Bahasa yang sebenarnya sarana komunikasi antar manusia, kadang berubah fungsi juga ketika sebuah budaya yang disebut gengsi datang menerpa. Mungkin ini hasil trauma warisan nenek moyang yang sekian lama hidup di bawah jajahan bangsa barat, sehingga pandangan sebagian dari kita kepada orang barat cenderung menganggap mereka lebih superior. Lebih pintar, lebih cakep, lebih kaya dan yang sejenisnya.
Hal ini bisa dilihat saat ada teman kita yang punya kenalan orang barat. Kayaknya ada kebanggaan tersendiri merasa punya sesuatu yang lebih dibanding teman-teman sebangsa. Dalam hal penggunaan bahasa pun bisa tampak, begitu banyak teman kita yang begitu senang ngomong belepotan campur aduk dengan bahasa Inggris. Kalo memang lahir atau lama tinggal di luar negeri seperti si Cincha Lawra sih masih aku anggap wajar. Ini mah dari kecil sampe gede makannya saja gaplek, tapi cuma mau beli batagor saja ngomongnya pake bahasa was wes wos.
Pas gilirannya ngomong sama orang asli sono malah kaya tukang becak Malioboro yang nubruk bule.
"I...I'm sorry, Sir."
"I'm sorry too."
"I'm sorry three."
"What are you sorry for?"
"I'm sorry five."
"Are you sick?"
"I'm seven."
"Wooo gundulmu..!!"
Terus terang aku suka merasa ga nyaman ketika harus ngomong dengan orang yang aku tahu bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, tapi maksa pakai EYD (english yang dibelepotin.) Bukan soal belagunya. Tapi aku jadi kelamaan loading and must be liver-liver dalam mentranslitnya. Apalagi kalo yang diomongin sesuatu yang penting. Kalo cuma bilang ailapyu wot yulopmi sih aku ga begitu mikirin, tinggal jawab saja ai en yu laplapan.
Sekali lagi, yang bikin aku ga nyaman itu yang ngomongnya hanya untuk belagu. Kalo yang niatnya belajar sih aku malah salut. Soalnya aku juga pernah punya kenalan orang barat yang begitu gigih pengen belajar bahasa Indonesia dan Jawa. Bagaimanapun juga dia akan tinggal cukup lama di Jogja. Kan ada pepatah yang mengatakan dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Kemana kita melangkah, belajar bahasa setempat merupakan prioritas.
Tapi aku juga sempat bingung ketika awal dia datang dan menanyakan musholla dengan bahasa Indonesia belepotan. Aku ajak ke masjid dia menolak, "mashala, tidak mosque..."
Aku coba jelasin dengan bahasa yang sama belepotannya bahwa musholla dan masjid fungsinya sama, dia keukeuh menolak dan mengatakan kalo masjid itu untuk beribadah. Dia nanya musholla karena mau kencing. Payahnya aku ga langsung bilang kalo di masjid ada toiletnya karena bingung merasa harus bertanggungjawab jangan sampai teman baruku itu kencing di musholla.
Setelah berusaha saling maksa ngomong pakai bahasa planet, akhirnya dia mengambil kertas dan pulpen dan menulis kata musholla lalu digarisbawahi dan di bawah garis dia nulis toilet. Langsung aku ngakak bego, baru inget kalo di tempat umum suka ada tulisan dengan format semacam itu. Contohnya tulisan exit dibawahnya tertulis keluar. Kayaknya dia mengira kalo toilet itu bahasa Indonesianya adalah musholla.
Hal ini bisa dilihat saat ada teman kita yang punya kenalan orang barat. Kayaknya ada kebanggaan tersendiri merasa punya sesuatu yang lebih dibanding teman-teman sebangsa. Dalam hal penggunaan bahasa pun bisa tampak, begitu banyak teman kita yang begitu senang ngomong belepotan campur aduk dengan bahasa Inggris. Kalo memang lahir atau lama tinggal di luar negeri seperti si Cincha Lawra sih masih aku anggap wajar. Ini mah dari kecil sampe gede makannya saja gaplek, tapi cuma mau beli batagor saja ngomongnya pake bahasa was wes wos.
Pas gilirannya ngomong sama orang asli sono malah kaya tukang becak Malioboro yang nubruk bule.
"I...I'm sorry, Sir."
"I'm sorry too."
"I'm sorry three."
"What are you sorry for?"
"I'm sorry five."
"Are you sick?"
"I'm seven."
"Wooo gundulmu..!!"
Terus terang aku suka merasa ga nyaman ketika harus ngomong dengan orang yang aku tahu bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, tapi maksa pakai EYD (english yang dibelepotin.) Bukan soal belagunya. Tapi aku jadi kelamaan loading and must be liver-liver dalam mentranslitnya. Apalagi kalo yang diomongin sesuatu yang penting. Kalo cuma bilang ailapyu wot yulopmi sih aku ga begitu mikirin, tinggal jawab saja ai en yu laplapan.
Sekali lagi, yang bikin aku ga nyaman itu yang ngomongnya hanya untuk belagu. Kalo yang niatnya belajar sih aku malah salut. Soalnya aku juga pernah punya kenalan orang barat yang begitu gigih pengen belajar bahasa Indonesia dan Jawa. Bagaimanapun juga dia akan tinggal cukup lama di Jogja. Kan ada pepatah yang mengatakan dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Kemana kita melangkah, belajar bahasa setempat merupakan prioritas.
Tapi aku juga sempat bingung ketika awal dia datang dan menanyakan musholla dengan bahasa Indonesia belepotan. Aku ajak ke masjid dia menolak, "mashala, tidak mosque..."
Aku coba jelasin dengan bahasa yang sama belepotannya bahwa musholla dan masjid fungsinya sama, dia keukeuh menolak dan mengatakan kalo masjid itu untuk beribadah. Dia nanya musholla karena mau kencing. Payahnya aku ga langsung bilang kalo di masjid ada toiletnya karena bingung merasa harus bertanggungjawab jangan sampai teman baruku itu kencing di musholla.
Setelah berusaha saling maksa ngomong pakai bahasa planet, akhirnya dia mengambil kertas dan pulpen dan menulis kata musholla lalu digarisbawahi dan di bawah garis dia nulis toilet. Langsung aku ngakak bego, baru inget kalo di tempat umum suka ada tulisan dengan format semacam itu. Contohnya tulisan exit dibawahnya tertulis keluar. Kayaknya dia mengira kalo toilet itu bahasa Indonesianya adalah musholla.
emang orang indonesia kebanyakan maksa buat ngomong british,tapi TOEFL aja berantakan
BalasHapusitulah gaul ala bule,hehehe
walah itu dimana mas? salah bener dong kalo gitu ya, gak ada yg memberitahu
BalasHapusdi foto, itu tergambar toilet dan musholla tergabung dalam 1 ruangan ya?
BalasHapushem gitu lah,mungkin gengsinya terlalu gede :D,
BalasHapuspernah beberapa kali ketemu bule,pas di pangandaran,blepotan banget saya ngomong inggris,gara-gara pengen poto bareng tu bule
saya pernah satu angkot sama orang bule dikit-dikit kan ngerti juga apa yg di omongin,mungkin itu bule narsis di kira kita ngomongin mereka,padahalkan enggak,,paling sebel sama bule yg kaya gitu
haduh...ketawa bacanya.
BalasHapuskalau begitu, rambu2 yg ada di indo yg sebaiknya dibenarkan.
misalnya: toilet diberi tanda panah ke kiri.
mushola, di beri tanda panah ke kanan.
tapi kalau kayak gambar itu, ya wajar aja bulenya bingung. hihi...
kasian si bule :D
BalasHapusketawa pas baca LAPLAPAN hahaha... pake lap gombal ya.
BalasHapusBapakmu suka gombal ya
kok tau
soalnya aku kemarin digombalin #aihmaho
biar bingung asal british
BalasHapusWkwkwkwkwk! Kacau bener musholla dikira terjemahannya toilet, Mas.. :))
BalasHapusMakan Telo, Logat Burger....
BalasHapusHampir di setiap perkantoran di jakarta tuh memang begitu, musholla dan toilet nggak pernah saling berjauhan..
BalasHapus# ketawa duu ah: wkwkwkkkk...
BalasHapusKeren deh, kosa kata baru : Toilet ~ musholla..
betul itu, ditaman bunga juga ada tulisan Toilet | Mushola
BalasHapusHahaha, mantap bacaanya tapi kalau aku itu orang indonesia yang sering ngomong pake bhsa inggris, kenapa??" yah! kenapa tidak," wong saya juga bhsa inggrisnya masih payah/buruk. tapi saya ingin memperbagusnya dengan membiasakan ngomong/bicara english, jadi itu saya.. :D
BalasHapusvisit back my blog: www.mamatkaulo.blogspot.com
Sing gawe signagenya rodo pethuk...
BalasHapusWell I can't speak Bahasa yang baik om, so sorry ya kalau bahasa akyuuu campur-campur...