30 Juli 2013

The Dream

#Semua Umur

Maaf...
Jurnal ini akan teramat panjang dan menyebalkan. 
Daripada mumet silakan dilewat saja...


Aku lagi ngubek-ubek hardisk lama mencari catatan tentang tentang server ketika kemudian menemukan beberapa file foto jadul. Sepele banget salah satunya seperti gambar di sebelah. Namun ada cerita sedemikian panjang yang terurai begitu saja saat melihat gambar itu.


Aku mulai saja dari awal...

Akhir 2007 merupakan masa yang sangat tidak enak dalam perjalanan hidupku. Terhempas di segala bidang sampai hampir mendekati titik nol. Merasa tak lagi mampu untuk bertahan, aku ambil keputusan untuk hijrah meninggalkan sedikit sisa-sisa kehidupan yang masih aku miliki.

Jakarta menjadi tujuan...
Berbekal ransel berisi 2 stel pakaian dan uang 200 ribu aku pergi diam-diam. Jangankan ucapan selamat jalan, teman atau saudara pun tak ada yang aku kasih tahu. Hape sengaja aku ganti dengan nomor baru dapat minta di dJava Seluler.

Sambung menyambung naik bus ekonomi aku mendarat di Kampung Rambutan. Hari sudah menjelang malam sementara tujuan tidak ada membuatku terdampar di Pasar Senen. Masih terpekur didepan Atrium Senen, datang 2 orang pemilik kawasan dan meminta semua sisa uangku yang tak seberapa.
#ngemut sandal




Sedikit flashback...
Sebenarnya aku punya banyak saudara, teman sekampung maupun teman sekolah di Jakarta. Tak satupun yang aku hubungi atau datangi karena aku pikir efeknya kurang bagus mengingat saat itu kehidupanku sedang benar-benar remuk redam lahir batin. 

Aku harus segera bangkit dari keterpurukan. Satu-satunya cara tercepat adalah bergerak sendiri secara mandiri melupakan aku punya kenalan. Perut lapar saat merasa tak ada tempat bergantung, otak jadi tak bisa berhenti berpikir bagaimana caranya biar bisa makan saat ini. Saat ini saja tak sampai kata hari ini. 

Dapat bantuan orang lain bukan masalah, tapi jangan sampai aku meminta apalagi berharap-harap dibantu. Pokoknya hidup mati hanya di tanganku sendiri.

Dampak yang kurasakan saat itu, aku jadi lebih berani dalam bertindak. Tak ada lagi kata takut mati demi mempertahankan hidup. Toh andai kata aku mati pun, tak akan ada yang merasa kehilangan. Seolah-olah begitu pemikiranku.
#mumet...




Kembali ke Pasar Senen...
Dengan prinsip nekadku pengabdian terbaik, aku berani nawar ke preman itu. "Ambil semua duitku, tapi ijinkan aku ikut cari makan disini..."

Nasib baik, mereka mengiyakan dan memberiku diskon 10 ribu perak. Buat makan, katanya...

Malam itu aku berbaring di emperan Pasan Senen beralas koran bekas berbantal ransel tanpa bisa memejamkan mata. Bukan soal cacing perut yang demo cuma diisi nasi setengah porsi di warteg. Namun mikirin apa yang akan aku lakukan besok pagi dengan duit yang tinggal beberapa ribu perak.

Ada sih hape Soner K750. Namun teramat berat untukku menjualnya. Karena hanya itu pelipur lara satu-satunya sebagai penghubungku dengan dunia maya. Prinsipku, biar gelandangan ngeblog tak boleh terganggu.
#sambit sandal...



Aku dapat wangsit saat melihat pengemper lain ada yang belum tidur. Buruan ke pengasong dekat halte beli rokok setengah bungkus. Dengan alasan pinjam korek sambil nawarin rokok, aku bisa ngobrol dengan pak tua yang mengaku bernama Paiman.

Sekitar setengah jam kemudian aku sudah bisa teriak, yesss...!! 

Beliau kasih solusi keren supaya besok aku ikut dia angkat junjung karung di pasar. Hasilnya lumayan walaupun ternyata tenagaku kalah jauh dibanding beliau. Sehari aku bisa dapat uang 30 - 50 ribu dengan setoran ke yang punya kawasan 20 ribu perhari. Lumayan aku bisa makan satu atau dua kali sehari karena K750-ku juga butuh pulsa agar tetap bisa onlen.
#kuplukan karung...



Sambil menjalani hidup sebagai kuli panggul, aku tak pernah berhenti mencari-cari peluang lain. Seminggu kemudian aku naik jabatan jadi pembantu teknisi dari sebuah toko komputer. Namun bukan karyawan tetap, hanya serabutan dan aku pun tetap tidur di emper pasar.

Beberapa hari kemudian, aku diajak teknisi yang jadi bosku kerjain proyek pasang LAN di sebuah ruko. Entah kenapa, pemilik ruko itu minta nomor hapeku dan bilang, "saya ada beberapa lokasi yang mau dipasang. Saya langsung ke mas saja ya, tak lagi lewat toko. Toh semuanya juga mas kerjain sendiri..."
#penghianat...



Penghasilanku meningkat lumayan. Tapi aku harus menabung makanya belum berani ngontrak kamar. Sampai suatu hari waktu aku melepas lelah di trotoar sebrang halte busway, tiba-tiba ada yang panggil. Ternyata teman lama waktu aku masih jadi teknisi telepon umum Kandatel Tasikmalaya. Saat itu dia jadi dokter magang di puskesmas Padaherang.

Teman yang sudah jadi dokter di Lemhanas itu maksa aku musti ikut. Jadilah aku pindah numpang tidur di Kebon Sirih, meninggalkan emper toko yang hampir sebulan jadi pengantar mimpiku.

Baru beberapa hari aku bisa tidur nyaman, teman-teman dari Cilacap menghubungi lewat Multiply. Butuh bantuan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan memintaku ke Jogja

Sempat mikir agak panjang mengingat perjuanganku meraih kehidupan layak masih panjang sebelum akhirnya aku putuskan berangkat. Beberapa pesanan proyek aku serahkan ke mantan bosku, itung-itung ucapan terima kasih atas bantuannya.



Sampai terminal Pulogadung, kesialan yang sama kembali terulang. Dompetku yang sudah mulai berisi harus dikosongkan seketika dibawah ancaman. Mau membatalkan perjalanan, aku sudah telanjur janji. Akhirnya dengan recehan tersisa aku naik bus yang ternyata cuma bisa sampai Solo dan musti puasa sepanjang perjalanan.

Di bus aku ingat ada teman di IAIN Kartasura. Teman lama yang juga baru ketemu lagi atas bantuan Google. Dengan menebalkan muka aku minta disamperin ke terminal untuk minta ongkos sampai Jogja. Ternyata niatku tak kesampaian. Rencana ke Jogja akhirnya batal karena aku dipaksa ikut ke rumah dia dengan alasan sudah 15 tahun tidak ketemu muka.

Aku pamit mau cari kerjaan pun dilarang malah diceramahin. "Tolong hargai saya, mas. Saya bisa begini karena didikan sampeyan dulu. Tinggalah sementara di sini, kalo butuh apa tinggal ngomong..."

Tak enak jadi benalu, aku putuskan untuk minggat walaupun bingung tak ada ongkos. Aku pun bilang ada perlu ke warnet dan tak enak kalo numpang ngenet di kantor dia. Ndilalah dikasih duit. Jadilah acara kaburku sukses.




Sampai Jogja aku turun di Janti. Makan di angkringan nasi kucing sebrang flyover sambil mikir malu apa engga minta jemput teman-teman Cilacap setelah ingkar janji. Saat bingung itulah datang superhero yang saat ini dikenal dengan nama Juragan Pacul. Dibawalah aku ke kediaman beliau di kawasan Jl Kaliurang.

Tak enak cuma makan tidur online di rumah direktur PT Patjul Tjitjipilah sementara aku mau bantuin angkat junjung galon tidak diijinkan, aku pamit pindah ke daerah Papringan gabung bareng teman-teman Himacita cari donasi untuk kegiatan mereka.

Kupikir kegiatan sudah bisa jalan, aku putuskan untuk ke Jakarta kembali mencari kehidupanku dari awal. Tiket kereta Gaya Baru Malam seharga 28 ribu tertanggal 27 Februari 2008 itu yang jadi prasastinya. Sengaja aku pilih kereta api karena trauma dengan kejadian sebelumnya di terminal bus.

Tiba di Jakarta aku langsung ke Tangerang. Mang Maya menghubungiku lewat Multiply kasih informasi kerjaan di Kebayoran Lama jualan baju muslim. 




Tahu dapat kerjaan di sana, Lik Ihin teman di Multiply memintaku tinggal di rumah dia di Jl Asyirot. Setelah gajian baru aku ngontrak kamar didepannya dan untuk kesana kemari aku dikasih sepeda oleh teman yang di Lemhanas.

Beberapa bulan aku menjalankan bisnisnya Pak Roni Yuzirman founder komunitas Tangan Di Atas, Lik Ihin bilang kantor dia butuh teknisi komputer. Hengkanglah aku dari ManetVision dan pindah ke SAComm yang bergerak dibidang advertising.

Sampai suatu hari bos Sapto yang pelukis tiba-tiba manggil dan bilang akan bikin galeri di Jogja. Aku diminta berangkat ke Jogja mempersiapkan segala sesuatunya dengan target dua bulan rumah ambruk sisa gempa di Jl Sukonandi harus jadi galeri. Tiket kereta Argo Dwipangga disodorkan berikut sekian gepok uang musti aku bawa.




Bawa uang banyak sementara peristiwa di Pasar Senen dan Pulogadung masih membekas membuatku salah kostum. Niatku pake kaos lusuh, celana pendek dan ransel butut demi keamanan membuatku lupa bila kali ini keretaku berlabel eksekutif.

Dampak yang aku rasakan selain kedinginan kena AC, saat pramugari nawarin menu makan aku dilewatin begitu saja. Musti panggil-panggil baru disamperin. Rada empet dengan diskriminasi sosial itu, waktu bayar makanan senilai 48 ribu aku sodorin uang 100 ribuan sambil bilang, "kembaliannya ambil saja, mbak..."

Efeknya menyebalkan...
Setiap kali si mbak cantik itu lewat, pasti senyum sambil nanya, "pesan makanan atau minuman lagi, pak...?"
#tepok dengkul...




Tanggal 17 Agustus 2008 launching galeri sukses...
Saat beres-beres ransel bersiap balik ke Jakarta, si bos bilang, "kamu di sini dulu saja. Bantuin manager galeri cari tambahan karyawan lalu ajarin tentang administrasi dan marketingnya..."

Sebulan kemudian aku laporan ke bos kalo semua tugasku sudah kelar sambil nanya kapan kembali ke Jakarta. Dan jawaban yang aku dapat, "managermu kayaknya ga bisa jalan. Kamu tetap di sini saja deh. Urus galerimu baik-baik yo..."




Begitu ceritanya...

Target dua tahun menghilang dari teman dan keluarga terhitung sejak awal minggat, sepuluh bulan kemudian aku sudah berani pulang dan sungkem ke orang yang melahirkanku dan telah sekian lama kebingungan mencari jejak anak lanangnya.

Sebuah pencapaian yang mungkin tak bisa aku raih bila dulu aku tetap bertahan tak mau hijrah. Juga akan sulit tercapai kalo aku tidak merasa sebatangkara pilih tergantung kepada teman atau saudara.

Kata terima kasih dan rasa syukur mendalam yang tiada habisnya akan teman-teman yang telah banyak membantuku bangkit dari keterpurukan. Alhamdulillah saat ini mereka sudah bisa sukses seperti harapanku saat nasib menganiaya habis-habisan dulu.

Dokter Tata saat ini masih di Lemhanas namun sudah punya klinik sendiri yang keren
Kanthong kabarnya jadi Kabag Anggaran di STAIN Surakarta
Mang Maya masih di Jakarta jadi bos Indonesian Research Development
Lik Ihin sekarang di Kudus punya bisnis waralaba ayam goreng
Juragan Pacul biarpun ngakunya jualan panci, sudah jelas sukses jadi boyband Korea
#slow profile banget...

Sayang pak Paiman tukang panggul aku tak tahu kabar terkininya. Sedangkan Multiply sudah wafat beberapa bulan lalu..



Sebagai penutup, aku ingin mengutip slogan yang muncul di awal langkah dulu, terinspirasi seekor angsa kecil di tengah hujan dan kini aku sematkan di blogger profile.

"Aku hanya seorang pencari yang tak pernah tahu bagaimana dunia melihatku. Tetapi aku memandangnya sebagai seekor angsa kecil yang mengais tanah becek di tepi telaga mencari sepotong cacing tersisa, sementara danau kebenaran seluas lautan di depanku tetap tak terjamah..."


Intinya
Seringkali kita terbentur masalah sampai setiap waktu update status galau. Bermacam mimpi diungkapkan namun tak jua mulai melangkah. Filosofi ajian lampah lumpuh yang kuncinya hanya kata kembali menjadi bayi ternyata bisa jadi solusi. Memulai segalanya dari kondisi sebatangkara tanpa daya tak punya apa-apa membuat kita lebih berani berpikir dan bertindak di luar nalar manusia dewasa. Saat kita sudah ikhlas dengan ketiadaan itu, bantuan tak terduga akan datang dengan sendirinya tanpa diminta. Dan perjalanan hidupku itu adalah buktinya...

Kuharap mimpi buruk ini hanya aku saja yang mengalaminya
Semoga...


43 comments:

  1. waduh ceritanya sungguh mengharukan mas, Alhamdulillah sekarang sudah enakan kerjanya ya.. ceritanya hampir sama dengan saya, cuma saya sampai sekarang tetep masih jadi kuli..

    kalau ketemu preman di Jakarta jangan tatap matanya mas, tapi tatap halisnya hehe...

    BalasHapus
  2. hidup belum sukses dijakarta jangan pakai pakaian yang mencolok apalagi mencolok mata ehehehe..

    dan hidup sudah sukses di Jakarta jangan pura - pura jadi gembel nanti malah dicuekin pramugari dan dapat bonus kedinginan hehehe... kabuuuuuur...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hidup harus apa adanya jng ada apanya..hehee

      Hapus
  3. mengharukan dan menyemangatkan..

    udah difilemin belum pak?
    atau dibikin sinetron?

    BalasHapus
  4. tulisan ini tidak mboseni mas, saya suka dengan cara menulis sampeyan, jadi lebih tahu tentang mas eko nugroho, tentang perjuangan hidup, kenekatan, dan segalanya lah, top pokoke.
    besok cerita panjang lagi tentang mendapatkan garwo ne mas, oke tak enteni nok prapatan.
    satu lagi mas,
    angkat saya jadi muridmu guru...............

    BalasHapus
    Balasan
    1. harus patuh taat dan tdk membangkang kalau mau jd murid yg baik..jng lupa bawa gula ama teh yg banyak ya..

      Hapus
  5. Drastis banget mas perubannya, semoga tambah sukses saja mas dalam hidupnya

    BalasHapus
  6. Subhanallah Kang. Malu saya bacanya, Maturnuwun ya Kang.. :)

    BalasHapus
  7. pada intinya, jika kita mau berusaha dan berkeyakinan, pasti akan ada jalan

    btw, kok ada pramugarinya mas di kereta?

    BalasHapus
  8. :-) angsa kecil aja bisa berjuang sendirian..
    apakah bebek jelek seperti aku bisa juga ya...?

    Lagian dulu knp ga mampir ke bkt raw..? Ada empang kalo cuma buat angsa kurus doang mah...

    BalasHapus
  9. sungguh perjuangan luar biasa, rupanya di sini, di blogger saya bisa mendapat ilmu yang banyak. Membuat saya belajar, bahwa hidup memang butuh perjuangan dan kerja keras...

    mesti ngomong apa lagi, cuma satu...salut!

    BalasHapus
  10. janjane pada maca apa ora sih ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. moco intine baen...tumben tulisane dowo banget

      Hapus
    2. maca judule terus baris pertamax dan terakhir doang cukup kok

      Hapus
    3. mari di kolom ini kita beramai-ramai pada ngaku

      Hapus
    4. mas Roni, salam buat Arien ya..
      goodluck ama olimpiadenya..sukses teruss..!

      Hapus
  11. harusnya dilaminating ini ceritanya. nanti dikasih piagam penghargaan kalo ada umur panjang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. apalagi ada moment manis disitu.. cuap cuapan sama kucing .. so sweet .

      Hapus
  12. perjalanan panjang mengharukan, mungkin itu yang membuat ibue yg cantik mau nikah sama org yg katanya gak ganteng.

    *kawit wingi ngaplut fotone juragan pacul, kangen ya?

    BalasHapus
  13. hidup adalah pilihan, rejeki, jodoh, maut semua sdh ada yg ngatur..jalani aja apa yg sdh menjd kehendaknya....*malah dakwah
    salut dengan perjuangan sampeyan kang patut diacungi jempol..

    BalasHapus
  14. Salaman dulu sebagai sesama anak multiply. Mantan lebih tepatnya. Ya meski di sana, saya gak eksis apalagi sexist. Eh. Tapi, berkat anak multiply, jadi lebih berani menghadapi dunia yang keras bak batu cadas ini, berani ambil keputusan ekstrim dengan segala konsekuensinya. #ngemeng apa sih?

    Mas Rawin, jempooool! Saya mau adopsi filosofi ala bayi-nya Mas Rawin ah. Hidup sebatangkara, menajamkan naluri bertahan hidup. Cool!

    BalasHapus
  15. Muzayin El Sodiq30 Juli 2013 pukul 10.25

    howalah kang
    dulu sampean ngilang ternyata begitu ceritane. aku bola bali ke tokone sampean tdk ada yg tahu. mlh trs ditutup katanya mau dijual. teman2 konter pd mengeluh tdk ada sampean. komputeran lain tdk ada yg kerjanya seperti sampean dan yg paling penting sampean itu mau mengajari setiap orng kalau yg lain kan tdk mau spt takut kehilangan konsumen.
    skrg sdh sukses knp tdk buka lagi kang. kalau pulang mampir ya kang berapa thn kita tdk ketemu. teman2 di pondok msh ada tp tdk kumplit spt dulu. kita semua msh anggap sampean guru kang. guru perusuh wkwkwkkk
    lebaran mampir ya

    BalasHapus
  16. skip


    skip


    skip


    skip



    next




    finish.. ^O^ .

    BalasHapus
  17. Perjuanganmu sungguh hebat sob.
    Memang benar kalau sudah dalam kondisi terdesak. Mati pun bukan sebuah masalah. Asal bisa mempertahankan hidup dengan cara yang halal.

    Sejelek-jeleknya preman, mereka masih punya hati nurani.

    BalasHapus
  18. Ketika kita sedang dalam keadaan makmur, perjuangan atau pengalaman sedih di masa lalu yang kita ceritakan, menjadi sesuatu yang indah.
    Tetapi sebaliknya, ketika kita dalam keadaan kurang, cerita manis di masa lalu malah menjadi sangat pahit.
    tetap optimis dan berpikir positif.
    Allah sesuai prasangka hamba-Nya
    #curcol

    BalasHapus
  19. wah... inspiratif banget mas ceritanya. jangan hanya mimpi ya. tapi langsung lakoni ya. :)

    BalasHapus
  20. begitu penuh liku-liku , kehidupan mas ya tetapi memang menjadi sebuah kenangan yang Indah apabila kita Flashback kebelakang

    BalasHapus
  21. keren pak.. perjalanan hidup yang tidak mudah dan banyak tikungan-tikungan yang berliku, namun hasilnya sungguh luar biasa..

    pengalaman hidup yang luar biasa dan mengispirasi sekali..

    BalasHapus
  22. hik hik hiks....novel nya bagus yah mas, kapan terbit? #salah fokus.....hahahhaa, panjang sih ceritanya. tapi jangan lupa bersyukur yah

    BalasHapus
  23. pengalaman pahit tapi bikin mandiri + kuat (gak perlu makan biskuat)

    BalasHapus
  24. Duh...dadi kelingan jaman semana....
    nlangsani..

    BalasHapus
  25. sampeyan ancen hebat Kang!

    BalasHapus
  26. Uweeeeee...
    Iya om difilemin keren tuh ommmmm...

    BalasHapus
  27. Kereennnn.... dua jempol kang.

    BalasHapus
  28. Keren banget mas perjalan hidupmu...
    gak sesimple dan semudah membacanya untuk menjalaninya dan mungkin aku pun tak tahu bisa menjalaninya tidak..?
    tp kalo aq diposisi mas rawins kemungkinan akan melakukan hal yang sama...
    lebih baik berusaha dan tidak menjadi apa-apa daripada tidak berusaha dan tidak menjadi apa-apa.....
    :)

    BalasHapus
  29. Hemm....
    Entah angin dari mana aku tetiba bisa nyasar di jurnal ini....

    #terpekur *Nasib tak tahu kemana, ternyata oh ternyataaa....
    Kenapa gek ketemu nang Cideng awakmu gak crita dull...? Nek crita kan bisa tetangisan bareng :))

    *Btw, iku kok ana gambare kang Yossi, pas nangendi jee..?

    BalasHapus
  30. Mas
    Kok sama dg nama fbku. Aku jadi tertarik dg kutipan angsa kecilnya. Kelihatannya inspiratif sekali. Pasti ada kisah menarik ttg itu. Tolong ceritain dong. Pliss deh mas yg cakep kaya pasha ungu. Jadi gimana gitu. Eh itu yg di foto anaknya ya. Sayang ih

    BalasHapus
  31. Mase,... Baru baca sekarang..
    Matur nuwun ya.. Recharge untuk saya..
    Seratus hari ini sungguh berat,
    Tetapi kalau Mase bisa bangkit, mestinya saya juga bisa!

    BalasHapus
  32. Eh.. Iya, setuju sama komen yang bilang Mase kayak Pasha Ungu.. :))

    BalasHapus
  33. Kok kita senasib? Th 89 aku todur di emperan stasiun gambir, di pasar induk cipinang juga kena palak, akhirnya berteman juga dg tukang palaknya.

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena