Merantaulah agar kamu tahu rasanya mudik...
Propaganda kapitalis yang memanfaatkan keluguan umat dan momen hari raya keagamaan. Mudik dianggap identik dengan Idul Fitri yang tak bisa lepas dari ibadah puasa. Mudik dianggap bagian dari rangkaian ritual puasa padahal yang dianut pemeo jadul, poso ora poso asal mudik...
Realitanya tak ada Idul Fitri bagi kebanyakan pemudik. Adanya ucapan sugeng riyadi di hari riyaya. Hari dimana perantau memamerkan kesuksesan di kampung halaman walau sebagian sebenarnya semu. Tapi itulah pemicu perputaran kapital yang luar biasa besar dalam sepenggal waktu. Dari sekedar penjual mercon sampai juragan pesawat terbang berbusa-busa menawarkan dagangan dengan kamuflase ibadah mudik. Alhamdulillahnya "korban" nya mau. Syukron akhi...
Atas nama silaturahmi, itu benar tapi tidak banget. Saling bermaafan sebagian masih sebatas formalitas. Umumnya cuma nyamperin yang hubungannya baik-baik saja. Kepada yang jelas-jelas banyak masalah kebanyakan enggan mendekat tak peduli itu keluarga sendiri.
Jadi jamaah mudikiyah apa bukan urusan masing-masing. Tapi tidak semestinya terlalu didramatisir ala yang banyak tayang di medsos. Unsur borjuis kapitalis lebih dominan ketimbang sisi romantis agamis. Atas nama pencitraan saja makanya banyak yang tidak sadar bahwa sebagian isinya omong kosong layaknya ucapan mohon maaf lahir batin...
Lha trus kepiye..?
Emang tidak ada ucapan dan tindakan lain yang yakin lebih ikhlas dan tulus?
Misal, mohon nafkah lahir batin...
Luweh...
#MabokSirupMarijan
#KorbanKongGuanIsiRenginang
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih