27 Juni 2012

Cemburu

#Bimbingan Orang Tua

Membelajari anak-anak supaya akur memang punya seni tersendiri. Apalagi kalo usia anak-anak tersebut seumuran dan masih seumur Citra. Sekedar nasehat seringkali tak digubris karena memang nalarnya belum nyampe. Dikerasin dikit juga tidak semestinya. Yang bisa dilakukan hanya berusaha memisahkan mereka dengan dengan sesuatu yang menarik hati masing-masing. Walau kadang sesuatunya itu malah menarik minat keduanya yang berbuntut rebutan lagi.

Memasuki usia 2 tahun, Citra sudah mulai bisa dinasehatin agar mau mengalah ke adiknya. Kalo mainannya diminta si Ncip, dia akan cari mainan lain. Sayangnya si Ncip yang kadang suka keterlaluan. Mungkin dirasa ga rame kalo ga rebutan, setiap Ncit ganti mainan ya diuber direbut lagi.

Kasihan kalo si Ncit lagi kepengen bermanja-manja ke ibue. Adiknya pasti ribut nyamperin sambil ngejambak rambut kriwil kakaknya. Kayaknya tuh anak cemburu berat kalo liat mbaknya deket-deket ibue. Untung Citra sudah bisa lebih mandiri dan bisa sedikit mengikhlaskan ibue dikuasai adiknya hampir sepanjang waktu.

Sayangnya sikap mengalah si Ncit itu cuma ke adiknya doang. Ke bapaknya, rasa cemburunya lebih besar ketimbang si Ncip. Asal keliatan bapaknya deket-deket ibue, langsung ngambek dia. 

Dan itu pula jawabannya kenapa setiap tidur malam harus senantiasa waspada kalo tak mau koleksi benjol bertambah. Gara-gara ngelindurnya mepet-mepet ibue, sudah dua kali kepalaku digetok Citra pake remote AC...

Read More

26 Juni 2012

Akhir Galau KW1

#Bimbingan Orang Tua

Untuk pekerja tambang yang hanya bisa pulang 3 bulan sekali, asal muasal kata galau adalah saat ambil tiket cuti sudah ditanya kapan balik lagi ke site..?
#Berasa pengen lempar koper ke HRD...

Galau KW1 mulai terasa saat jam menunjukkan tengah malam tapi jemputan belum juga datang padahal dari sore sudah wangi. Menempuh perjalanan malam juga terasa lama. Mulai bisa bernafas lega setelah tiba di bandara walau agak pedih liat antrian check in yang bak ular naga panjangnya. Lebih pedih lagi setelah antri setengah jam lebih, sesampainya di depan loket cuma dapat lambaian tangan, "tujuan Jogjakarta check in di loket ujung sana, pak..."
#Berasa pengen bikin plang segede meja pingpong buat dilemparin ke petugasnya...

Pindah antrian dan ditunggu agak lama kok masih saja jalan di tempat. Jebulnya dari dua loket tersedia petugasnya cuma ada satu orang. Dengan segala kegalauan yang terjadi, mendadak inget kemarin sorenya bolak balik nyobain web check in dan selalu gagal. Daripada penasaran aku tanyain ke petugas check in, errornya dimana. Eh, malah dibecandain, "gara-gara penumpang saat turun pesawat ga pernah pada check out, pak..."
#Berasa pengen ngajakin petugasnya check in di hotel buat ngerokin Hulk yang masuk angin...

Soal delay sebenarnya sudah dimaklumi sejak awal saat menggunakan maskapai berkode penerbangan JT alias jagoan telat. Makanya terasa surpris banget ketika terdengar suara merdu berkumandang, "penumpang yang terhormat, saat lepas landas sudah tiba. Silakan kembali ke tempat duduk. lipat meja, kencangkan ikat pinggang..." 
Benar-benar merdu sampai terdengar pengumuman lebih lanjut. Kali ini suara asli bukan rekaman, "ting-tong... Maaf, barusan kepencet. Karena alasan operasional, penerbangan anda bla bla bla..."
#Berasa pengen mencet idung pramugarinya pake idung Boing 737 900ER...

Itulah indahnya perjalanan hidup
Pahit, asin, asem dirasakan namun segera berubah manis saat keluar terminal kedatangan ada ibue, Ncit dan Ncip tersenyum menyambut. Agak terasa sepet saat perjalanan pulang ibue minta mampir ke minimarket yang biasanya buat beli sarung, tiba-tiba bilang mau beli pembalut...
#Berasa pengen bilang ke ibue agar sekalian beli sabun matic satu kilo...

Berasa lagi indahnya dunia setelah tau yang dibeli adalah pembalut dan plester untuk dengkul si Ncit yang lecet kejempit pager...
#Alhamdulillah... Jokjaaa...!!!





Read More

19 Juni 2012

Virus Bokep

#Dewasa

Jurnal siang tadi ditanggapi seorang teman melalui messenger. Katanya pemblokiran website tertentu itu wajib agar tidak meracuni generasi muda penerus bangsa. Tak perlu ada coba-coba karena sesuatu yang haram, mencoba sedikitpun tetap haram.

Dalam hal ini aku tak mau berteori yang tak pasti. Aku cuma bisa menceritakan apa yang pernah aku lakukan dan rasakan. Bagaimanapun juga pengalaman itu fakta, sementara teori masih bisa dikategorikan bayangan. Kalopun apa yang aku pikirkan berbeda dengan orang lain, itu merupakan sesuatu yang manusiawi karena pengalaman hidup setiap orang tidaklah sama. Mau dikaitkan dengan halal haram, sepertinya aku pernah dengar kalo yang haram pun bila diniatkan untuk obat tidaklah dilarang.

Aku coba buka ingatan akan jurnal lama tentang imunisasi atau isolasi. Disitu aku ceritakan tentang contoh kasus yang hampir mirip. Jaman aku kecil dulu, mandi di sungai sekalian mandiin kerbau jadi kegiatan tiap hari. Namun sangat jarang anak-anak masuk angin atau sakit perut. Beda banget dengan anak sekarang yang boro-boro mandi hujan, nginjek tanah saja sudah dilarang orang tuanya dengan alasan banyak kuman. Dan menjadi sebuah kenyataan bila anak sekarang lebih gampang sakit.

Dalam dunia kedokteran mengenal istilah imunisasi. Untuk menangkal penyakit berbahaya, tubuh diracuni dengan bibit penyakit yang sudah dilemahkan. Dengan imunisasi, tubuh jadi bisa melawan serangan penyakit secara mandiri. Ini hampir sama dengan kasus anak kecil jaman dulu yang dibiarkan bermain tanah. Saat kondisi fit, tubuh mereka sedikit diracuni agar menjadi imun.

Soal pornografi pun sama. Saat anak diisolasi dengan cara blokir total terhadap akses yang dianggap tabu, pada waktu ada kesempatan diluar pengawasan mereka justru nyolong-nyolong dan berbagi info yang tak bisa dipertanggungjawabkan dengan teman. Bisa aku lihat dari teman-teman sekolah yang orang tuanya keras dalam mendidik. Memang saat di rumah mereka kelihatan seperti anak mamah yang baik-baik selalu. Namun jangan tanya saat di luar rumah, persis seperti kuda lepas dari kandang. Saat ketahuan anaknya berbuat tidak baik, orang tua bukannya instropeksi diri malah menyalahkan lingkungan.

Kasus sebaliknya aku lihat pada kakaknya Citra yang sejak TK sudah keranjingan internet. Tak pernah aku blokir koneksinya agar otaknya bisa sedikit diracuni oleh apa yang dia buka. Aku tak komentar apa-apa saat dia nyasar ke blog kurang senonoh sampai akhirnya bertanya, "pada ga pake baju kok engga malu, yah..?"

Saat racun itu mulai masuk, tugasku untuk melemahkannya sudah dimulai. Aku sampaikan dengan gaya bahasa yang bisa dimengerti anak seumuran Adi bahwa manusia itu bermacam-macam tingkahnya. Imunisasi otak itu aku anggap sudah mulai efektif ketika dia sudah bisa ambil kesimpulan sendiri dengan mengatakan bugil di internet adalah perbuatan orang gila. Sejak saat itu akupun tak pernah kawatir lagi melepas Adi main sendiri di warnet tanpa harus aku tungguin. Paling banter saat mampir ke warnet aku sempatin lihat apa yang dibuka si Adi melalui log server.

Saat nyasar lagi ke web bokep pun dia tak pernah sungkan laporan habis liat orang gila lagi. Begitu juga saat nemu sesuatu yang dianggapnya aneh, dia dengan ringannya banyak bertanya kepadaku. Sebuah keterbukaan anak yang mungkin tak akan aku dapatkan bila aku melarangnya untuk buka ini itu. Padahal yang aku rasakan dari anak sekarang, keterbukaan akan hal negatif itu merupakan kunci untuk kita melemahkan virus yang masuk agar mampu melawan virus sebenarnya yang lebih berbahaya suatu saat nanti.

Ada baiknya pembelajaran agar anak bisa menjadikan orang tua sebagai teman bicara sudah ditanamkan sejak dini. Saat pikiran anak masih bersih, memberikan pemahaman akan menjadi lebih mudah. Orang tua yang selalu arogan memposisikan diri sebagai orang tua, aku lihat banyak yang gagal mencegah anak tidak terjerumus. Sudah saatnya kita memahami bahwa dunia sudah berubah. Memaksakan anak berpola pikir seperti kita sama saja dengan kita berusaha memundurkan jaman.

Tapi memang, pelaksanaan di lapangan tidak semudah membalikan telapak tangan. Kesulitan terbesarnya adalah bagaimana mencari bahasa yang mudah dipahami anak tapi tidak mengaburkan atau bahkan membelokan informasi yang diberikan. Memberikan informasi yang salah akan terasa efeknya saat anak mulai besar dan mengerti fakta yang sesungguhnya. Minimal anak jadi berpikir kalo orang tuanya ternyata pembohong.

Salah satu contohnya waktu kepergok lagi melaksanakan ibadah malam. Siapa yang ga gelagepan lagi nangung malah disergap pertanyaan, "kenapa ayah dan ibu seperti orang gila..?"

Dengan hati-hati aku jelaskan bahwa orang kurang waras itu yang telanjang didepan umum atau difoto-foto kemudian dipasang di internet. Kalo di ruangan tertutup, tidak ada orang lain atau lagi mandi itu boleh dilakukan. Anak kecil juga boleh mandi bareng orang lain, tapi kalo sudah besar biasanya tidak lagi karena malu. Dasar anak kritis, masih nguber juga dia. "Ayah sama ibu kan udah tua, kok engga malu..? Kenapa *****nya dimasuk-masukin..?"

Sambil ngempet inget ibadah yang nanggung, aku jelasin lagi bahwa orang yang sudah menikah boleh seperti itu. Karena orang menikah itu pengen punya anak. Anak itu kan keluarnya dari perut ibu, jadi harus ditengokin sudah ada dedek bayinya apa belum. Makanya Adi kalo malem terbangun tidak boleh masuk kamar orang tua tanpa mengucap salam. Soal itu tidak sopan kalo dilihat orang lain termasuk anak-anak.

Melihat si Adi manggut-manggut aku sudah bisa bernafas lega. Aku pikir cara penyampaianku sudah benar. Namun tiba-tiba dia ambil kesimpulan yang bikin aku mendadak sesak nafas...

"Berarti ayah kaya mbah kalo di kandang ayam suka nyolok pantat ayam biar tau udah mau bertelur apa belum ya..?"
"Hmmmm betul, sayang. Sekarang bobo lagi ya..."
"Kalo cuma gitu, kenapa ga pake jari saja, yah..?"
%$#@&*^@$#


Beneran bikin aku kehabisan kata-kata
Buruan pake sarung dan mengangkatnya ke kamar mengeloninya sampe pagi
Kuharap imunisasi otaknya bisa berfungsi lebih efektif daripada DNS Nawala


Read More

Bayangan

#Semua Umur

Buka blog yang pake capcay saja rasanya sudah terdzolimi banget. Apalagi kalo setiap buka google dihadang masalah serupa..?

Hal itu beneran terjadi di koneksi perusahaan. Katanya google mendeteksi aktifitas ilegal dalam jaringanku. Yang setelah aku telusuri ternyata berawal dari kebijakan perusahaan untuk menutup akses secara total ke web-web yang dianggap tidak berhubungan dengan aktifitas perusahaan. Timku setiap hari disibukan acara hunting fox menangkapi penerobos pagar dan menutupi celah-celah yang terbuka.

Aktifitas user menggunakan anonymous proxy atau software tunneling pihak ketiga untuk menembus blokir itu oleh google dianggap aktifitas ilegal dan ip publikku masuk blacklist. Efek paling fatal menimpa email kantor yang selalu direject oleh server penerima karena filter spam mereka rata-rata mengambil data ip spammer dari blacklist tersebut.

Perlu pendekatan tingkat tinggi untuk menjelaskan hal tersebut ke manajemen sampai akhirnya aku diijinkan memblok hanya pada jam kerja saja. Kemudian aku bergerilya di level bawah untuk meminta user mengerti kesulitanku mengelola jaringan. Ke google, yahoo dan provider lain juga harus bolak-balik meyakinkan mereka agar menghapus ip publikku dari daftar hitam.

Apa yang dipikirkan manajemen hampir sama dengan pemahaman masyarakat pada saat aku buka warnet di kampung 5 tahun lalu. Begitu banyak tokoh masyarakat menentang hanya karena dalam benak mereka, internet itu identik dengan pornografi. Dijelaskan sisi-sisi positifnya juga susah menerima. Cuma sayangnya, ketika sudah beraroma uang mereka tidak lagi konsisten.

Waktu itu aku banyak keliling ke sekolah-sekolah mengajak kerjasama pembelajaran internet. Pada waktu pelajaran TIK, murid digiring ke warnet. Satu komputer untuk dua siswa sehingga tiap anak cuma bayar 2500 perjam. Tutor aku yang siapkan dan gurunya cukup duduk manis sambil menghitung jatah buat dia yang 500 perak per murid. Selain itu aku juga banyak keliling ke kampung-kampung yang menjadi daerah pengekspor tenaga kerja ke Hongkong atau Taiwan. Aku sampaikan kalo ngobrol di warnet pakai Instant Messenger lebih hemat ketimbang nelpon. Sejam cuma 5 ribu, bisa liat orangnya lagi.

Gara-gara siang hari warnet penuh anak sekolah dan malamnya yang mau chat keluar negeri sampai antri, orang yang dulu paling keras menentang tiba-tiba datang dengan mupeng, "mas, kalo bikin warnet caranya gimana ya..?"

Mungkin memang begitu tipikal sebagian dari kita kita yang seringkali takut pada bayangan. Mencoba bertindak dan mencoba membayangkan tentu sangat berbeda. Ketakutan saat membayangkan itu sama artinya kita kalah sebelum berperang tanpa ada kemungkinan menang. Tak akan pernah ada pengalaman pahit yang bisa dijadikan bahan instropkesi kedepannya. Dengan mencoba, kita jadi punya dua peluang yaitu menang atau kalah. Saat menang kita dikatakan berhasil dan saat kalah, kita jadi punya bahan untuk mempersiapkan strategi selanjutnya. Harus selalu diingat, apa yang diatas kertas seringkali berbeda dengan hasil di lapangan.

Seperti aku dulu sengaja pilih istri yang putih biarpun rada cengeng dengan satu harapan, anakku putih cakep kaya ibunya dan pinternya ikut bapaknya #pitnaaah... Siapa yang salah ketika Citra lahir kaya bapaknya yang item, jelek, ga pernah sisiran, bandel, pecicilan, suka manjat pager dan yang ikut ibue cuma hobi nangisnya.

Apa salahnya kita ikutan iklan deterjen
Berani mencoba dan berani kotor itu baik


Read More

18 Juni 2012

Bukan Pecinta Hujan Lagi

#Semua Umur

Saat Katon bernyanyi...
...hujan basah di luar sana

Tigapuluh tahun lalu...
Aku akan berteriak kegirangan, buka baju lalu melompat keluar rumah. Sambil tak lupa menyanyikan lagu kebangsaan, "Uruk-uruk udan gede ana lele mlebu bale..."

Lima belas tahun lalu...
Aku akan tersenyum bahagia karena ada kesempatan berduaan lebih lama dan mengharap hujan tak segera reda. Aku pun akan dianggap romantis walau hanya berucap pelan, "hujan turun lagi, yang..."

Kali ini...
Hujan tak lagi mampu membuatku atau orang-orang di sekitarku berbisik. Bukan karena tidak ada niat atau kesempatan, namun karena berteriak pun seolah sia-sia saja tak pernah sampai ke telinga para penguasa negeri ini. Kalimantan bumi yang kaya energi, namun listrik dan BBM merupakan barang langka. Saat musim hujan tiba, listrik padam berhari-hari sudah tak perlu dipertanyakan lagi.

Mereka yang hidupnya sudah tergantung kepada listrik, mau ga mau harus menyiapkan genset. Padahal BBM susah sekali didapat. SPBU Pertamina satu kabupaten cuma satu. Untuk beli bensin 20 liter saja harus antri berjam-jam. Kalopun ada di pertamini, harga ecerannya antara 8 sampai 10 ribu perak perliter.

Itu juga yang suka aku sampaikan ke ibue ketika mengeluh bayar listrik sebulan sampai 400 ribu. Disini perumahan yang memelihara genset, rata-rata butuh bensin atau solar 10 liter perhari. Itu artinya pengeluaran satu hari hanya untuk listrik sekitar 80 - 100 ribu. Padahal tiap hari ribuan ton batubara Kalimantan dikeruk dan dikirim ke Jawa untuk menyuplai PLTU. Makanya aku setuju dengan demo para gubernur Kalimantan beberapa waktu lalu yang melarang tongkang batubara beroperasi selama kuota BBM untuk Kalimantan tidak ditambah.

Selain masalah listrik, hujan juga menyusahkan prasarana transportasi. Jalanan antar kota yang sebagian besar masih jalan tanah, hancur berantakan saat diguyur hujan. Efeknya sudah jelas. Semua bidang kehidupan disini jadi berbiaya tinggi. Saudara-saudara kita di Jawa, melihat jalur pantura yang sedikit berlubang-lubang saja sudah sedemikian ngomelnya. Bagaimana kalo mereka menemukan jalan seperti di Kalimantan sini..?

Sebuh ironi yang menyakitkan...
Di saat pemerataan pembangunan tidak seimbang dengan penjarahan sumber daya alamnya, kita masih saja dituntut untuk mempertahankan nasionalisme. Tidakkah mereka pikirkan bahwa di daerah perbatasan, kehidupan masyarakatnya lebih banyak bergantung ke negara tetangga. Apa artinya pemerintah membagikan tabung gas 3 kg secara gratis, bila isi ulangnya susah didapat karena kesulitan transportasi.

Jangan salahkan masyarakat yang akhirnya memilih nyebrang perbatasan untuk membeli elpiji petronas. Tidakkah penguasa melihat betapa sakit hatinya kita melihat semua ketimpangan itu, sementara di sebrang patok perbatasan kelihatan jalan-jalan mulus dan kota yang rapi milik Malaysia.

Sudahlah...
Tak akan ada habisnya membicarakan penguasa negeri ini.
Mungkin benar apa kata Katon di syair selanjutnya.

...perih seharusnya
rindu sebenarnya
andai kita mampu bertahan
dengan mengerti tanpa alasan semua ini
takkan terjadi dan kini sesalku meraja
terciptalah doa...


Begitulah...
Telah luntur kecintaanku pada hujan dan wangi tanah basahnya
Dan sejujurnya sejak tiga tahun lalu pun aku sudah mulai tak menyukai hujan
Saat hujan turun, akupun masih suka berbisik mesra, "hujan turun lagi, bu..."
Kadang ibue balas menatap lembut sambil mendesah, "hmmmm..."
Tapi kayaknya lebih sering ibue melompat dari tempat tidur, "hadeuh jemuran, yah... bantuin angkatin.."
Atau malah berteriak kenceng, "ayaaah, genteng bocor lagi... dapur banjiiir..."

Read More

Demam Move On

#Semua Umur

Saat meeting, si bos komplen blekberinya ga bisa nyambung ke hotspot, sementara jaringan GSM tidak bisa dipakai karena sinyal luplep. Kelamaan aku utak-atik belum juga berhasil, komplennya masuk ke stadium lanjut. "Gimana sih, IT disuruh nyeting hape saja gabisa..?"

Sambil nyengir aku jawab, "harap maklum, bos. Seumur hidup belum pernah punya Blekberi..."

Mendengar jawaban itu, si bos bilang ke sekretarisnya, "besok sampai Jakarta beli blekberi paling canggih, kirim ke dia.."

Kalo biasanya meeting itu sesuatu yang menyebalkan buatku. Kali ini kayaknya beda. Mungkin sesuai dengan pepatah Jawa yang mengatakan "meeting tresno jalaran soko kulino..."

Minimal hatiku jadi rada berbunga-bunga sampai selesai meeting, sekretaris bos nyamperin dan bertanya, "itu pembayaran blekberinya mau dipotong berapa bulan..?"
"Maksut loh..?"


Kirain mau dikasih cuma-cuma. Kalo musti bayar juga, walau nyicil mendingan engga deh. Sudah telanjur nyaman menggunakan hape murahan dan males balik ke semarpun. Orang boleh bilang dengan semarpun kita jadi semakin canggih. Kenyataan yang aku rasakan engga gitu kok. Jaman belum kenal hape, puluhan nomer telpon orang-orang terdekat aku bisa hapal. Sekarang boro-boro. No hape sendiri atau no ibue Citra saja perlu mikir agak panjang untuk mengingatnya.

Dulu disuruh ngitung rumus panjang bak integral diferensial bisa dilakukan diluar kepala. Sekarang, beneran di luar kepala alias ga ada bayangan sama sekali. Ngitung 7 x 8 saja sibuk cari kalkulator. Jadi istilah semakin canggih gadget berarti semakin cerdas orangnya menurutku salah besar. Yang ada malah ketergantungan yang kian akut terhadap gadget.

Kalo masih melihat fungsi sebenarnya okelah. Yang aku rasakan selama ini, aku lebih cenderung melihat sisi tren dan gengsinya. Semarpun belum lama ganti, melihat ada yang baru langsung deh demam "move on" menginfeksi. Buntut-buntutnya menjalar ke bidang perekonomian yang terjerat konsumerisme dan terus menerus dijadikan lahan basah oleh negara produsen gadget.

Apa ini karena demam Afika juga.?
"Afikaaa..."
"Iyaaa..."
"Ada yang baru nih.."
"Gampang banget move on ya, cieee..."




Read More

17 Juni 2012

Profil

#Semua Umur

Satu hal yang sepele tapi menyebalkan di jejaring sosial adalah ketika ada teman yang nanya, "no hapemu berapa..?" atau "emailmu apa..?"

Perasaan aku tak pernah pelit soal contact. No telpon atau minimal alamat email dan identitas lain selalu aku cantumkan di profil. Bukan karena narsis atau pengen tenar. Melainkan karena sadar diri aku tuh suka ngoceh sembarangan. Aku tak ingin dibilang orang yang suka lempar batu sambil ngumpet. Sehingga saat ada yang merasa tidak nyaman dengan celotehanku, ada hotline service untuk menyampaikan sanggahannya secara pribadi. Bagaimanapun juga aku butuh koreksi sebagai sarana instropeksi.

Aku bisa memahami masih banyak teman kita yang pengen ngomong sesuatu tapi tak mau diketahui orang lain. Seperti saat ada jurnal yang dianggap nyleneh, jarang yang mau buka front di kolom komentar biar bisa didiskusikan secara terbuka. Lebih banyak yang mencaci maki melalui japri. Mungkin ini yang disebut keinginan bebas berpendapat tapi pelaksanaannya setengah-setengah. Pengen bebas ngomong tapi jaim bin narsis ambil posisi aman. Ingin beropini keras tapi takut dikeroyok banyak orang.

Dengan dalih keamanan identitas di internet, orang seringkali menutup rapat identitas dan aktifitasnya. Anehnya tanpa basa basi suka main add contact dengan sewenang-wenang. Padahal sebelum aku putuskan untuk menerima atau tidak, pertama kali aku buka adalah profile. Kalo sudah begini, apa dasarku menerima pertemanan itu bila profilnya cuman tertulis gender = female. Pertemanan bukanlah cinta yang harus memandang gender.

Ada lagi yang profilenya kosong melompong tapi bolak-balik update status membagikan pin Bau Badan minta invite. Gak konsisten blash. Apa karena di Indonesia punya BB dianggap keren, makanya biarpun segala identitas wajib diumpetin demi keamanan, orang lain tetep wajib tau kalo kita punya BB.

Sekian tahun aku cantumkan profil di blog atau pesbuk, tak pernah ada masalah krusial. Kalo cuman kebanjiran spam itu mah ga perlu dianggap ancaman keamanan. Orang email baru dibikin beberapa jam belum sempat digunakan saja sudah ada spam masuk. No hape baru diaktifin saja sudah kemasukan sms sampah.

Jaman serba terbuka begini, sudah sangat sulit untuk menutupi sesuatu. Contoh paling gampang adalah google analytics. Hanya dengan membuka halaman blog yang diselipin script pendek, google bisa tahu kita buka pakai apa bahkan sampai resolusi monitor yang kita pergunakan. Siapa yang jamin kalo google tidak sampai mengetahui isi hardisk kita..?

Tak perlulah kita terlalu ketakutan dengan identitas. Urusan dijahati orang mah ga perlu menyalahkan orang yang ga kenal. Yang sudah akrab dari kecil juga kadang mau kok menyikut dari kanan kiri. Merasa suka dengan dunia terbuka seperti sekarang, harus siap-siap juga dengan segala resikonya. Toh di dunia tidak ada sesuatu yang 100% manis tanpa ada sisi pahit asin asemnya.

Tar jadi aneh aja seperti iklan tipi
"Afikaaaa...."
"Iyaaa..."
"Nama kamu siapa..?"

#Lempar panci...
Read More

16 Juni 2012

Cari Duit di Blog

#Semua Umur

Akhir-akhir ini, emailku kebanjiran penawaran berbau scam yang kebanyakan ajakan untuk memajang iklan di blog. Dari sekedar pay per click sampai yang bersifat afiliasi. Selama ini sih aku cuekin setelah sekian tahun memutuskan untuk hengkang dari dunia bisnis melalui blog.

Apalagi setelah domain rawins.net yang selama ini aku gunakan untuk menaungi berbagai blog mencari duit ga aku perpanjang lagi. Ada rasa tak enak bila domain rawins.com yang aku gunakan untuk buang sebel harus dikomersialisasi.

Mungkin sudah menjadi kepastian hidup, apabila kita menginginkan sesuatu suka sulit untuk meraihnya. Sebaliknya saat kita sudah cuek, malah pada nyamperin. Aku ingat beberapa tahun yang lalu saat masih getol-getolnya bermain di dunia itu. Susahnya minta ampun cari publisher yang mau terima blogku. Mendaftar google adsense saja berulang kali ditolak. Begitu diterima, perjuangan mendapat impression tinggi terasa banget beratnya.

Inget google adsense, barusan aku iseng buka akunku dan ternyata masih aktif walau lama tak dipergunakan. Aku ga nyangka bila di GA masih ada duitku mengendap USD 150. Tercatat penarikan terakhirku sebesar USD 100 pada bulan Desember 2008. Klik terakhir tercatat Desember 2010. Berarti selama 2 tahun itu masih ada iklan aktif tanpa aku sadari dan menghasilkan 150 dollar.

Melihat itu, jadi kepikiran untuk kembali aktif. Tapi sekian lama ngeblog hanya untuk ngoceh, rasanya kok males banget untuk memulai segalanya dari awal lagi. Apalagi kalo inget yang bisa menghasilkan banyak dollar adalah blog berbahasa Inggris. Kerasa capenya ngedit-edit artikel hasil translitan google agar tidak terasa aneh di mata pembaca.

Satu blog sehari harus rutin satu artikel. Ngurus 5 blog berarti harus menyiapkan 150 artikel konsisten setiap bulannya. Kunci mendapatkan pengunjung yang aku gunakan cuma dengan konsistensi artikel saja dan tak pernah pakai trik SEO macam-macam. Soalnya pernah aku coba pakai artikel asal tapi disupport bermacam trik dari master-master SEO, memang tingkat kunjungan tinggi tapi tingkat bouncing atau halaman ditinggalkan pengunjung sesaat setelah dibuka juga sangat tinggi. Jadinya duit yang nyangkut bisa dibilang tidak ada.

Memang sudah banyak publisher pay per click yang melayani blog berbahasa Indonesia. Sayang aku kurang suka dengan iklan yang ditayangkan. Tak seperti GA yang materi iklannya mengikuti isi jurnal. PPC lokal, apapun jurnalnya tetep iklannya didonimasi obat kuat dan penawaran afiliasi berantai.

Memang ada email masuk yang menawarkan iklan dalam bentuk artikel berbahasa Indonesia dengan pembayaran Rp 50 ribu per artikel. Poin-poinnya kelihatan menarik. Tapi ketika aku buka websetnya untuk cari penjelasan lebih lanjut, disitu tertulis under construction. Hadeuh, Indonesia raya banget...

Ikutan lagi gak ya..?

Read More

15 Juni 2012

Firasat

#Bimbingan Orang Tua

Fisik makin menua kayaknya. Kena gerimis waktu ngebut pake speedboat tengah malam kemarin saja, paginya badan meriyang. Lagi diingetin kali, biar ga sok jagoan lagi inget badan yang makin uzur.

Inget kalo urusan sakit suka nyetrum ke Citra, buruan aku nelpon ibue nanyain kabar. Begitu diangkat terdengar suara si Ncit lagi ngoceh diiringi tangisan si Ncip. Baru mau seneng dengar tuh anak masih terdengar ceria, eh suara ibue malah kedengeran serak. Ternyata ibue dan anak-anak meriyang semua.

Yang rewel memang cuman anak lanang. Anakku yang cewek nurunin bapaknya dalam urusan ndablek. Sakit kaya apa asal masih bisa bangun, tetap saja pecicilan seperti biasa. Rewelnya tar menjelang tidur. Sampe ibue bilang, persis kaya anak ayam menggigil kehujanan berebutan ngumpet ke ketiak induknya.

Masuk logika atau tidak begitulah adanya. Setiap Citra sakit aku ikutan sakit. Termasuk ketika kondisi fisikku lagi sehat, cukup makan dan istirahat. Dengan si Ncip aku belum menemukan ikatan perasaan yang spesifiknya dalam hal apa. Sama ibue juga kayaknya ga ada. Kalo cuman nyetrum urusan kangen itu sih umum banget dan ga perlu dianggap firasat.

Kan ada tuh temen yang suka cerita. Kalo tangan kanan istrinya kedutan di pagi hari, biasanya mau dapat rejeki agak banyak. Memang ini soal kepercayaan dan tidak bisa digeneralisir. Tapi buat mereka yang percaya, kadang dijadikan patokan juga. Seperti teman yang hobi mancing. Tiap pagi dia lihat posisi tidur istrinya. Kalo istrinya miring ke kanan, biar dapat ikan banyak dia akan pegang pancing pakai tangan kanan. Istrinya tidur miring ke kiri, pegang pancing pakai tangan kiri. Kalo istrinya tengkurep, dia pegang pakai 2 tangan. Gausah tanya kalo istrinya tidur telentang, pasti dia ga akan pergi mancing di luar rumah.

Ibue kadang iseng baca horoskop. Sayang ga konsisten. Kalo ramalannya bagus, langsung senyum katanya rejeki minggu ini membaik. Sebaliknya kalo ramalannya jelek, cuman nyengir sambil bilang, "bohong ah, gitu aja dipercaya.."

Diajak ngobrol firasat tubuh sebagaimana dilakukan temanku juga ga nyambung.
Pernah aku tanya, "mata kananku kedutan mulu, artinya apa ya, bu..?"
Malah jawabnya, "berarti yang kiri engga..."
Hmmm...


Minggu depan aku pulang
Cepetan sehat ya...

Read More

14 Juni 2012

Ayu Azhari Bercinta di KRL - Nganufacturing Hope

#Dewasa

Seumur hidup baru naik KRL 2 atau 3 kali, dianjurkan menulis tentang KRL mungkin sesuatu yang agak susah. Untung saja mas Agam, sang propokator selalu mencontohkannya dengan cerita tentang Ayu Azhari. Jadinya ada celah yang bisa aku pergunakan dimana aku yang tak pernah menggunakan Ayu Azhari bisa menceritakan bermacam sensasinya hanya dengan modal imajinasi. Semoga saja otakku tidak meledak saat terpelintir membayangkan bom Ayu Azhari yang tak kalah dahsyat dibanding bomnya dokter Azhari.

Kesan pertama bercinta dengan KRL beberapa tahun lalu saat aku diajak teman ke Bogor. Persis indahnya malam pertama dimana cinta dan hasrat bercinta telah menyatu. Seperti kita tahu, cinta katanya tidak memandang fisik sedangkan bercinta mana enak tanpa kontak fisik. Itu sensasi pertama yang aku rasakan di KRL. Tanpa harus memandang siapa tetangga yang berdiri di sebelah, yang pasti bermacam gaya sentuhan Kamasudra bisa dinikmati dengan seksama.

Namun jangan bermimpi menggelorakan hasrat dengan wewangian aroma terapi. Yang sering aku rasakan sepanjang perjalanan justru aroma terasi dari ketek-ketek mengangkang yang bergelantungan. Jangan pula mengharap efek getaran cinta di KRL itu timbul dari anget empuknya Ayu Azhari. Yang paling sering menyentuhku justru sesosok makhluk berjudul "wedus". Lebih apes lagi tetangga sebelahku yang harus melengguh dahsyat menikmati gerayangan jemari lincah mengejakulasi isi kantongnya hingga melayang entah kemana dan diakhiri teriakan, "copeeeet..."

Beberapa tahun kemudian tepatnya sebulan lalu, kembali aku bertemu dengan fantasi Ayu Azhari. Tak ada firasat buruk apapun tentang KRL ketika menemukan manusia berjubelan di stasiun Tanah Abang. Setelah naik kedalam gerbong, sesaat aku terpana takjub dengan dengan perubahan pelayanan dari PT KAI selaku pengelola KRL.

Beda banget dengan beberapa tahun lalu. Yang aku lihat terakhir adalah gerbong yang nyaman, bersih, adem ber-AC, bayarnya murah banget dan begitu banyak cewek dan ibu-ibu tersenyum simpul. Pramugari di pesawat yang seharusnya melayani penumpang dengan sepenuh hati saja kadang judes bin jutek. Ini kereta api lho. Kok bisa banyak makhluk manis tebar pesona kepadaku bak Ayu Azhari lagi kegatelan ketek.

Sayang, di tengah kehangatan senyum para penumpang, aku dapatkan sikap petugas yang kurang sedap seperti ga mikirin semangat perubahan PT KAI. Beneran petugas songong yang bikin aku langsung terbengong-bengong. "Kalo mau naik kereta AC pake karcis yang 6 ribu. Karcis 1500 buat yang ekonomi. Lagian ini gerbong khusus wanita, pak..."
Halah...

Sudahlah...
Kuharap pengalaman itu bukan mimpi buruk tentang Ayu Azhari. Melainkan sebuah harapan akan KRL kedepannya. Dimana pelayanan mantap dan gerbong nyaman bisa didapatkan dengan uang 1500 perak saja. Tak apa KRL nyaman hanya bisa aku dapatkan dari cerita saudara-saudaraku saja tanpa aku bisa menikmatinya langsung. Yang penting aku masih bisa menaiki kenyamanan yang lain. Yang jelas bukan naik Ayu Azhari...


#Jurnal ini didedikasikan untuk proyek Nganufacturing Hope mas Agam
Sekian dan terima kasih semoga berkenan...
Read More

Ngebut Tengah Malam

#Semua Umur

Sepertinya sudah suratan takdir, setiap menjelang cuti mesti masalah di kerjaan datang berombongan. Perangkat yang biasanya adem ayem mendadak rewel satu persatu. Sudah gitu si bos pake datang lagi ke site ngecek pelabuhan tongkang. Daripada kena semprot, seluruh pasukan aku kerahkan kesana biar gangguan cepet beres.

Dari siang belum juga sempat istirahat, masuk telpon dari PLTU laporan ruang server berisik alarm bunyi semua pasca listrik padam. Teriak-teriak ke bagian elektrik agar segera menghidupkan genset cadangan sebelum internet mati total, malah dapat jawaban listrik sudah menyala tapi internet masih saja error.

Tak tega melihat anak buah yang masih saja berkutat dengan pekerjaan sementara mata sudah kelihatan kuyu, mau gak mau aku yang harus balik ke PLTU. Berita baiknya, masih ada speedboat yang standby di tepi sungai. Berita buruknya, yang siap siaga adalah speedboat yang hobi mogok dan lampu sorotnya putus. Jadilah bergelap-gelapan menembus derasnya arus sungai Barito di tengah malam bersaput gerimis.

Persis angkot kejar setoran, speedboat butut dipaksa melaju dengan penuh harap agar tidak ngadat di tengah sungai atau ketemu buaya iseng. Sampai port Adaro, perjalanan disambung menggunakan mobil sarana sampai satu jam kedepan. Beruntung jalan Adaro semulus jalan tol yang mungkin satu-satunya jalan di Kalimantan Tengah dimana mobil bisa dipacu sampai kecepatan 140 km per jam.

Berpacu dengan truk-truk raksasa beroda 46, ndilalah ada pecahan batu bara jatuh. Prakkk, retak dah kaca depan mobil dapat pinjam ke ibu deputy direktur. Walau ga sampai pecah, tapi dijamin pagi-pagi "mamake" pasti nyanyi Indonesia Raya dengan gegap gempita.

Jam 12 lewat nyampe PLTU dan cuma butuh waktu tak sampai 3 menit untuk mengatasi masalah server. Ini yang kadang menyebalkan. Hanya untuk pekerjaan singkat, tapi butuh perjuangan mati-matian.

Pengen tidur, tapi inget pasukan yang masih sibuk di lapangan. Mau nelpon ibue, takut gangguin yang lagi istirahat. Padahal menjelang cuti begini, biasanya asyik banget ngobrol sama ibue memupuk rasa kangen biar bisa luber saat pulang nanti. Apalagi beberapa hari terakhir ini, jarang banget bisa ngobrol leluasa dengan ibue. Selalu saja telpon direbut Citra yang masih saja suka ngoceh sendiri tak peduli aku bilang apa.

Proses pemupukan rasa kangen jadi sedikit terganggu memang. Walau sebenarnya mendengarkan ocehan si Ncit kadang lebih asyik daripada ibue yang suka komplen. Seperti kemarin waktu aku nelpon ibue nanya, "lagi dimana, yah..?"

Aku jawab lagi di tambang, malah diprotes gini, "iiih harusnya tuh jawab di hatimu gitu. Gak gaul banget sih, gak romantis.."

Bukan aku gak pengen romantis. Tapi kenyataan membuktikan kalo untuk urusan itu aku dan ibue suka ga klop. Soalnya pernah aku sok gaul tanya, "bapakmu kuli ya..?"

Bukannya balik nanya "kok tahu..?" malah jawab, "iya, bapaknya Citra memang payah. Kuli tambang, gaji kecil, pulang 3 bulan sekali, lama-lama tampangnya kaya bang Toyib deh..."

Saat aku speechless, malah ditanya lagi, "kok diem..?"
"Entahlah. Tiba-tiba hatiku sangat kacaw..?"
"Emang siapa yang mecahin balon hijau didepan ayah..?"


Pokoknya persis seperti aku nulis jurnal
Awal akhirnya suka ngelantur
Keluarga yang gak nyambung
Alhamdulillah bahagia...



Read More

12 Juni 2012

HP Murah (an)

#Semua Umur

Waktu pulang kemarin, ibue nawarin mau beliin hape buat aku. Mungkin ga tega lihat aku yang 10 tahun lebih pakai semarpun tiba-tiba harus pakai nokiyem 200 ribuan pasca XPeriaku matot. Tadinya sih sempat kepikiran Xperia Active yang katanya didesain untuk pekerja lapangan dan cocok dengan tempat kerjaku yang lingkungannya ekstrim.

Namun setelah ingat apa yang aku rasakan setelah sebulan hidup tanpa hape disambung dua bulan menggunakan hape standar cuma bisa nelpon dan sms doang, aku mulai berpikir berbeda. Aku merasa banyak sekali sisi-sisi kemanusiaan yang hilang selama sekian tahun menggunakan hape canggih. Memang banyak dapat teman baru walau tak pernah kenal secara langsung. Tapi aku jadi kehilangan momen mendapatkan teman baru hasil tatap muka. Dengan orang-orang di sekitar pun jadi tak begitu akrab dan lebih suka ketawa ketiwi dengan yang entah dimana. Sampai-sampai lagi ngobrol dengan mertua pun tak lagi sungkan disambi berbalas komen.

Efek lainnya adalah ketergantungan. Aku jadi tak punya waktu sendiri karena setiap waktuku telah disita dengan sadar dan ikhlas oleh gadget. Ajaran bangun tidur kuterus mandi sejak balita langsung punah. Bangun tidur bukannya berdoa mengucap syukur bisa bangun lagi, malah sibuk mencari hape sebelum melakukan aktifitas lainnya. Sepanjang hari sampai tidur lagi, bahkan di waktu tidur terjaga pun masih saja menyempatkan diri melihat layar hape kalo-kalo ada notifikasi masuk.

Sepintas memang indah hidup di jaman online yang bisa melihat isi dunia dalam genggaman. Namun tanpa disadari sisi-sisi ga enak juga lumayan banyak. Seperti jaman bujangan dulu. Mau tidur nyempatin lihat hape berharap si ayang membalas ucapan selamat boboku. Yang ditemukan malah doi lagi berbalas komen dengan cowok lain sementara smsku tak jua kunjung dibalas. Akibatnya sepanjang malam aku mimpi buruk pengen ngebanting hape doi.

Inget semua itu, aku tolak penawaran ibue dan minta dibelikan kamera murahan saja. Rada bete banyak momen keren terlewatkan begitu saja tanpa diabadikan. Terus terang aku kurang nyaman saat ngeblog harus pasang foto dapat nyomot di google. Mau bagus mau jelek, tetap lebih asik pasang ilustrasi foto sendiri yang dijamin no repost.

Mungkin dikiranya aku menolak karena anggaran buat hapenya terlalu minim, ibue malah bilang gini.
"Beliin BB atau Ipon, yah..? Ibu bingung nih..." #memelas
"Bingung kenapa, dua-duanya bagus kok.." #ngarep
"Yaaa... bingung ga ada duitnya..." #hening




Read More

09 Juni 2012

Mandi Susu

#Semua Umur

Sudah menjadi siklus tahunan disini. Saat musim hujan pergi, air di mess berubah keruh. Sudah dicoba mengebor sampai berpuluh meter mencari lapisan pasir yang airnya bersih, tetap saja yang ditemukan tanah gambut dan gambut lagi. Lapisan organik yang merupakan batubara muda dengan karakteristik larut dalam air.

Saat musim penghujan, debit air tanah yang tinggi membuat kadar batubara menjadi rendah. Keluar dari pompa memang masih agak kotor, tapi setelah masuk bak penyaringan airnya sudah cukup jernih. Masuk musim kering, kandungan lumpur gambutnya terlalu banyak sampai bikin mampet pompa dan bak penyaringan. Akibatnya begitu kran bak mandi dibuka, yang keluar adalah kopi susu tak layak konsumsi.

Perusahaan segera mengerahkan mobil tangki untuk menyuplai kebutuhan air bersih. Warga mess yang kebanyakan orang baru sudah kembali damai dengan air mandi mereka yang kembali jernih. Cuma aku serta segelintir orang lama yang nyengir doang dan tetap enggan mandi di kamar mandi mess. Mendingan masuk hutan dan mandi di mata air yang lebih pantas disebut kubangan. Kalopun terpaksa tak sempat keluar, suka tengak tengok di dapur dan nyolong air minum barang segalon.

Sebenarnya ga enak aku diam diri ga kasih tahu teman-teman soal air mandinya sekarang. Mau ngasih tahu, bisa runyam juga mengingat kubangan tempatku mandi paling banter cuma cukup buat mandi 3 atau 4 orang saja. Lebih gawat lagi kalo mereka sampai ikut-ikutan menjarah galon air minum di dapur.

Biarpun air suplai dari tangki itu jernih, mana tega aku mandi dan sikat gigi pake itu. Mobil tangki ambil airnya dari sungai di ujung kampung. Biarpun air sungai dikatakan suci karena lebih dari dua kulah, tapi ingat orang kampung banyak yang nyuci dan buang air di atasnya apa ya bisa dikatakan bersih.

Kasih tau gak yah..?
Read More

08 Juni 2012

Kamar Bujangan

#Bimbingan Orang Tua

Buka-buka jurnal lama, malah nemu foto kamar bujangan jaman ga enak. Sejak saat itu, terhitung sudah 3 kali aku pindah tempat dan hidup membujang. Bagaimana rekam jejaknya, silakan disimak...

Yang pertama...

Ini suasana awal tahun 2008 di sebuah kontrakan kumuh dekat pembuangan sampah Asyirot tak jauh dari Jl Panjang antara Kebon Jeruk dan Kebayoran Lama. Mengawali masa-masa kurang menyenangkan saat terusir dari rumah, mencoba adu nasib hanya berbekal uang 200 ribu perak dan kaos 2 stel. Sampai di Jakarta disambut dengan manis preman Pasar Senen. Dengan dalih keselamatan, aku relakan uang sisa ongkos kereta ludes diembat. Untung saja juragan preman masih punya rasa kemanusiaan dan menerima syaratku untuk ikut cari makan di kawasannya walau wajib setor 20 ribu perak perhari untuk penghuni level newbie.

Makan tidur di seputaran Atrium Senen dengan status gelandangan bisa dijalani dengan baik walau seringkali menyakitkan. Kadang seharian cuma dapat duit 30 ribu. Dipotong setoran 20 ribu, nyisa 10 ribu yang cuma cukup untuk makan sekali. Dua minggu bertahan hidup jadi tukang angkat junjung di pasar sampai dapat kerjaan di sebuah toko komputer jadi kenek teknisi. Sebulan kemudian aku bisa lepas dari kekuasaan preman Senen dan pindah ke Kebayoran Lama jadi admin web di sebuah toko online jualan baju muslim.

Mulai saat itu aku sudah bisa bayar kontrakan rumah biarpun di tempat kumuh. Tidak ada apa-apa sebagai penunjang hidup layak selain tikar dan bantal pinjaman tetangga sebelah. Untuk kerja di kontrakan, aku dapat bantuan sebuah CPU dari Kanthong, Juragan IT STAIN Surakarta. Monitornya aku dapat pinjaman dari Juragan Starlight yang berjudul Lik Ihin.


Level Dua...

Diawali kerja freelance memperbaiki gangguan komputer dan jaringan lokal, aku diajak gabung oleh juragan SAComm. Sampai suatu ketika si bos buka galeri lukisan di Jogja dan aku ditugaskan untuk merintis pekerjaan pembangunan gedungnya yang merupakan bangunan setengah hancur sisa gempa. Aku yang sebenarnya cuma ditugaskan 3 bulan di Jogja, ternyata harus bertahan lebih lama. Manager galeri tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan seluruh tugasnya dilimpahkan kepadaku.

Hidup di dunia seni, kamar bujanganku juga turut berseni. Maksudnya rada nyeni, bukannya penuh air seni. Masih sama-sama tidur di lantai, tapi bedanya sudah pakai kasur dan ber-AC. Benda-benda seni jadi hiasan pengantar mimpi dan bukan lagi kabel ruwet, obeng, tang dan asbak penuh puntung rokok. Kebersihan terjaga dan perbaikan gizi terjamin dibawah kekejaman Ela.

Aku tinggalkan kamar itu setelah menikah dengan ibue Citra. Dua tahun hidup bersama keluarga, aku harus kembali membujang saat aku keluar dari galeri dan hengkang ke Kalimantan di level berikutnya.

Stadium Tiga...

Ini yang sedang aku jalani sejak satu setengah tahun yang lalu. Hidup di mess tambang terisolir dari peradaban. Sebuah kamar yang nyaman walau hanya rumah panggung di tengah hutan. Adem ber-AC walau listrik lebih sering mati daripada hidupnya. Mandi tak susah, walau sering berubah jadi tak usah mandi saat airnya berubah keruh bercampur gambut. Makan juga tinggal ambil di dapur, biarpun kadang ga masuk bosen dengan menunya yang tiap hari ikan goreng.

Kerja sebagai teknisi dengan status pekerjaan emergency, membuat tidur tak pernah bisa jauh dari alat kerja, senter, radio dan alat pengaman diri. Tidak ada jam kerja yang berlaku, setiap saat harus siap berangkat ke lapangan ketika ada gangguan. Persis orang galau yang makan tak enak tidurpun tak nyenyak. Makanya aku sudah mulai kangen untuk dapat segera mengakhiri masa masa membujang ini dan kembali ke keluarga di Jogja.

Tiga kamar bujang yang berbeda. Namun ada satu persamaan yang hampir identik. Tentang pengumuman di kamar mandi...

Read More

06 Juni 2012

Mau Jadi Gaet Saja

#Semua Umur

Ada yang beda untuk cuti mendatang. Biasanya 2 minggu menjelang cuti, ibue sudah mulai ribut menyusun rute ngeluyur. Ini sudah masuk minggu minus dua masih adem ayem saja. Bisa jadi karena besok bersamaan dengan musim liburan, makanya ibue males jalan-jalan.

Terbawa kebiasaan Jogja yang kondisinya memang kebalik dengan kota lain yang macet di hari kerja. Jogja justru lebih macet di hari libur. Bukan cuma kendaraan pribadi, bus-bus besar pun keluar masuk jalan kecil bikin sesak. Makanya aku jarang keluar di hari libur. Jalan-jalan lebih tenang di hari-hari biasa yang tak begitu padat.

Jalan keluar kota pun lebih nyaman di hari kerja. Pengen refreshing di musim liburan rasanya ga tepat sasaran. Yang ada malah sumpek liat orang berjubelan. Belum sampai tujuan, kaki udah pegel duluan kebanyakan injek kopling. Padahal begitu keluar mobil, beneran butuh tenaga ekstra harus ngikutin kaki kecil Citra yang seperti tak punya rasa lelah.

Biarpun ga jalan-jalan, sepertinya liburan kali ini bisa banyak ketemu temen. Sudah beberapa orang temen yang bilang mau main ke Jogja. Pertama adalah teh Icho alias ibue Seno yang ngasih kabar via twitter. Lalu mbak Evi, lewat multiply kasih kabar mau nraktir masakan ikan ala Duluth biar aku doyan ikan lagi setelah jenuh tiap hari menu di hutan ikan mulu. 
 
Pengamat matahari dari Makasar, Syam sudah bilang di Gtalk butuh gaet muterin Jogja walau rutenya bikin mumet. Yu Heni semalem nanya di skype mau oleh-oleh apa dari Jiangmen. Si Bebek di YM bilang awal Juli mau bawain boneka shaun the seep buat si Ncit. Paling keren mungkin Moestain yang katanya mau kasih madu Madinah dan hajar jahanam. Tapi pas ditanya kapan ke Jogjanya, malah jawab, "kapanpun siap. Tapi jemput ke Jombang ya..."

Gapapalah liburan mendatang tidak keluyuran keluar kota. Toh ga perlu bengong karena sudah banyak yang bilang butuh gaet. Pada tau aja aku punya pengalaman jadi gaet, walau aslinya spesialis gaet jemuran.

Tapi itu sih pura-puranya
Padahal alasan yang sebenarnya
Hasil main gesek cuti lalu belum lunas
Hiks, adaawww...



Read More

Nelpon

#Semua Umur

Tanggal muda masih saja ada teman yang galau. Lagi asik ngalamun di teras dengerin nyanyian serangga hutan, tetangga sebelah ngebanting hape. Iseng nanya ada apa, jebul abis ribut sama istrinya yang ngambek gara-gara nelpon beberapa kali ga keangkat.

Hal yang sepele tapi seringkali terjadi didepan mata. Makanya aku bersyukur punya istri yang bisa mengerti masalah semacam ini. Sekali nelpon ga diangkat, ga bakalan nelpon nelpon-nelpon terus dalam waktu singkat. Kalopun ada masalah penting, biasanya ditindaklanjuti dengan sms atau nelpon lagi setelah jeda waktu agak panjang.

Alasan ibue berbuat seperti itu, katanya karena kita tak pernah tahu kondisi orang yang ditelpon lagi apa. Setiap kali nelpon, pertanyaan pertama ibue selalu, "lagi apa..?"

Beberapa kali aku alami ibue cuma ketawa kecil ketika aku bilang lagi sibuk di kerjaan dan bilang, "ya sudah, tidak apa-apa". Malamnya saat aku sudah santai, baru ketahuan kalo telpon siang tadi sebenarnya mau bahas sesuatu yang sangat tidak enak.

Ibue Citra memang hati-hati dengan materi telpon dia saat aku di jalan atau kerjaan. Katanya, ga enaknya menahan perasaan tidak ada artinya dibanding resiko yang mungkin terjadi. Menyampaikan sesuatu yang gawat pun perlu dilakukan dengan hati-hati. Jangan sampai terjadi apa yang dialami temanku dulu. Lagi asik nongkrong di Kaliurang, keluarganya nelpon dan dengan semena-mena bilang ibunya meninggal. Sebuah kejujuran yang berakhir tragis ketika dia ngebut pulang dengan pikiran tak menentu sampai akhirnya nyium pantat truk.

Sinyal hape disini susah. Kalo hapeku ga aktif, biasanya ibue ngecek instant messengerku di internet. Kalo tidak kelihatan onlen, berarti aku lagi ke lapangan dan ga bakalan diganggu gugat. Tak perlu ada gangguan sinyal pun ibue sudah tau kalo aku tak pernah mau menyentuh hape saat lagi nyupir. Kecuali dering telponnya terdengar penting, baru aku cari tempat parkir untuk ngecek. Tingkat kepentingannya aku perkirakan dari nada dering pengirim yang aku bedain antara ibue, keluarga, orang kantor, teman atau cuma abg iseng.

Namun bertindak safety seperti itu bukan berarti bebas kesialan. Jaman masih bujangan pernah janjian ngapelin cewek. Ndilalah di tengah jalan hujan dan mantel yang biasanya ada di bawah jok motor entah kemana. Jadi dilema antara jalan terus atau nunggu reda, mengingat ini kencan pertama. Kayaknya ga konsisten banget kalo sebelumnya ngerayu habis-habisan lewat sms, gunung tinggi kan kudaki, lautan kusebrangi hanya untuk demi nyai, tapi sama hujan saja mundur teratur.

Nekat nerobos hujan dengan harapan tambahan si yayang bakal terharu dengan pengorbanan cinta si akang. Ga peduli lampu merah dan hape bunyi terus pokoknya tancap gas. Sampai tujuan langsung menata senyuman dengan tampang basah kuyup sambil ngecek hape. Tercatat ada miskol 12 kali dan sebuah sms, "mas, aku belum nyampe rumah. Susul ke amplaz aja ya, disini belum hujan kok..."

Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena