05 Februari 2013

Kartosuwiryo


#Bimbingan Orang Tua

Ngomongin Muso kurang afdol kalo tidak sekalian cerita tentang Three Musketeer pergerakan Indonesia, Sukarno, Muso dan Kartosuwiryo. Tiga sahabat karib murid HOS Cokroaminoto yang punya satu tujuan mulia Indonesia merdeka namun menggunakan 3 jalur politik yang berbeda. Sebuah persahabatan yang berawal indah namun berakhir tragis ketika Sukarno akhirnya mengeksekusi mati keduanya.

Beda dengan Muso yang dibesarkan di lingkungan pesantren. Kartosuwiryo diasuh dengan pola pendidikan rasional barat ala Belanda mengingat ayahnya seorang pejabat mantri candu di Rembang. Pada usia enam tahun dia masuk ISTK (Inlandsche School der Tweede Klasse) di Pamotan. Dilanjut ke HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Rembang kemudian ELS (Europeesche Lagere School) yang merupakan sekolah elite bagi seorang pribumi. Dibutuhkan kecerdasan dan bakat khusus bagi Kartosuwiryo agar bisa masuk sekolah yang direncanakan sebagai lembaga pendidikan untuk orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa.

Kartosuwiryo baru belajar Islam setelah beranjak dewasa kepada Notodihardjo seorang tokoh gerakan Muhammadiyah. Selain itu dia belajar sosialis komunis dari Marko Kartodikromo, seorang wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal pada zamannya. Pemikiran-pemikiran Cokroaminoto juga ikut andil membentuk sikap politiknya saat kuliah di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi.

Ketika sahabat-sahabatnya masih bergerak melalui organisasi politik, Kartosuwiryo sudah membentuk pasukan bersenjata dengan nama Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang nantinya menjadi inti Tentara Islam Indonesia. Ketika tahu Jepang menyerah kalah kepada sekutu, Kartosuwiryo dan pasukan Hizbullah sudah siap di Jakarta untuk memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia. Namun rencana itu dibatalkan setelah ada pernyataan kemerdekaan oleh Sukarno Hatta dan dia memilih loyal kepada republik yang baru lahir.

Setelah merdeka, ternyata kiprah nasionalis Islam lebih banyak tersingkir karena Sukarno menerapkan prinsip kenegaraan sekuler. Sampai akhirnya Perjanjian Renville ditandatangani dimana RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia. 

Saat Sukarno memerintahkan pasukan TNI harus ditarik keluar garis Van Mook, Kartosuwiryo menolak membawa pasukan Hizbullahnya hijrah ke Yogyakarta. Dia memilih bertahan di Jawa Barat yang dikuasai Belanda dengan mendirikan Negara Islam Indonesia sebagai bentuk perlawanannya.

Inilah awal pertentangannya dengan Sukarno. Kartosuwiryo menganggap NII sah karena Jawa Barat memang sengaja dikosongkan dan diserahkan kepada Belanda oleh Sukarno. Ketika Jendral Sudirman memerintahkan pasukan Siliwangi kembali ke Jawa Barat, Kartosuwiryo menganggap itu sebagai penyerangan. Sebaliknya, RI menganggap Darul Islam sebagai pemberontakan.

Sebuah kesalahpahaman sejarah yang kemudian tetap menjadi samar karena memang sejarah tetaplah milik penguasa. Bahkan penulis Anatole France pernah mengatakan, "Buku sejarah yang tidak mengandung kebohongan pastilah sangat membosankan..."
Kira-kira begitu...


Intinya
Mungkin dari sini kita bisa belajar memisahkan antara agama sebagai ideologi spiritual dan ideologi politik. Sejarah menceritakan bagaimana Muso seorang santri memilih komunis sebagai sikap politiknya. Sementara Kartosuwiryo seorang liberal malah memilih jalur Islam. Dalam dunia politik, agama hanyalah kendaraan bukan tujuan.

Kenapa aku ceritakan Muso dan Kartosuwiryo, karena aku lebih yakin akan kemurnian tujuan politik mereka ketimbang politisi saat ini yang apapun makanannya tujuan akhirnya tetap memperkaya diri...

"Dalam sebuah revolusi, bapak makan anak itu adalah hal yang lumrah.." (Ir. Sukarno)

gambar dari wikipedia


55 comments:

  1. yang saya garis bawahi adalah bahwasanya dalam politik itu tidak ada kawan sejati, karena terbukti bahwa Muso dan Kartosuwiryo akhirnya dieksekusi oleh sahabatnya sendiri yakni Sukarno :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan saya baru tau disini bahwa sebenarnya background muso dan karto ini bersilangan. muso dari kalangan pesantren, dan karto sekuler. berarti ada kemungkinan penghuni tower yang terkenal saru juga akan melintas menjadi politisi sarungan tinju.

      Hapus
    2. Wah saya mendengar dan menyimak aja hiehiheiheee

      Hapus
    3. aku juga bingung pak
      kalo sesepuh dah angkat bicara...

      Hapus
    4. kalau pa dhe udah bicara serius...gagaplah kita2 anak muda ini.

      #lari sekenceng2nya tanpa nengok lagi kebelakang

      Hapus
    5. tar aku cari ojek dulu deh...

      Hapus
    6. ini pinter² bener ya ngerti ceritanya, pasti mantan guru?

      Hapus
    7. ngawur...
      macho gini berarti mantan copet dong..?

      Hapus
  2. tumben nih ngomongin sejarah mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. biasa mbak... salah obat
      kemaren dikunjungi si mamang, dan dijeweri pak anoman, akhirnya begini jadinya. saya dalam posisi antara bangga dan kuatir.

      Hapus
    2. hidup itu penuh warna bu. jadi segala macam ada dari sejarah bangsa sampai sejarah kancut. juga sejarah tukang obat...

      Hapus
    3. mohon ijin uplod dua gambar ini dan yang terdahulu, mau tak sandingkan dengan pa karno dan poto saya.

      Hapus
    4. sekalian poto aku pak
      biar keliatan ganteng...

      Hapus
    5. ora ah..nanti malah kalah ganteng sayah..halah

      Hapus
    6. *lempar kaca segede kulkas*

      Hapus
    7. mending lemparin kulkas segede kaca...

      Hapus
  3. another side of rawin, the serious side :)
    dan labelnya #bimbinganortu duh saya bakalan bingung kalo ditanyai anak soal begini nih

    BalasHapus
  4. karena, sejarah itu..ditulis oleh para pemenang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. semua orang bisa menulis, tapi yang masuk dalam opini publik tergantung siapa yang berkuasa

      Hapus
  5. sangat mengharukan. dari sebuah peradaban yang mungkin tidak begitu nyaman untuk ditinggali, telah lahir seorang sejarawan yang kritis, romantis, sekaligus... saru.

    deneng rika pinter temen sih Kang? ulih sekang ngendi koh... mesti tapa nang tower ya??

    BalasHapus
    Balasan
    1. efek salah kancut, lik...
      pakenya kancut taliwanda...

      Hapus
    2. saya suka kancut warna merah menyala...tidak lupa yang setipis silet..;o)

      Hapus
  6. menguak sejarah kakek kita..merdekaaaaa hehehe

    BalasHapus
  7. Gara-gara dislepet Pak Anoman jadi serius terus postinganmu iki.
    Mestinya masuk dalam buku PSPB ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. pendidikan sejarah perjuangan blogger, mas...

      Hapus
    2. PSPB = Petani Sapi Perah Bandung

      Hapus
    3. kirain partai sapi perah bookingan...

      Hapus
  8. tentang NII yah???
    Aku pernah punya pengalaman di NII. Insya Allah di posting selanjutnya yah..


    Aku mau ke kantor dulu. Capss...
    Nanti ku lanjutkan lagi

    BalasHapus
  9. ncen ora pisan pindo a soekarno ngentel batire dewek

    BalasHapus
    Balasan
    1. kabeh kabeh kayane, yo...
      wis kudune kaya kuwe ndean nek wong politik...

      Hapus
  10. Satu guru banyak murid berbeda pemikiran. kalo dalam ilmu beladiri yg seperti ini bisa tumbuh dengan berbagai macam sekte. tapi sayangnya kolam mereka adalah negara. dimana tidak boleh ada negara di dalam negara. jadi hanya satu yang menang, dan kebetulan NKRI :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin mereka tak pernah belajar debus dimana ada aturan satu guru jangan ganggu...

      Hapus
  11. Sejarah merupakan benang yang berwarna-warni menurutku Kang. Jadi bagi siapa saja yang dapat merajut dengan indah dengan pola konsep apapun, maka dia akan terlihat indah dalam sebuah almari kaca. (sok tahu ya !)

    He...x9
    Sukses selalu
    Salam Wisata

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul pak..
      cuma masalahnya pemilik lemari kacanya banyak dan semuanya ingin rajutan itu ada di lemari masing-masing...

      Hapus
  12. kesinipun saya mah cari musuh sayah...sipengecut itu..kang.


    BalasHapus
  13. luar biasa pengetahuan sejarah dirimu mas... kagum... top lah.. saya jg cukup intens mengikuti sejarah indonesia..

    BalasHapus
    Balasan
    1. luar biasa apaan
      cuma modal baca sana sini...

      Hapus
  14. setelah baca "pembenaranku 2". terus balik baca ini, pantesan wong para pria macho azh terkagum-kagum tuh sama akang...hiii serem

    BalasHapus
  15. saya sebenarnya juga tertarik untuk menulis tentang kartosuwiryo ini

    BalasHapus
  16. wah jadi inget pelajaran SD, aku SD mas rawins udah kuliah paling ya #datar

    BalasHapus
  17. aseli mas baca dari buku sejarah jaman dulu bosennya setengah mati tapi baca postingan di sini jadi tertarik ceritanya

    BalasHapus
  18. baru tahu ternyata kartosuwiryo orang cerdas...semoga di era sekarang banyak tokoh yang benar benar memikirkan kepentingan negara di banding memperkaya diri

    BalasHapus
  19. coba sikapi sejarah jaman dahulu,jauh kan sama pemuda2 jaman sekarang..

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena