10 Juli 2007

Nilai = Hasil ???

Nilai-nilai seharusnya mengikuti perubahan materi

Saya pernah tergelitik oleh sebuah pertanyaan, manakah yang lebih penting antara materi dengan nilai-nilai dibalik materi?

Dengan pertanyaan yang lebih sederhana, Jika saya punya handphone, handphonenya dulu atau kemampuan mengoperasikannya? Yang jelas mereka yang punya HP pasti akan lebih cepat menguasai feature di hp daripada yang tidak punya. Tetapi benarkan kita telah menguasai segala seluk beluk pemakaian hp dengan berbagai konsekuensi yang mengiringinya.

 Ada ilustrasi
" ada suatu suku terasing di sebuah hutan belantara. Pola hidupnya sederhana, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengandalkan pada hasil hutan dan berburu. Pakaian yang mereka kenakan hanya dari kulit kayu dan daun-daunan. Pemerintah menyadari bahwa ada kesenjangan di sebagian penduduknya tersebut. Makanya, pemerintah mencanangkan suatu program, penduduk terasing harus memakai celana seperti orang-orang tinggal di kota. Pemerintah membagikan celana dan baju kepada seluruh penduduk di wilayah terasing tersebut."

Tentu saja mereka bersuka ria telah mendapatkan pakaian yang lebih nyaman dan hangat. Namun apa yang kemudian terjadi --- tiga bulan kemudian suku terasing tersebut memberontak kepada pemerintah ---- mereka menganggap pembagian pakaian tersebut adalah upaya pemerintah untuk membunuh penduduk secara pelan-pelan. Mereka menyerbu kota dan menghancurkan infrastruktur di kota yang dianggap tidak beritikat baik pada budaya mereka.

 Apa yang sebenarnya terjadi?
Ternyata tiga bulan setelah pembagian pakaian terjadi wabah penyakit kulit yang luar biasa. Terjadi wabah penyakit kudis dan gudikan yang luar biasa. Rupanya selama tiga bulan pakaian itu mereka kenakan terus menerus tanpa pernah dicuci.

 Jadi siapa yang bersalah?
Yang bersalah adalah KARENA MATERI DIBERIKAN TETAPI NILAI-NILAI DI BALIK MATERI TERSEBUT TIDAK TURUT DITANAMKAN.

Bahasa jawanya, "tidak ada direction for usenya" -- didalam masyarakat, tentunya direction for use tidak cuma dalam tataran 'teknis' tetapi juga moral.

 Saya sudah tulis ngalor ngidul sebenarnya berangkat dari ide sederhana? Kira-kira apa ya nilai-nilai sosial yang mengikuti pemilikan Handphone (HP)?

 Saya punya usulan, barangkali ini bisa jadi kode etik dalam pemakaian hp,
1. Angkat HP sebelum dering ke-3

2. Jika Nama kita belum terecord, di no HP yang jadi tujuan kita, sebaiknya begitu HP terangkat kita harus langsung sebutkan nama kita sebagai orang yang ingin memulai dalam berkomunikasi.

3. Sering terjadi --- nama kita sudah terecord di suatu HP--- tetapi pada saat diangkat diseberang sana menanyakan --- "saya bicara dengan siapa?", Sakit hati nggak? Langsung sebutkan aja nama yang menghubungi kita.

Persoalannya adalah kita sering mengangkatkan Hp orang lain --- saat itu mungkin sedang tidak di tempat--- tetapi tetap saja sebutkan namanya yang menghubungi, dan katakan bahwa pemilik hp sedang tidak berada di tempat tersebut.

4. Jika hp kita ketinggalan di suatu tempat, pada saat kembali Kita temukan banyak misscall -- apalagi dari orang yang kita kenal --- kita berkewajiban untuk menelpon balik dan meminta maaf. Kewajiban telpon balik nilainya setara dengan menjawab pada saat orang mengucap salam pada kita.

5. Jika ada sms kita wajib menjawabnya apa lagi dari orang yang kita kenal. Sms itu berbiaya namun hal tersebut merupakan resiko kita sudah memberitahu nomer kita kepada orang lain. Ini cumalah ide kecil, pasti ada ide lain yang lebih baik. Jangan sampai cerita dari pedalaman ini terjadi pada kita. Semoga dari hari ke hari bangsa kita menjadi lebih baik, semakin berbudaya, anti Illegal loging, anti korupsi. Pro-pendidikan 

Agaknya memang harus seperti itu pakde.
Tahun lalu saya pernah membuat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adi Satria. Kegiatan intinya saya membuat buletin bulanan mengenai komputer yang saya berikan gratis. Lalu saya adakan kursus teknisi untuk guru komputer SLTP dan SLTA serta kursus MS Office untuk perangkat desa dan kalangan pesantren yang saya berikan secara gratis disamping kursus reguler yang komersial.

Maksudnya saya ingin menzakatkan sebagian dari pendapatan usaha kursus dan service komputer saya sesuai bidang yang saya tekuni. Pada awalnya saya sangat gembira pakde dengan kegiatan itu.

Namun pada akhirnya saya harus bersedih. Satu persatu teman baik saya balik memusuhi saya. Bermacam sms tidak enak mampir ke hp saya. Rasa ketakutan mereka begitu besar padahal belum pernah mencoba. Teman-teman teknisi menganggap saya bodoh, pembuat kere dll.

Pikir mereka kalo setiap sekolah sudah ada teknisi, makan apa mereka? Begitu juga teman-teman pengeloa kursus. Mereka lapor ke Diknas dengan alasan persaingan tidak sehat. Berjalan beberapa bulan kegiatan itu saya pending dan sampai sekarang saya hanya bisa berharap kapan bisa melanjutkan kegiatan itu lagi tanpa dimusuhi teman-teman.

Jadi secara garis besarnya pemikiran pakde betul.
Saya sudah memberikan hp ke pacar saya tapi tidak bisa memberikan pengertian ke calon mertua saya kalo hp itu alat komunikasi. Sehingga pada saat meja makan mertua sedikit goyang, diambillah hp kesayangan saya untuk ganjel meja.

Mungkin benar kata-kata pakde, tidak selamanya kebaikan itu diterima baik.
Harus bagaimana?
Saya sendiri juga bingung....
Makasih pakde...

 Kutipan diatas adalah sepenggal gendu-gendu rasa (jawa) saya dengan pakde Akmal. Saya tidak menyebut itu sebagai diskusi karena tidak ada pemecahan yang dicari disini. Kita sekedar berbagi mengungkapkan unek-unek dalam hati. Menarik sekali isi jurnal-jurnal pakde Akmal walaupun dikemas sederhana tapi memikat.

Mungkin ada pesan tersirat di situ, dimana pakde ingin menyampaikan bahwa mutiara tidak selalu ada di almari kaca. Didasar lautan penuh karang dan berlumut pun kita bisa menemukan keindahan mutiara itu. Kesederhanaan, itu yang tertangkap sejak pertama kali saya membuka situs ini. Saya hanya menemukan satu jurnal saja, tetapi setelah saya telaah panjang saya bergumam dalam hati. Andai saja jurnal jurnal itu terus bertambah...

 Mengemas wacana yang dalam secara ringan dan mudah dimengerti serta tidak terkesan menggurui. Itu yang paling saya sukai. Saya tunggu jurnal lainnya pakde. Semoga kesibukan pakde tidak menyurutkan kemauan untuk berbagi....
Terima kasih

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena