Tunggul Buta dari kejauhan |
Jurnal ini lumayan panjang dan menyebalkan. Kalo takut kebawa mumet, silakan dilewat saja...
Sudah sejak lama aku tertarik dengan keragaman bahasa di wilayah Cilacap sampai kuanggap sebagai anomali. Fenomena ini aku rasakan setelah melihat ada perberbedaan dengan daerah lain yang perubahan bahasanya terjadi secara bertahap.
Perhatikan saja pola perubahan bahasa dari Jawa Timur sampai Cilacap dan dari ujung Jawa Barat sampai Cilacap. Tidak ada peralihan drastis dan selalu memiliki daerah antara. Seperti bahasa Jawa Jogja ke Jawa Banyumasan memiliki bahasa transisi di daerah Kedu dimana dialek masih ikut ke Jogja namun kosa kata Banyumasan semacam inyong sudah masuk.
Di Cilacap perubahan bahasa terjadi begitu ekstrem tanpa batasan geografis yang mencolok. Banyak daerah yang hanya dibatasi pesawahan bahkan jalan atau selokan kecil tapi sebelah pakai bahasa Jawa dan sebelahnya lagi berbahasa Sunda. Sepintas tak kelihatan memang. Namun bila kita membaur akan terasa keanehan itu karena seringkali ada dua orang yang satu ngomong Jawa satunya Sunda tapi nyambung.
Sekian lama aku mencari literatur kebanyakan mentok di penelitiannya W.J Van der Meulen, sejarahwan asal Belanda yang menetap di Jogja. Dimana sejarah wilayah seputaran Gunung Slamet tak lepas dari kerajaan Galuh Purba di abad ke 3 sebelum masehi yang batas kekuasaannya meliputi wilayah dari Cirebon, Ciamis, Kebumen, Purwodadi, Batang dan sekitarnya.
Kerajaan Galuh Purba menjadi cikal bakal berbagai dinasti yang berkuasa di Nusantara. Tak terlalu salah bila dikatakan bahasa Banyumasan merupakan akar budaya Jawa tertua. Namun hanya itu yang dapat ditelusuri sementara fenomena peralihan bahasa secara drastis belum aku temukan.
Jadinya aku pakai metodenya Van Der Meulen dimana penelusuran sejarah dilakukan melalui legenda, mitos atau cerita rakyat yang saling berkaitan dan bisa ditarik benang merahnya.
Wilayah Galuh Purba - image credit banjoemas.com |
Salah satu nya dari Jangka Jayabaya. Di bait 164 menyebutkan kalimat nugel tanah Jawa kaping pindho. Memotong tanah Jawa untuk kedua kalinya bisa berarti pulau Jawa sebelumnya pernah dibelah. Atau dulunya terbelah lalu bersatu untuk kemudian akan dibelah untuk kedua kalinya.
Ini ada kaitannya dengan legenda masyarakat seputaran gunung Slamet, dimana gunung tersebut dipercaya sebagai penjaga keselamatan tanah Jawa. Mitos itu menyebutkan suatu saat gunung Slamet meletus, tanah diantara sungai Comal sampai Losari, antara sungai Serayu sampai Citandui akan hilang dengan bersatunya laut Jawa dan laut kidul.
Mitos lain tentang daerah bernama Cilongkrang, masih di wilayah Cilacap. Berasal dari kata ci dan longkrang yang artinya air dan celah. Melihat kontur wilayahnya, daerah tersebut berbentuk lembah sempit memanjang seperti celah namun tidak ada sungai di tengahnya. Bila kita pakai metodologi Van der Meulen yang juga menelusuri sejarah melalui nama daerah, bisa jadi di masa purba wilayah tersebut memang ada sungai atau air dalam jumlah besar.
Celah Cilongkrang itu diapit dua baris pegunungan yang dinamakan Gunung Kelir dan Tunggul Buta. Mitosnya Gunung Kelir merupakan tempat menyembunyikan perahu emas yang suatu saat akan bersatu dengan Tunggul Buta. Kelir itu sendiri artinya layar dan Tunggul Buta bisa diartikan tonggak raksasa. Bersatunya kedua gunung tersebut bisa diartikan sebagai merapatnya perahu layar ke tonggak raksasa sebagai dermaganya.
Ada benang merah yang bisa ditarik dari mitos-mitos tersebut dimana pulau Jawa dahulu pernah terpisah dan suatu saat akan kembali dipisahkan dengan tenggelamnya wilayah Cilacap. Belum bisa dipastikan secara ilmiah karena cerita rakyat itu berada di daerah samar untuk diterjemahkan antara pengartian secara harfiah dan pemaknaan secara filsafat.
Kemudian...
Apakah perubahan bahasa secara ekstrem di wilayah Cilacap ini merupakan warisan selat purba yang memisahkan pulau Jawa..?
Ada yang berkenan diskusi..?
Intinya
Sekedar berwacana tentang kearifan lokal daripada mumet baca berita politik saat ini. Sekali lagi ini tentang budaya dan tak perlu dibawa ke sisi lain apalagi religi...