengan segala kelebihannya itu, bermacam rasa sakit pedih iba dan banyak lagi bercampur aduk menjadi satu. Bukan menghayati lagu apalagi casing penyanyinya. Tapi perjalanan hidup masa lalu dimana sebagian hidupku ada di ajang musik itu.
Kehidupan selebritis kecil-kecilan itu seringkali berlawanan arah dengan apa yang selama ini orang-orang pikirkan. Kebanyakan mereka menganggap hidupnya gemerlap dan selalu ada tawa ceria di dalamnya. Padahal semua itu hanya ada di panggung sandiwara. Turun dari situ, carut marut kehidupan yang mengarah ke sisi gelap banyak menggeluti. Tak jarang di kehidupan nyatanya, sang bintang itu justru mengenaskan untuk ukuran manusia normal.
Sisi-sisi gelap itu yang teramat menyakitkan buatku.
Lalu kenapa aku seringkali memberikan uang saweran kalo orang bilang, padahal aku jarang mau nongkrong di depan panggung. Itu ada di sisi yang lain.
Aku tak bisa memungkiri bahwa jagoanku bisa bertahan hidup justru dari situ. Apalagi setelah ada sms yang berbunyi, "jangan pernah hubungi dan ganggu kami lagi". Akses kepada jagoanku otomatis terputus dan aku harus siap dengan status seorang ayah yang tidak
Kejam memang. Tapi itulah adanya.
Dari situlah awalnya, kenapa aku jadi sering memberikan sekedar tambahan untuk insan dangdut. Hanya sekedar menanam pamrih, agar orang yang menghidupi jagoanku pun akan memperoleh tambahan penghasilan walau kadang efek samping dari acara sawer menyawer itu mudah menyeret seseorang lupa akan tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan.
Sungguh aku tak tahu harus berbuat apa menghadapi berbagai dilema dalam rasa dan pikirku setiap kali menemukan acara musik yang satu itu.
Semoga saja luapan emosiku tidak akan berakibat salah di akhirnya...
Emangnya, ex sampean tuh penyanyi dangdut ya mas?
BalasHapusDuuuh....kok kejem banget masa mo lihat anaknya gak boleh,emangnya dia bisa bikin sendiri.
Kan mas yang punya modal,mosok mo digagahin sendiri,kesian tuh anak.Yo wis sabar wae mas,mengko yen wis gede rak nggoleki bapake.