#Bimbingan Orang Tua
Setiap 21 April, Kartini menjadi topik rutin baik itu yang pro maupun kontra. Aku sendiri menganggap ini menarik, karena kita bisa berwacana dengan dua wawasan yang berlawanan arah. Sayangnya fanatisme membabi buta ala Indonesia Raya masih saja belum hilang dalam benak sebagian dari kita. Sehingga wacana menarik ini jadi menyebalkan di akhirnya.
Secara pribadi, aku cenderung percaya bahwa Kartini memang hanya boneka Belanda sebagai alat propaganda politik etis. Dimana saat itu Belanda kehilangan pamor di daerah jajahan dan berusaha meniru Inggris yang lebih maju dalam hal memakmurkan koloninya.
J.H. Abendanon dengan posisinya sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda dengan mudah mendapatkan dukungan media massa untuk mempublikasikan buku kumpulan surat-surat Kartini itu secara besar-besaran. Sayangnya surat-surat asli Kartini tidak bisa dilacak keberadaannya sehingga memunculkan kontroversi bahwa sebagian isi buku tersebut adalah rekayasa.
Kartini dianggap alat propaganda bisa lebih terasa ketika sekolah Kartini dibangun dimana-mana bukan oleh keluarga Kartini melainkan oleh Yayasan Kartini yang didirikan oleh keluarga Van Deventer, tokoh politik etis. Pun penerbitan Kalender Raden Kartini mirip dengan propaganda caleg atau calon kepala daerah saat ini selagi musim kampanye.
Namun...
Apapun adanya itu hanyalah catatan sejarah. Tak perlu sampai berdebat kusir seperti yang bisa kita baca di kolom komentar beberapa media online antara yang pro dan kontra.
Kalo memang diskusi, kenapa bukan mencari titik tengah sebagai win win solution agar apa yang terjadi di masa lalu bisa bermanfaat di masa mendatang. Memperdebatkan perbedaan justru membuat kita melupakan esensi sebenarnya dari peringatan hari Kartini. Mengapa mereka tidak bahas ide-ide Kartini yang sesuai dengan kondisi saat ini lalu bersama-sama mengaplikasikannya secara damai..?
Seperti saat memperdebatkan ketidaksetujuan Kartini tentang poligami. Buntut-buntutnya malah jadi saling hujat antar agama. Aneh saja ada orang yang mengatasnamakan tuhan tapi ngomongnya kasar. Padahal salah satu isi surat Kartini menulis, "...agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..."
Aku juga bisa melihat penyelewengan lain dari pola pikir seorang teman feminis. Dalam banyak hal dia sering menggunakan Kartini sebagai icon semangatnya. Namun dalam pergerakannya kadang terlalu frontal dan melupakan bahwa semangat Kartini itu berintikan pada perluasan hak dan pendidikan perempuan untuk kesejahteraan keluarga.
Skrinsut pola pikir teman itu bisa dilihat pada gambar di atas. Itu merupakan potongan dari jurnal 5 tahun lalu yang aku kasih judul Perempuan Sakit Jiwa.
Menurutku, perempuan itu tak perlu lagi menuntut kesetaraan karena kenyataan bicara bahwa perempuan itu diistimewakan. Misalnya di KRL ada gerbong khusus wanita. Kalo minta disetarakan, berarti menuntut gerbong khusus itu dihapuskan dong..?
Perempuan bebas pergi kemana-mana pakai celana panjang, sementara laki-laki tidak ingin pakai rok. Cewek bisa bergandengan tangan atau saling cium pipi dengan sesamanya di tempat umum. Coba kalo cowok yang begitu..?
Selamat Hari Kartini...
Intinya
Perempuan itu istimewa
Memahami dan menghayati semangat Kartini secara benar akan menambah keistimewaan itu. Menuntut emansipasi berlebihan justru melenceng dari cita-cita Kartini dan membuatnya jadi simbol tanpa makna.
Laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda untuk menjadi partner yang saling melengkapi. Laki-laki memang kepala keluarga. Namun layaknya direktur fungsinya lebih banyak disisi aproval sementara konsep lebih banyak dikerjakan perempuan sebagai sekretaris. Jangan dilupakan bahwa senyum atau manyunnya sekretaris berpengaruh besar pada ditandatangani apa tidaknya proposal yang diajukan.
Tak perlu ada rasa lebih tinggi atau rendah. Kalo memang bisa gantian apa susahnya sih. Toh kebanyakan laki-laki lebih mudah kalah tempur bila ambil posisi di atas dibanding bergaya woman on top.
Sekedar analogi...
Laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda untuk menjadi partner yang saling melengkapi.--> setuju banget.
BalasHapuswalau kenyataannya suka saling gontok gontokan :D
Hapusendingnya itu lho... ck..ck...ck....
BalasHapuskenapa, ibu..?
Hapusselamat hari kartono mas hohoho
BalasHapuskartono belum pulang
Hapuskalo diwakilin karnoto boleh kah..?
Setuju kalo perempuan itu memang istimewa Mas. Dan saya (sebagai anggota laki-laki) rela kalau perempuan diistimewakan, cuman ya jangan sampai pikirannya kebablasan kayak skrinsut sampean itu Mas. Kita saling ,embutuhkan memang..
BalasHapusintinya ya memang di kata saling membutuhkan itu, om
Hapusnek mikir bisa sendiri, laki-laki juga bisa berprinsip tiada rotan sabun pun jadi. tapi kan kehidupan tidak dimaksudkan demikian...
Tulisan skrinsut-nya kayak lagi marah ama yang namanya pria, mgk dia lagi sakit hati apa ya..?
BalasHapusMana enak ga ada laki-laki....nek pengen kelonan piye..? Mosok ama guling...?
Mamaaassss...kangeeennn...!
ih kue deneng....
Hapushaha masa lalu, beb...
Hapuscerita 5 tahun lewat di saat kangen adalah barang mahal
Suka bagian yang woman on top....
BalasHapusMaen..
sayang ora ana gambare yah
Hapusngonoh loroan dipoto...
Hapussangat tersentuh dengan kutipan di atas gan :D
BalasHapusmakasih motivasi nya ya gan :D
sama sama om...
HapusKalau sampai sekarang masih ada yg menuntut kesetaraan, sepertinya dia ketinggalan informasi deh Mas..Perempuan sekarang gak butuh kesetaraan yg mereka butuhkan adalah semangat berjuang dalam memperbaiki nasib diri sendiri lalu membawa dampak positifnya bagi lingkungan. Dan kalau masih ada yang mau berdebat apakah Kartini layak disebut sebagai ikon kesetaraan, biarin deh mereka sampai berbusa...Benar atau bukan Kartini dijadikan alat propaganda namun dia toh telah menginspirasi wanita untuk maju. So what gitu lho..
BalasHapusitu intinya bu
Hapusboleh saja berwacana tentang kontroversi itu yang penting esensi positifnya yang kita ambil. bukannya larut dalam perdebatan tanpa ujung
saya tidak menuntut loh mas :)
BalasHapuscuma menguntut ya..?
Hapuskan A sampe Z....sing nyong maca gur analogine
BalasHapus#nyong kartono mana ngerti analogi lik....:D
itu kan kalo ada, lik
Hapuskalo ga ada yang langkalogi...
Yang women on top mbok dikasih fotone, biar aku mudheng.
BalasHapushush pak dhe iki lho..?
Hapus"Toh kebanyakan laki-laki lebih mudah kalah tempur bila ambil posisi di atas dibanding bergaya woman on top."
BalasHapussepertinya itu tidak berlaku buatku om :D
berarti anda memang istimewa, om
Hapushehe...
kontroversi atau bukan, boneka belanda atau bukan, aku cuma mau ucapin walau telat sehari..Happy Kartini Days untuk semua perempuan Indonesia di manapun berada... salam :-)
BalasHapussiyap, ndan...
Hapuswalaupun banyak kontroversi,,yang penting selamat hari karti ya walaupun telat :)
BalasHapuskurang ni, om..
HapusLucu kali ya mas, kalau ada laki-laki bercipika-cipiki ditempat umum.. :)
BalasHapusSaya sangat setuju jika mas Rawin berpendapat wanita istimewa..
udah pernah nyobain ya..?
Hapushaha
saya hobi membaca yang begini ini :
BalasHapusTak perlu ada rasa lebih tinggi atau rendah. Kalo memang bisa gantian apa susahnya sih. Toh kebanyakan laki-laki lebih mudah kalah tempur bila ambil posisi di atas dibanding bergaya woman on top.
ih si amang jorkun pisan...
HapusAnaloginya benar2 cerdas. Dan hanya orang yg berpengalaman yg bisa membuat analogi seperti itu.
BalasHapusSetuju pak..
ternyata kita sama ya..
cerdas apaan..?
Hapushaha dodol ah...
sama jorse nya..
HapusTentang analogi 'kebanyakan laki-laki lebih mudah kalah tempur bila ambil posisi di atas dibanding bergaya woman on top'
Hapusini mungkin ada hubungannya dgn hukum gravitasi ya pak ya?
Mohon untuk bisa diulas pak tentang hukum gravitasi yg berkaitan dgn hal tersebut..
Terima kasih..
saya setuju dengan dirimu mas :P ...
BalasHapuskalau mau kesetaraan jangan melawan musuh dari luar saja (laki-lai) lawan dong musuh dari dalam (para wanita penghianat kartini) . bagaimana artis-artis yang engga tahu malu dibiarkan mengeksploitasi diri mereka dengan dalih kebebasan ekspresi, jangan salahkan laki-laki dong kalau nantinya mengangap wanita sebagai objek, lah itu teman-teman mu yang merusak perjuangan wanita tersebut dibiarkan bahkan dijadikan panutan ...
kan paling mudah menunjuk keluar daripada melihat kedalam
Hapussegala hal diambil simbolnya saja sementara isinya entah belok kemana...
Oooo jd om rawins skrg mau menuntut kesetaraan gender juga sbg pria gitu? Mau minta dibikinin gerbong krl khusus pria gitu?
BalasHapusaku ga pernah naek krl, mils hehe
Hapuskartonoan wae lah ...
BalasHapusikuut...
Hapus