15 Oktober 2010

Senioritas

Jaman masih suka gabung di organisasi dulu, apalagi yang berbau-bau militer, ada sebuah lagu wajib untuk setiap calon anggota yang baru bergabung. Salah satu petikan bait lagu itu berbunyi, "we following the senior, always following the senior" dan ditutup dengan kalimat "senior can do no wrong..."

Kalo pejabat atau aparat sekarang tak pernah merasa salah hanya karena merasa sudah senior, mungkin tak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena sejak mereka baru mau akan dididik saja sudah ditanamkan doktrin semacam itu. Tapi kalo di level bawah juga ikutan terbawa idealisme senioritas itu, agaknya budaya itu sudah harus mulai dikikis sejak tahap pendidikan usia dini.

Sudah menjadi satu ketentuan setiap kali masuk ke habitat baru, aku harus lebih banyak diam dan menyimak apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Setuju atau tidak setuju pokoknya "mending manut timbang benjut..."

Contoh kasusnya adalah ketika melihat pekerjaan kurang memenuhi standar yang dilakukan oleh senior, memberi masukan tata kerja yang lebih baik bukanlah ide baik. Secara teori memang harus bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan. Mending kasih tau cara yang benar urusan diterima atau tidak urusan belakang. Namun di lapangan hal semacam itu susah dijalankan. Apalagi bila seniorisme cukup kuat melekat. Pendatang baru banyak usul bisa bikin hidup terasing ke planet Pluto.

Lagipula siapa yang menjamin orang yang berwenang disitu akan mendukung usul kebaikan kita. Misalnya ada yang membuka baud tanpa kunci pas dan masih menggunakan tang. Bisa saja kesalahkaprahan itu masih dianggap dalam batas toleransi di perusahaan. Makanya aku lebih suka diam dan paling banter minta ijin ikut mengerjakan dan aku lakukan dengan cara yang lebih baik. Biarkan saja pejabat berwenang yang menilai sendiri secara alami tanpa harus aku sodor-sodorkan pekerjaanku. Bila memang pimpinan peka dengan kualitas harusnya bisa mempertanyakan kenapa sebagian baut utuh dan sebagian lecet-lecet untuk kemudian dievaluasi. Mungkin hanya sebatas itu berbagi kebaikan yang bisa aku lakukan. Jadi untung-untungan doang. Karena bila pimpinan tak peka, semua yang kulakukan kan tidak ada artinya.

Mungkin ini juga yang bisa aku lakukan dengan besarnya rasa skeptisku ke para pengelola negara ini. Mereka merasa senior yang tak pernah salah. Sehingga bila aku terlalu keras bicara hanya dianggap mengusik kesenioran mereka. Aku berteriak cukup di blog saja kayaknya. Di dunia nyata, cukup aku lakukan sebatas berbuat tanpa harus aku asong-asongkan.

Bisa bermanfaat syukur alhamdulillah. Kalo pun tidak, minimal aku sudah belajar berbuat baik. Minimal baik menurut diriku sendiri. Buat orang lain ga baik, emang gua pikirin. Kalo lagu dangdut bilang, "aku tak peduli kau milik siapa..."
Hahaha biadab...

Mobile Post via XPeria

5 comments:

  1. iyah... kadang ketika kita mengusulkan sesuatu yanng baik pada yang merasa senior dibilang sok tau atau ngelamak >.<
    yang penting kita melakukan apa yang baik, daripada tidak sama sekali atau daripada ikut melakukan hal yang salah >.<

    BalasHapus
  2. yups...itulah salah satu kelebihan dunia blog ini...jika di dunia nyata suara kita tenggelam oleh suara para senior2 yg sok pintar mending kita teriak disini dan tumpahkan semua uneg2 disini...

    saya salut dengan prinsip yang ini ". Di dunia nyata, cukup aku lakukan sebatas berbuat tanpa harus aku asong-asongkan."

    BalasHapus
  3. wuih... selamat... dah masuk kerja lagi. gak jadi bisnis belut???

    BalasHapus
  4. Tul, kbenaran kan bukan monopoli skelompok org trtentu... usia g mnjamin dwasa ato tdknya cara bpkir seseorang,..

    BalasHapus
  5. "aku tak peduli kau milik siapa..." .. lagu dangdut nya siapa yaa ... judul nya apa .... mau donlod susah nyari nya euiy .... kabari yaa .... ke hadhyan at yahoo.com ..... tengkiyuu

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena