#Semua Umur
Kembali ke hutan disambut hujan dan teman-teman yang mengeluh sudah seminggu aktifitas tambang berhenti efek hujan sepanjang hari.
Buat sebagian orang di luar sana hujan memang dinanti, namun di sini hujan tiada henti berarti musibah bagi banyak orang yang hidupnya tergantung pada kegiatan tambang.
Bahkan warung-warung pinggir jalan pun turut mengeluh. Memang konsumen jadi rame karena dump truck banyak yang parkir. Namun tidak adanya pemasukan membuat sopir truk lebih banyak ngutang daripada bayarnya.
Ada juga sih yang bersorak sorai ketika hujan datang. Anak-anak selalu menyambutnya dengan riang gembira. Hujan memberi mereka kesempatan bermain lebih banyak.
Kegiatan tambang memang sering meminggirkan mereka. Melupakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Tapi bagaimana mereka bebas bermain bila setiap waktu debu beterbangan. Tempat bermain juga sempit sebagian besar tanah mereka dikuasai aktifitas alat berat. Saat alat berat harus istirahat itulah waktunya mereka memuaskan hasrat alami sebagai anak-anak.
Tak hanya pihak perusahaan, orang tua mereka sendiri sepertinya melupakan kebutuhan anak-anaknya. Program CSR atau community development jarang menyentuh dunia mereka. Usulan program dari masyarakat lebih banyak diarahkan ke peningkatan ekonomi keluarga.
Iba melihat mereka jadi kreatif mencari sarana bermain sendiri. Kubangan bekas galian bukan tempat bermain yang aman walau mereka merasa nyaman. Apalagi air limbah batubara itu kadar ph nya sangat tinggi.
Saat mereka terkena penyakit kulit, tuntutan orang tua ke perusahaan kembali ke masalah uang. Sekedar menuntut biaya berobat dan ganti rugi sejenisnya. Sementara tempat mereka bermain yang jadi sumber penyakit tetap tidak terpikirkan.
Miris...
Tapi itulah realita...
Intinya
Sepertinya kita semua setuju dengan slogan anak adalah masa depan. Namun ketika sudah bicara uang, sepertinya hanya segelintir orang saja yang masih mengingatnya...
terus anaknya di delikkan dimana kalau tidak tempat mainnya dirasa tidak aman mas ?
BalasHapusdelik aduan beda sama ndelik di peraduan. ingat itu.
Hapusmaksude ndelik nok ngisor longan?
Hapushehehehee....emange lagi petak umpet
Hapusgobak sosor
Hapussosor apa Pak? Sosor bebek po sosor meri?
Hapusiki do bahas opo..?
Hapuskwkwkwkwk wah ngalor ngidul malahan
Hapushaha kumpulan manusia gak cetho...
Hapusya ampun Rika jangan foto kaya kuwe di sini. nanti dikira wong gemblung lho.
BalasHapus(ehh, foto pertama itu Rika kan, Kang?)
huss jangan banter banter
HapusLho? Kang Rawins ganti jeneng dadi Rika? Transgender? :D
Hapuswakkakkakaaka :D
Hapusada ada saja.,
sekali kali ganti profesi biar membumi...
HapusModel yang pertama bener bener keren mas...
BalasHapusJarang ada model mau pake pakaian kayak gitu...
haha banyak disini, om...
Hapusmau ikutan..?
Horee ,... Ujan-ujanan .. :D
BalasHapushush bikin mumet tau..?
HapusMbangun taman bermain dewek Kang? *nganggo duite sapa?
BalasHapusduite ninine haha
HapusFoto yang pertama, juosh gandosh... :D
BalasHapusMari bermain...
gaple mau..?
Hapusiya ya..mestinya program CSRnya bisa semisal membuat playground untuk anak2 itu ya..
BalasHapusitu yang aku bilang terlupakan, bu
Hapusorang tua mereka saja jarang mikirin apalagi perusahaan
iya pak.. kasian juga anak-anak yang kehilangan lahan untuk bermain .. berarti anak hanya di jadikan alasan untuk mendapatkan uang ganti rugi
BalasHapusitulah egoisnya orang tua dimana ganti rugi selalu dituntut dalam bentuk uang
Hapuslho Pak, mill site nya dekat dengan lingkungan pemukiman masyrakat to? Kirain terpisah di lokasi tersendiri gitu.
BalasHapusKasian kalau melihat anak-anak bermain di tempat yang tak semestinya. Walau bagi mereka, bermain tetaplah sesuatu yang hepi, tapi lingkungan yang tak aman dan ramah juga mesti diperhatikan.
Masyarakat di sekitar (di luar town site) di sini umumnya hidup berkecukupan, mereka mengandalkan berdagang, berkebun sawit dan memelihara walet. Kaum-kaum terpinggirkan biasanya pendatang baru yang sebagian besar dari Jawa (Sunda dan Jawa Tengah), mereka biasanya menjadi buruh kasar, seperti kontraktor pabrik, yang bagian angkat-angkat pipa, bersih-bersih cerobong asap, bongkar-bongkar mesin dll, kalau di masyarakat mereka kerja di bangunan, perkebunan, pembuatan gorong2 dll. Orang asli, walaupun sedikit juga tetep ada yang tak mampu, tapi mana mau mereka kerja kasar, kebanyakan gengsinya. Milih angkruk-angkruk di kedai kopi.
nah kan, selama ini padahal memberi kesan ke kita kalo doi jauh dari peradaban. biar kita kasihan.
Hapusbetul je Pak Zach, kirain masuk ke dalam hutan dengan medan berlumpur, ditempuh dalam waktu sekian jam gitu...
Hapustapi memang bener pelosok, ditengok pakai google map belum nampak...kasihan
jangan disamakan lah kalimantan dengan sumatra. disini penduduk sangat jarang. awalnya area tambang, hauling, stockpile sampai jetty itu jauh dari pemukiman. tapi dimana ada kumpulan manusia kesitulah geliat ekonomi mengarah. para pendatang memilih bikin rumah dekat dengan area tambang agar bisa memperoleh nilai tambah dari sekedar bikin warung, kontrakan atau sengaja cari masalah biar rumahnya kena debu dan bisa menuntut ganti rugi.
Hapuspihak csr sering pusing dengan tipe terakhir. mereka demo nutup jalan hauling minta uang debu. ketika perusahaan menambah intensitas penyiraman menggunakan mobil tangki, demo mereka berubah jadi minta uang becek. repot...
wah kalau yang tipe penuntut ini di sini juga ada Pak Raw. Penduduk Sering (nama kecamatan) yang merupakan warga asli sejak jaman baheula, bila lagi nggak punya duit, mereka sengaja meracuni piaraan mereka di keramba(ikan mujair), trus dilaporkan ke pabrik, minta ganti rugi, katanya limbahnya mencemari...
Hapusitu kata teman saya yang tinggal di Sering...
yang gitu gitu ga bakalan ilang bu
Hapusindustri telah mengenalkan konsumerisme ke penduduk yang semula hidup dari hutan. ketika hasil hutan tak lagi mencukupi hasrat hidup dengan gaya baru itu, segala cara dilakukan
sudah tahu sungai jadi lalu lintas tongkang, pasang jaring melintang. ini kan jelas jelas sengaja biar ketabrak dan bikin alasan biar bisa menuntut ganti rugi
hal yang sepele malah gak diperhatikan.. benar2 miris..
BalasHapusitu yang aku bilang ketika berhadapan dengan uang, kehidupan anak pun mereka korbankan. mungkin dalam benak mereka anak-anak cuma butuh makan, pakaian dan sekolah doang. tempat bermain yang layak masih terlupakan
HapusBentot banjir ya bro?
BalasHapusaku ga sampai bentot, bro...
Hapustambangnya masih di seputaran jaweten kok
anak-anak mencari tempat bermain sendiri...kasihan sekali, malah jadi miris
BalasHapussampai kadang kita lupa, tempat parkir alat berat itu bukan tempat bermain anak-anak. bagi karyawan juga termasuk area terbatas
HapusAh csr perusahaan mah hanya pencitraan saja... Menurut saya kaga ada csr perusahaan yang murni memberikan sumbangsih kepada masyarakat... Di balik setiap csr mereka pasti mengharap adanya imbal balik buat mereka... Belom lagi kebanyakan pendanaan buat csr pasti dibebankan kepada konsumen... Jadi komplit deh.... Ndak keluar dana tapi mereka bisa dapet pencitraan yang positif...
BalasHapusKayaknya gak selalu begitu deh pak..
Hapuskalau dibilang pencitraan ya monggo silakan saja, akan tetapi kan sedikit banyak tetap ada manfaatnya buat masyarakat..
dibilang pencitraan tidak selamanya begitu, om. kalo duitnya dari konsumen, ya pastilah dimana-mana harga jual kan setelah memperhitungka biaya produksi termasuk didalamnya anggaran csr.
Hapuspada pelaksanaannya, program csr itu tidak diputuskan secara sepihak. melainkan berdasarkan permintaan dari masyarakat. bagian csr hanya membagi-bagi anggaran yang ada agar mencukupi seluruh wilayah yang bersentuhan dengan aktifitas tambang.
csr ini merupakan kewajiban perusahaan yang diatur oleh undang-undang karena dimanapun juga kegiatan pertambangan pasti lekat dengan limbah dan kerusakan lingkungan. makanya unit csr dan enviro merupakan bagian penting dan bukan unit kerja pelengkap saja
haduuhh, anak2 pada kehilangan tempat bermainnya,.
BalasHapusbersyukurlah mereka yang tinggal di peradaban dan anak-anaknya selalu punya tempat bermain yang aman dan nyaman
Hapusanak-anaknya diajarin ngeblog aja pak..
BalasHapushahaha setuju saya :)
Hapusah elah...
Hapusyang tua-tua dan tiap hari pegang laptop saja susah disuruh ngeblog haha
asyek banget ludreg-ludreg an lumpur
BalasHapuslumpur di sekitar tambang jangan disamakan dengan lumpur sawah di jawa. kadar asamnya tinggi
Hapusane juga sering ngutang makan ^_^
BalasHapusjiaaah ngaku
Hapushaha
walah renang gratiss *ehh..
BalasHapusseremlah -__-
mau ikut..?
HapusIkut miris kang mbayangke anak-anak di sana. Huhuhu. Bingung arep komen opo. Saya sendiri masih aktif ngasih financing ke perusahaan tambang itu. Huhuhu
BalasHapushaha perusahaanku rajin ngutang, jangan-jangan perusahaan si om ikutan andil juga
Hapuswatir..:(
BalasHapuskawatir gak..?
Hapussm mas riwin?
Hapusnggak hehehe
tidak ada larangan ya untuk tidak bermain disana
BalasHapuslarangan sih ada
Hapustapi namanya anak kecil bu
senengnya nyelonong begitu saja bikin mumet bagian safety