#Semua Umur
Maaf...
Jurnal ini akan teramat panjang dan menyebalkan.
Daripada mumet silakan dilewat saja...
Aku lagi ngubek-ubek hardisk lama mencari catatan tentang tentang server ketika kemudian menemukan beberapa file foto jadul. Sepele banget salah satunya seperti gambar di sebelah. Namun ada cerita sedemikian panjang yang terurai begitu saja saat melihat gambar itu.
Aku mulai saja dari awal...
Akhir 2007 merupakan masa yang sangat tidak enak dalam perjalanan hidupku. Terhempas di segala bidang sampai hampir mendekati titik nol. Merasa tak lagi mampu untuk bertahan, aku ambil keputusan untuk hijrah meninggalkan sedikit sisa-sisa kehidupan yang masih aku miliki.
Jakarta menjadi tujuan...
Berbekal ransel berisi 2 stel pakaian dan uang 200 ribu aku pergi diam-diam. Jangankan ucapan selamat jalan, teman atau saudara pun tak ada yang aku kasih tahu. Hape sengaja aku ganti dengan nomor baru dapat minta di dJava Seluler.
Sambung menyambung naik bus ekonomi aku mendarat di Kampung Rambutan. Hari sudah menjelang malam sementara tujuan tidak ada membuatku terdampar di Pasar Senen. Masih terpekur didepan Atrium Senen, datang 2 orang pemilik kawasan dan meminta semua sisa uangku yang tak seberapa.
#ngemut sandal
Sedikit flashback...
Sebenarnya aku punya banyak saudara, teman sekampung maupun teman sekolah di Jakarta. Tak satupun yang aku hubungi atau datangi karena aku pikir efeknya kurang bagus mengingat saat itu kehidupanku sedang benar-benar remuk redam lahir batin.
Aku harus segera bangkit dari keterpurukan. Satu-satunya cara tercepat adalah bergerak sendiri secara mandiri melupakan aku punya kenalan. Perut lapar saat merasa tak ada tempat bergantung, otak jadi tak bisa berhenti berpikir bagaimana caranya biar bisa makan saat ini. Saat ini saja tak sampai kata hari ini.
Dapat bantuan orang lain bukan masalah, tapi jangan sampai aku meminta apalagi berharap-harap dibantu. Pokoknya hidup mati hanya di tanganku sendiri.
Dampak yang kurasakan saat itu, aku jadi lebih berani dalam bertindak. Tak ada lagi kata takut mati demi mempertahankan hidup. Toh andai kata aku mati pun, tak akan ada yang merasa kehilangan. Seolah-olah begitu pemikiranku.
#mumet...
Kembali ke Pasar Senen...
Dengan prinsip nekadku pengabdian terbaik, aku berani nawar ke preman itu. "Ambil semua duitku, tapi ijinkan aku ikut cari makan disini..."
Nasib baik, mereka mengiyakan dan memberiku diskon 10 ribu perak. Buat makan, katanya...
Malam itu aku berbaring di emperan Pasan Senen beralas koran bekas berbantal ransel tanpa bisa memejamkan mata. Bukan soal cacing perut yang demo cuma diisi nasi setengah porsi di warteg. Namun mikirin apa yang akan aku lakukan besok pagi dengan duit yang tinggal beberapa ribu perak.
Ada sih hape Soner K750. Namun teramat berat untukku menjualnya. Karena hanya itu pelipur lara satu-satunya sebagai penghubungku dengan dunia maya. Prinsipku, biar gelandangan ngeblog tak boleh terganggu.
#sambit sandal...
Aku dapat wangsit saat melihat pengemper lain ada yang belum tidur. Buruan ke pengasong dekat halte beli rokok setengah bungkus. Dengan alasan pinjam korek sambil nawarin rokok, aku bisa ngobrol dengan pak tua yang mengaku bernama Paiman.
Sekitar setengah jam kemudian aku sudah bisa teriak, yesss...!!
Beliau kasih solusi keren supaya besok aku ikut dia angkat junjung karung di pasar. Hasilnya lumayan walaupun ternyata tenagaku kalah jauh dibanding beliau. Sehari aku bisa dapat uang 30 - 50 ribu dengan setoran ke yang punya kawasan 20 ribu perhari. Lumayan aku bisa makan satu atau dua kali sehari karena K750-ku juga butuh pulsa agar tetap bisa onlen.
#kuplukan karung...
Sambil menjalani hidup sebagai kuli panggul, aku tak pernah berhenti mencari-cari peluang lain. Seminggu kemudian aku naik jabatan jadi pembantu teknisi dari sebuah toko komputer. Namun bukan karyawan tetap, hanya serabutan dan aku pun tetap tidur di emper pasar.
Beberapa hari kemudian, aku diajak teknisi yang jadi bosku kerjain proyek pasang LAN di sebuah ruko. Entah kenapa, pemilik ruko itu minta nomor hapeku dan bilang, "saya ada beberapa lokasi yang mau dipasang. Saya langsung ke mas saja ya, tak lagi lewat toko. Toh semuanya juga mas kerjain sendiri..."
#penghianat...
Penghasilanku meningkat lumayan. Tapi aku harus menabung makanya belum berani ngontrak kamar. Sampai suatu hari waktu aku melepas lelah di trotoar sebrang halte busway, tiba-tiba ada yang panggil. Ternyata teman lama waktu aku masih jadi teknisi telepon umum Kandatel Tasikmalaya. Saat itu dia jadi dokter magang di puskesmas Padaherang.
Teman yang sudah jadi dokter di Lemhanas itu maksa aku musti ikut. Jadilah aku pindah numpang tidur di Kebon Sirih, meninggalkan emper toko yang hampir sebulan jadi pengantar mimpiku.
Baru beberapa hari aku bisa tidur nyaman, teman-teman dari Cilacap menghubungi lewat Multiply. Butuh bantuan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan memintaku ke Jogja.
Sempat mikir agak panjang mengingat perjuanganku meraih kehidupan layak masih panjang sebelum akhirnya aku putuskan berangkat. Beberapa pesanan proyek aku serahkan ke mantan bosku, itung-itung ucapan terima kasih atas bantuannya.
Sampai terminal Pulogadung, kesialan yang sama kembali terulang. Dompetku yang sudah mulai berisi harus dikosongkan seketika dibawah ancaman. Mau membatalkan perjalanan, aku sudah telanjur janji. Akhirnya dengan recehan tersisa aku naik bus yang ternyata cuma bisa sampai Solo dan musti puasa sepanjang perjalanan.
Di bus aku ingat ada teman di IAIN Kartasura. Teman lama yang juga baru ketemu lagi atas bantuan Google. Dengan menebalkan muka aku minta disamperin ke terminal untuk minta ongkos sampai Jogja. Ternyata niatku tak kesampaian. Rencana ke Jogja akhirnya batal karena aku dipaksa ikut ke rumah dia dengan alasan sudah 15 tahun tidak ketemu muka.
Aku pamit mau cari kerjaan pun dilarang malah diceramahin. "Tolong hargai saya, mas. Saya bisa begini karena didikan sampeyan dulu. Tinggalah sementara di sini, kalo butuh apa tinggal ngomong..."
Tak enak jadi benalu, aku putuskan untuk minggat walaupun bingung tak ada ongkos. Aku pun bilang ada perlu ke warnet dan tak enak kalo numpang ngenet di kantor dia. Ndilalah dikasih duit. Jadilah acara kaburku sukses.
Sampai Jogja aku turun di Janti. Makan di angkringan nasi kucing sebrang flyover sambil mikir malu apa engga minta jemput teman-teman Cilacap setelah ingkar janji. Saat bingung itulah datang superhero yang saat ini dikenal dengan nama Juragan Pacul. Dibawalah aku ke kediaman beliau di kawasan Jl Kaliurang.
Tak enak cuma makan tidur online di rumah direktur PT Patjul Tjitjipilah sementara aku mau bantuin angkat junjung galon tidak diijinkan, aku pamit pindah ke daerah Papringan gabung bareng teman-teman Himacita cari donasi untuk kegiatan mereka.
Kupikir kegiatan sudah bisa jalan, aku putuskan untuk ke Jakarta kembali mencari kehidupanku dari awal. Tiket kereta Gaya Baru Malam seharga 28 ribu tertanggal 27 Februari 2008 itu yang jadi prasastinya. Sengaja aku pilih kereta api karena trauma dengan kejadian sebelumnya di terminal bus.
Tiba di Jakarta aku langsung ke Tangerang. Mang Maya menghubungiku lewat Multiply kasih informasi kerjaan di Kebayoran Lama jualan baju muslim.
Tahu dapat kerjaan di sana, Lik Ihin teman di Multiply memintaku tinggal di rumah dia di Jl Asyirot. Setelah gajian baru aku ngontrak kamar didepannya dan untuk kesana kemari aku dikasih sepeda oleh teman yang di Lemhanas.
Beberapa bulan aku menjalankan bisnisnya Pak Roni Yuzirman founder komunitas Tangan Di Atas, Lik Ihin bilang kantor dia butuh teknisi komputer. Hengkanglah aku dari ManetVision dan pindah ke SAComm yang bergerak dibidang advertising.
Sampai suatu hari bos Sapto yang pelukis tiba-tiba manggil dan bilang akan bikin galeri di Jogja. Aku diminta berangkat ke Jogja mempersiapkan segala sesuatunya dengan target dua bulan rumah ambruk sisa gempa di Jl Sukonandi harus jadi galeri. Tiket kereta Argo Dwipangga disodorkan berikut sekian gepok uang musti aku bawa.
Bawa uang banyak sementara peristiwa di Pasar Senen dan Pulogadung masih membekas membuatku salah kostum. Niatku pake kaos lusuh, celana pendek dan ransel butut demi keamanan membuatku lupa bila kali ini keretaku berlabel eksekutif.
Dampak yang aku rasakan selain kedinginan kena AC, saat pramugari nawarin menu makan aku dilewatin begitu saja. Musti panggil-panggil baru disamperin. Rada empet dengan diskriminasi sosial itu, waktu bayar makanan senilai 48 ribu aku sodorin uang 100 ribuan sambil bilang, "kembaliannya ambil saja, mbak..."
Efeknya menyebalkan...
Setiap kali si mbak cantik itu lewat, pasti senyum sambil nanya, "pesan makanan atau minuman lagi, pak...?"
#tepok dengkul...
Tanggal 17 Agustus 2008 launching galeri sukses...
Saat beres-beres ransel bersiap balik ke Jakarta, si bos bilang, "kamu di sini dulu saja. Bantuin manager galeri cari tambahan karyawan lalu ajarin tentang administrasi dan marketingnya..."
Sebulan kemudian aku laporan ke bos kalo semua tugasku sudah kelar sambil nanya kapan kembali ke Jakarta. Dan jawaban yang aku dapat, "managermu kayaknya ga bisa jalan. Kamu tetap di sini saja deh. Urus galerimu baik-baik yo..."
Begitu ceritanya...
Target dua tahun menghilang dari teman dan keluarga terhitung sejak awal minggat, sepuluh bulan kemudian aku sudah berani pulang dan sungkem ke orang yang melahirkanku dan telah sekian lama kebingungan mencari jejak anak lanangnya.
Sebuah pencapaian yang mungkin tak bisa aku raih bila dulu aku tetap bertahan tak mau hijrah. Juga akan sulit tercapai kalo aku tidak merasa sebatangkara pilih tergantung kepada teman atau saudara.
Kata terima kasih dan rasa syukur mendalam yang tiada habisnya akan teman-teman yang telah banyak membantuku bangkit dari keterpurukan. Alhamdulillah saat ini mereka sudah bisa sukses seperti harapanku saat nasib menganiaya habis-habisan dulu.
Dokter Tata saat ini masih di Lemhanas namun sudah punya klinik sendiri yang keren
Kanthong kabarnya jadi Kabag Anggaran di STAIN Surakarta
Mang Maya masih di Jakarta jadi bos Indonesian Research Development
Lik Ihin sekarang di Kudus punya bisnis waralaba ayam goreng
Juragan Pacul biarpun ngakunya jualan panci, sudah jelas sukses jadi boyband Korea
#slow profile banget...
Sayang pak Paiman tukang panggul aku tak tahu kabar terkininya. Sedangkan Multiply sudah wafat beberapa bulan lalu..
Sebagai penutup, aku ingin mengutip slogan yang muncul di awal langkah dulu, terinspirasi seekor angsa kecil di tengah hujan dan kini aku sematkan di blogger profile.
"Aku hanya seorang pencari yang tak pernah tahu bagaimana dunia melihatku. Tetapi aku memandangnya sebagai seekor angsa kecil yang mengais tanah becek di tepi telaga mencari sepotong cacing tersisa, sementara danau kebenaran seluas lautan di depanku tetap tak terjamah..."
Intinya
Seringkali kita terbentur masalah sampai setiap waktu update status galau. Bermacam mimpi diungkapkan namun tak jua mulai melangkah. Filosofi ajian lampah lumpuh yang kuncinya hanya kata kembali menjadi bayi ternyata bisa jadi solusi. Memulai segalanya dari kondisi sebatangkara tanpa daya tak punya apa-apa membuat kita lebih berani berpikir dan bertindak di luar nalar manusia dewasa. Saat kita sudah ikhlas dengan ketiadaan itu, bantuan tak terduga akan datang dengan sendirinya tanpa diminta. Dan perjalanan hidupku itu adalah buktinya...
Kuharap mimpi buruk ini hanya aku saja yang mengalaminya
Semoga...