29 Juni 2013

Kabut Asap

#Semua Umur

Lama tidak menyimak berita, sekalinya baca malah mumet kebanyakan cerita yang aneh-aneh tentang negeri ini. Dari sekian banyak berita tidak menarik, ada satu yang sedikit ingin aku ceritakan yaitu tentang kabut asap.

Aku pikir tak salah-salah amat bila JK mengkritik SBY tentang permintaan maafnya ke negara tetangga. Minta maaf memang bukan hal negatif. Namun bila dilakukan atas nama negara, kesannya jadi lebay dan merendahkan martabat bangsa.

Kalo baca berita di tipi, bencana kabut asap kebanyakan dilemparkan kepada peladang berpindah sebagai biang keroknya. Namun ada satu dua hal yang sepertinya perlu diluruskan dari pemberitaan media.

Yang aku lihat di pedalaman Kalimantan, pembukaan hutan benar sering dilakukan dengan cara main bakar. Bisa jadi ini metode paling murah dan efektif ketimbang yang lainnya.

Tapi pada mikir enggak sih, berapa luas lahan yang dibakar oleh kaum peladang. Kebanyakan dari mereka mengolah tanah dengan cara manual. Lahan seluas satu hektar saja sudah repot sekali mereka mencangkulinya. Apa mampu orang sekampung yang isinya cuma berapa kepala keluarga nyangkul sampai ratusan hektar..?

Ada juga kemungkinan mereka buka lahan cuma sedikit, lalu apinya merembet kemana-mana.

Satu hal yang perlu diingat
Kebanyakan masyarakat hutan tradisional kita masih tinggi kesadaran akan kelestarian hutan. Buat mereka, hutan adalah sumber kehidupan yang tak mungkin dirusak semena-mena di luar kebutuhan. Pembakaran dilakukan setelah membuat ilaran pencegah api merembet keluar batas dan selama prosesnya mereka stand by di lokasi untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.




Kalo begitu, lalu siapa pelakunya..?

Yang mampu membuka hutan sampai ratusan hektar sekaligus, siapa lagi kalo bukan industri. Memang ada industri yang membukanya menggunakan alat berat. Namun masih banyak yang pake cara dibakar untuk menekan biaya produksi.

Membakar lahan sampai ratusan hektar, butuh berapa banyak petugas yang harus mengawasi agar tidak merembet keluar konsesi. Yakinkah kita bahwa semua industri mau keluar duit banyak untuk itu..?

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan. Kebanyakan industri di sini milik asing. Kalo pun milik pengusaha pribumi, investornya banyak yang dari luar. Apalagi perusahaan sawit. Sebagian besar investornya dari Malaysia.

Kalo sudah begini, mengapa kita yang harus minta maaf ke Malaysia bila duitnya dikeruk orang Malaysia juga. Setidaknya mereka musti ikut tanggung jawab dong...

Tapi mbuhlah...
Aku cuma penonton doang...
Bisa saja aku salah menilai...


Intinya ya mumet
Kekayaan alam kita dikeruk orang asing dengan pengembalian minim ke masyarakat lokal lalu kita yang meminta maaf. Silakan disimpulkan menurut pemahaman masing-masing saja...


59 comments:

  1. Balasan
    1. baru bangun ya Kang? semangat banget.

      Hapus
    2. udah lunch belum kang .. biar makin semangat.

      Hapus
    3. terus saya ngapain dong ??

      Hapus
    4. kabut asap mendera, presiden meminta maaf pada negara tetangga. tapi kok gak minta maaf ama rakyatnya sendiri ya? #ironis

      Hapus
    5. ternyata cuma pasnem yang berhak dapat pertamax sebenarnya...

      Hapus
  2. Sudah mumet kami sering dicekoki asap Pak, badan sampai bau sangit kayak ikan pe hidup. Yang jelas, prinsip ekonomi berlaku di sini, dengan modal seminimal mungkin, untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya-------walau korbannya adalah masyarakat yang bahkan nggak punya lahan sawit kayak kami.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuk kita beli kelapa sawit. sebutir aja cukup buat bikin asap

      Hapus
    2. mungkin mbak Kusna tidak mau makan, sehingga harus dicekoki ... he he

      Hapus
    3. tangannya lagi kesemutan..

      Hapus
    4. disini bukan cuma asap kebakaran, bu...
      debu di jalan hauling juga tebal sekali sampai jarak pandang cuma beberapa meter.

      yang dekat stockpile lebih gawat lagi. tiap hari harus mandi debu batubara yang tinggi kadar sulfurnya. kebayang kan bila paru-paru sebenarnya lebih layak disebut accu...

      Hapus
  3. enyong pernah dari banjarmasin dan balikpapan waktu itu, pesawate ora munggah-munggah, nganti rong jam, gara2 asap koh.. payah memang, maraih jengkel.

    BalasHapus
    Balasan
    1. enyong baen tau kang...malah nganti 4 jam....
      eh jebul malah pesawat telpun sing tak tumpaki..

      Hapus
    2. hehheee....sambil berdiri ya

      Hapus
    3. kuwe mergane kabotan rika kang Zach .. he he

      Hapus
    4. masih mending tidak munggah munggah
      ketimbang tidak mudun mudun...

      Hapus
  4. yang bikin pusing kok presiden minta maaf sama malay om, memalukan dan merendahkan martabat bangsa..malu jadinya punya presiden koyo ngono

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tutup mukanya pake kresek mas, biar gak malu

      Hapus
    2. haha dianggap pelecehan simbol negara tar...
      padahal negara ini sudah dilecehkan habis habisan oleh simbolnya...

      Hapus
  5. mungkin SBY lupa dengan kata "prihatin" sehingga berganti dengan minta maaf..

    BalasHapus
    Balasan
    1. padahal prihatin tetangga SBY di Pacitan

      Hapus
    2. karena sudah mendekati lebaran makanya pake kata maaf
      kemarin kemarin beliau lagi patah hati makanya selalu bilang perih hati...

      Hapus
  6. sayang sekali.. oh endonesa mu [ku]

    BalasHapus
  7. Begitulah pak ... memang masih sangat kurang kesadarannya. tidak hanya merusak hutan, binatangpun mereka bunuh.. miris

    Setuju tuh pak.. bukan mau enaknya aja.. ikut tanggung jawab juga. Indonesia kan sudah merdeka jangan mau di jajah lagi sama negara lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. kan sesuai pembukaan uud 45
      dimana penjajahan diatas dunia harus dihapuskan
      kecuali penjajahan bidang ekonomi...

      Hapus
  8. harus pakai masker tuch biar gak cepet sakit..

    BalasHapus
  9. Biasanya SBY ragu-ragu untuk bertindak, tapi mungkin minta maaf merupakan skala prioritas, sehingga harus sesegera mungkin

    BalasHapus
    Balasan
    1. waktu ndaptar presiden, ragu ragu enggak yah..?

      Hapus
  10. negri ini memang kebablasan..sudah hasil hutan dorampok oleh negara lain..eeh pak presiden malah minta maaf karena asap hasil kebakaran hutan yang dirampok oleh negara lain....ueeedaannnn :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. asap pada ngacir kesana, mungkin karena sudah diklaim oleh malaysia, pak...

      Hapus
  11. Semoga saja para pembakar lahan diampuni dosa-dosanya,,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. ditambahin, pak...
      pembakar yang tidak bertanggungjawab
      karena peladang juga main bakar tapi hati hati...

      Hapus
  12. Padahal mereka hirup oksigen dari hasil hutan kita mereka nggak ngomong "matur nuwun" yah...

    BalasHapus
  13. mo malingsia kek mo singaparna kek tetap ja pamerentah yang salah...

    ngomong2 jalan2 mulu sih kang, ajak2 napah

    BalasHapus
    Balasan
    1. jalan jalan ke hutan kok
      ga ada asiknya...

      Hapus
  14. Hemmm Semoga cepet selese deh masalahnya ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ga akan ada selesainya selama pengawasan industri di lapangan tidak juga diperbaiki...

      Hapus
  15. Kembali pada jaman VOC dengan versi yang berbeda ya kang.

    Salam wisata

    BalasHapus
    Balasan
    1. sekarang kan jamannya kompeni kawin sama komunis, pak
      hehe...

      Hapus
  16. emang negara kita ini negara yang salah urus ...

    BalasHapus
  17. lama-lama habis ya milik negara kalau dikuasai asing semua

    BalasHapus
  18. kalau peladang lokal main bakar2 sampai asapnya diekspor ke luar negeri, seharusnya ekspor asap ini sudah terjadi di abad-abad sebelumnya

    faktanya kan sejak industri masuk, barulah indonesia ekspor asap

    BalasHapus
  19. Rakyat kita kan hanya jadi kuli di perusahaan asing di negeri tercinta ini.mimpi kali ya,,meliat rakyat kita jadi tuan rumah di negeri sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang gitu kok
      kalo orang luar kerja di kita gajinya selangit
      kebalikannya tki gajinya seuprit..

      Hapus
  20. yach....begitulah pak SBY, aku sendirisebenere jg gak begitu setuju dengan perminta maafan pak SBY koq deku2 karo wong asing sik jajah kekayaan kita...... wkkkk

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena