Awalnya aku pikir hanya akan ada obrolan-obrolan pendek tentang novel ketika aku bertandang ke rumah Ahmad Tohari. Ternyata setelah tahu aku mengelola blog berbahasa Banyumasan, respon beliau antusias sekali dan obrolan bersambung lewat telepon.
Kecemasan beliau tentang berkurangnya penutur ngapak dan penulis muda tampak sekali. Penulis muda memang cukup banyak. Tapi yang mau mengangkat kearifan lokal sangat jarang. Kebanyakan lebih menyukai tema-tema pop remaja dan percintaan yang cenderung slapstick. Apalagi yang mau menulis menggunakan bahasa daerah, dihitung dengan jaripun katanya susah.
Saat aku sampaikan alasan kenapa aku mengadakan lomba menulis dalam bahasa ngapak, beliau malah cerita tentang majalah yang sedang beliau rintis. Majalah bernama Ancas dengan tagline Kalawarta Panginyongan itu mulai diterbitkan pada bulan April 2010. Awal mulanya adalah ketika beliau mengusulkan kepada pemerintah agar SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) Banyumas yang sebelumnya dikelola Yayasan Sendang Mas agar dikelola pemerintah. Setelah sekolah tersebut diambilalih, ada dana di kas Yayasan sebanyak 25 juta. Terbersitlah dalam benak Ahmad Tohari untuk menerbitkan majalah.
Didukung sukarelawan peduli budaya yang bekerja tanpa gaji, beliau mulai merintis penerbitannya walau belum bisa berjalan secara komersial. Jangankan meraih keuntungan materi, untuk menutup operasional sebanyak 12 juta per penerbitan saja, Ahmad Tohari masih harus merogoh kocek pribadi. Bila sekarang sudah edisi keenam, silakan hitung sendiri berapa dana pribadi yang tercurah kesitu.
Beliau minta bantuan untuk ikut mempublikasikan keberadaan majalah Ancas ke kalangan penutur bahasa Banyumasan. Harga per eksemplar 10 ribu rupiah. Bila ada teman-teman warga Banyumasan yang berkenan berlangganan atau memasang iklan, silakan hubungi Redaksi ANCAS Jl DI Panjaitan No 8 Purwokerto atau nomor hape 081 804 840 145.
Selain itu AHmad Tohari juga minta agar tulisan teman-teman blogger ngapak terus dikumpulkan dan bisa dimuat dalam majalah Ancas. Selama ini kontributor artikel masih terbatas internal redaksi. Diharapkan bila semakin banyak penulis yang berkontribusi, isi majalah bisa semakin menarik. Yang dalam jangka panjangnya bisa membuat bahasa ngapak semakin berkembang dan terhindar dari kepunahan.
Bagaimanapun juga, kurikulum di sekolah-sekolah memang tidak pernah mendukung bahasa pinggiran. Bahasa Jawa yang memilik banyak cabang, selalu dianggap sebagai satu kesatuan yang mengarah ke bahasa Jogja Solo sebagai bahasa Jawa bakunya. Akibatnya di daerah-daerah non penutur Jawa Jogja Solo, pelajaran bahasa Jawa tidak mengena bila dikatakan sebagai muatan lokal. Anak-anak sekarang sepertinya lebih bagus nilainya untuk pelajaran bahasa Inggris atau Arab daripada bahasa Jawa. Padahal sebagai bahasa yang egaliter, bahasa ngapak lebih mudah dipelajari daripada bahasa Jawa Jogja Solo.
Teknisnya mungkin seperti lomba nulis ngapak ini. Teman-teman nulis di blog sendiri lalu kasih link tulisan ke blog yang ditentukan agar bisa aku kopi. Untuk artikel atau fiksi berbahasa ngapak, laporan link nya bisa tetap ke blog ngapak. Untuk fiksi berbahasa Indonesia mungkin bisa ke blog kroyokan fiksiku, tapi tar aku beresin dulu ya. Masih berantakan soalnya...
Ok teman...
Yang berminat ikut partisipasi aku tunggu ya. Yang penting kata beliau, menulis dan menulislah jangan pernah bosan. Jangan sekali-kali mau menulis hanya karena ingin dimuat di media atau diterbitkan. Beliau saja membutuhkan waktu 8 tahun menulis dan menulis tanpa henti sampai Kompas mau menerbitkan tulisannya.
Sekalian titip pesen buat teman yang punya kenalan warga Banyumasan, bantulah nguri uri budaya kalawarta panginyongan dengan berlangganan majalah Ancas. Yang ingin membeli novel Ahmad Tohari versi ngapak pun bisa menghubungi redaksi dengan alamat dan nomor telepon tertera di atas. Untuk novel versi bahasa lain bisa di Gramedia.
Terima kasih sebelumnya teman...
Kecemasan beliau tentang berkurangnya penutur ngapak dan penulis muda tampak sekali. Penulis muda memang cukup banyak. Tapi yang mau mengangkat kearifan lokal sangat jarang. Kebanyakan lebih menyukai tema-tema pop remaja dan percintaan yang cenderung slapstick. Apalagi yang mau menulis menggunakan bahasa daerah, dihitung dengan jaripun katanya susah.
Saat aku sampaikan alasan kenapa aku mengadakan lomba menulis dalam bahasa ngapak, beliau malah cerita tentang majalah yang sedang beliau rintis. Majalah bernama Ancas dengan tagline Kalawarta Panginyongan itu mulai diterbitkan pada bulan April 2010. Awal mulanya adalah ketika beliau mengusulkan kepada pemerintah agar SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) Banyumas yang sebelumnya dikelola Yayasan Sendang Mas agar dikelola pemerintah. Setelah sekolah tersebut diambilalih, ada dana di kas Yayasan sebanyak 25 juta. Terbersitlah dalam benak Ahmad Tohari untuk menerbitkan majalah.
Didukung sukarelawan peduli budaya yang bekerja tanpa gaji, beliau mulai merintis penerbitannya walau belum bisa berjalan secara komersial. Jangankan meraih keuntungan materi, untuk menutup operasional sebanyak 12 juta per penerbitan saja, Ahmad Tohari masih harus merogoh kocek pribadi. Bila sekarang sudah edisi keenam, silakan hitung sendiri berapa dana pribadi yang tercurah kesitu.
Beliau minta bantuan untuk ikut mempublikasikan keberadaan majalah Ancas ke kalangan penutur bahasa Banyumasan. Harga per eksemplar 10 ribu rupiah. Bila ada teman-teman warga Banyumasan yang berkenan berlangganan atau memasang iklan, silakan hubungi Redaksi ANCAS Jl DI Panjaitan No 8 Purwokerto atau nomor hape 081 804 840 145.
Selain itu AHmad Tohari juga minta agar tulisan teman-teman blogger ngapak terus dikumpulkan dan bisa dimuat dalam majalah Ancas. Selama ini kontributor artikel masih terbatas internal redaksi. Diharapkan bila semakin banyak penulis yang berkontribusi, isi majalah bisa semakin menarik. Yang dalam jangka panjangnya bisa membuat bahasa ngapak semakin berkembang dan terhindar dari kepunahan.
Bagaimanapun juga, kurikulum di sekolah-sekolah memang tidak pernah mendukung bahasa pinggiran. Bahasa Jawa yang memilik banyak cabang, selalu dianggap sebagai satu kesatuan yang mengarah ke bahasa Jogja Solo sebagai bahasa Jawa bakunya. Akibatnya di daerah-daerah non penutur Jawa Jogja Solo, pelajaran bahasa Jawa tidak mengena bila dikatakan sebagai muatan lokal. Anak-anak sekarang sepertinya lebih bagus nilainya untuk pelajaran bahasa Inggris atau Arab daripada bahasa Jawa. Padahal sebagai bahasa yang egaliter, bahasa ngapak lebih mudah dipelajari daripada bahasa Jawa Jogja Solo.
Dan sebuah kabar gembira buat teman-teman yang berniat menjadi penulis beneran, beliau siap untuk membantu kasih rekomendasi kepada Gramedia atau penerbit untuk bisa menerbitkan tulisan teman-teman blogger. Tidak harus tulisan berbahasa ngapak. Yang penting mengangkat kearifan lokal, dalam bahasa lain pun beliau siap membantu.
Teknisnya mungkin seperti lomba nulis ngapak ini. Teman-teman nulis di blog sendiri lalu kasih link tulisan ke blog yang ditentukan agar bisa aku kopi. Untuk artikel atau fiksi berbahasa ngapak, laporan link nya bisa tetap ke blog ngapak. Untuk fiksi berbahasa Indonesia mungkin bisa ke blog kroyokan fiksiku, tapi tar aku beresin dulu ya. Masih berantakan soalnya...
Ok teman...
Yang berminat ikut partisipasi aku tunggu ya. Yang penting kata beliau, menulis dan menulislah jangan pernah bosan. Jangan sekali-kali mau menulis hanya karena ingin dimuat di media atau diterbitkan. Beliau saja membutuhkan waktu 8 tahun menulis dan menulis tanpa henti sampai Kompas mau menerbitkan tulisannya.
Sekalian titip pesen buat teman yang punya kenalan warga Banyumasan, bantulah nguri uri budaya kalawarta panginyongan dengan berlangganan majalah Ancas. Yang ingin membeli novel Ahmad Tohari versi ngapak pun bisa menghubungi redaksi dengan alamat dan nomor telepon tertera di atas. Untuk novel versi bahasa lain bisa di Gramedia.
Terima kasih sebelumnya teman...
kunjungan perdana,
BalasHapusiya sih brader, sekarang emang jarang banget penulis muda yg mengulas hal2 beginian. mungkin karena terus majunya peradaban.. salam
wah nulis apa ya enaknyaaa
BalasHapusnanti juga ada sob, percaya deh :))
BalasHapusSaya seneng sekali mendengarkan apresiasi yang begitu besar terhadap budaya sendiri..memang seharusnya demikian agar kita mampu berdiri kokoh menerjang kehidupan, sehingga ga perlu mengalami syok culture di mana pun kita berada yang lumayan melelahkan dengan beradaptasi terhadap gempuran budaya yang diluar budaya ibu kita... :)
BalasHapuswaa... penulis yang mau menulis hanya karena ingin diterbitkan di media atau koran, untuk dapat honor, atau agar namanya terkenal, bukanlah penulis sejati...
BalasHapusahmad tohari yg ronggeng dukuh paruk? wow.... bahasa ngapak itu bahasa apaan? (maaf baru dengar)
BalasHapusEnyong wong Tegal basane enggal padha karo rika oh. Ning bloge enyong www.mat-avip.tk ana tulisan sing ana basa lokale, tapi ora murni, campuran maksude. Pengin nulis basa Tegalan tapi wedi laka sing maca.
BalasHapusKalo fiksix tntg bdaya daerah laen, bsa g?
BalasHapusWah aku jadi tertarik mau ikutan nulis nie hhe..... tapi aku gak bisa klo bahasa ngapak hhe.. klo bisa mah aku udah ikutan lombanya kmarena wkwk,,,, Semangat terus Sob.. mesti terus dilestarikan tuh..... sukses buat Ancas.....
BalasHapusPengen ikut, tapi nggak bisa berbahasa ngapak dan tulisan di blogku kebanyakan tentang anak-anak.
BalasHapusBahasa tiap daerah memang tetap perlu dilestarikan, salut buat Ahmad Tohari yang berjuang untuk itu dan dua jempol buat mas yang mengkoordinir kegiatan pengumpulan tulisan.... met berjuang deh....
waw, ayo pak budayakan budaya kita dengan cara menulis kayak gt. lumayan buat ngejaga warisan leluhur dan sosialisasi plus publikasi lagi ke generasi muda..
BalasHapusEngko aq tek gawe tulisan ngapak maning kang..Tapi aja di muat nang redaksi kompas apa gramedia ya..Wkwkwkwk anu mung go nguri2 budaya ngapak tok kang
BalasHapusWah, sangat2 menarik sob :D
BalasHapusSaya dukung dah! :D
hmmm dengan begini bahasa² daerah bisa menjadi lebih familiar dikalangan masyarakat luas,. pelestarian bahasa daerah ini namanya
BalasHapusSukses Slalu!
andai reaLisasi apresiasi ini dapat tercapai, maka diharapkan peLestarian budaya akan Lebih cermat dan terarah sampai ke manca negara.
BalasHapuslah iya sedulur.................
BalasHapusmayuh bareng-bareng padha nguri-uri budayane dhewek sing rupa basa banyumasan.
inyong sekanca siki gawe majalah basa banyumasan, arane ANCAS. mangga padha nyengkuyung rame-rame.....
tek tunggu dulur...........