#17++
Kerja di pedalaman yang jauh dari peradaban memang memiliki seni tersendiri. Tak heran bila banyak orang yang tidak mampu bertahan, karena tak mampu mengikuti aliran kehidupan alamnya. Ada yang begitu habis kontrak tidak mau melanjutkan. Banyak pula yang putus asa di tengah jalan. Malah ada yang baru datang satu dua hari sudah kabur meninggalkan site.
Efek baiknya adalah jadi banyak teman. Begitu banyak orang yang datang seolah-olah hanya untuk kenalan lalu pergi dan datang lagi kenalan baru. Efek ga enaknya bila yang datang pergi orang dari unit kerja kita. Cape juga setiap kali harus ngajarin orang baru yang silih berganti.
Menghadapi orang baru pun tak selamanya indah. Apalagi bila yang datang itu masih anggota dinasti mengingat disini statusnya perusahaan keluarga. Aku paling sebel kalo ada yang datang, perkenalan pertamanya dengan kata-kata, "saya keponakannya pak anu..."
Apa urusanku dengan keponakan, adik atau saudara bos dalam urusan kerjaan. Masuk ke unitku ya aku ajarin mekanisme pekerjaannya dan nurut dibawah komandoku. Anak bau kentut baru tahu bangku sekolahan saja sudah banyak atur ini itu. Ga mikir bahwa kondisi di lapangan tuh beda jauh dan banyak teori-teori sekolahan yang harus dimodifikasi.
Yang bukan keluarga besar pun kadang ada yang belagu. Sudah perkenalan pertama sambil membusungkan dada, saya manager anu. Trus banyak cingcong tanpa mau pelajari dulu kondisi lapangan. Eh, belum sebulan dah ngacir ga mampu bertahan. Kan nyebelin banget.
Mau pinter, mau punya jabatan, bila kesan pertama dibuat biasa saja kayaknya lebih nyaman untuk banyak orang. Tanpa perlu banyak berkoar di awal, bila ternyata bisa kerja dan kerjasama juga akan dihargai teman termasuk orang lama. Lagian jabatan itu kan di kantor. Membawa-bawa jabatan sampai ke mess bisa-bisa diketawain orang. Apalah artinya sebuah posisi atau profesi bila tidak mampu kerjasama dengan yang lain. Skill yang mumpuni saat di Jawa belum tentu bisa kerja maksimal saat masuk hutan.
Dan ngomong-ngomong soal keahlian, aku kadang kasihan juga ke beberapa teman. Seperti seorang ahli gitar suka disebut gitaris. Pinter nyanyi dibilang vocalis. Masa teman teknik sipil disebut sipilis. Atau temenku bagian system analis...
Hahaha becanda ding...
Kerja di pedalaman yang jauh dari peradaban memang memiliki seni tersendiri. Tak heran bila banyak orang yang tidak mampu bertahan, karena tak mampu mengikuti aliran kehidupan alamnya. Ada yang begitu habis kontrak tidak mau melanjutkan. Banyak pula yang putus asa di tengah jalan. Malah ada yang baru datang satu dua hari sudah kabur meninggalkan site.
Efek baiknya adalah jadi banyak teman. Begitu banyak orang yang datang seolah-olah hanya untuk kenalan lalu pergi dan datang lagi kenalan baru. Efek ga enaknya bila yang datang pergi orang dari unit kerja kita. Cape juga setiap kali harus ngajarin orang baru yang silih berganti.
Menghadapi orang baru pun tak selamanya indah. Apalagi bila yang datang itu masih anggota dinasti mengingat disini statusnya perusahaan keluarga. Aku paling sebel kalo ada yang datang, perkenalan pertamanya dengan kata-kata, "saya keponakannya pak anu..."
Apa urusanku dengan keponakan, adik atau saudara bos dalam urusan kerjaan. Masuk ke unitku ya aku ajarin mekanisme pekerjaannya dan nurut dibawah komandoku. Anak bau kentut baru tahu bangku sekolahan saja sudah banyak atur ini itu. Ga mikir bahwa kondisi di lapangan tuh beda jauh dan banyak teori-teori sekolahan yang harus dimodifikasi.
Yang bukan keluarga besar pun kadang ada yang belagu. Sudah perkenalan pertama sambil membusungkan dada, saya manager anu. Trus banyak cingcong tanpa mau pelajari dulu kondisi lapangan. Eh, belum sebulan dah ngacir ga mampu bertahan. Kan nyebelin banget.
Mau pinter, mau punya jabatan, bila kesan pertama dibuat biasa saja kayaknya lebih nyaman untuk banyak orang. Tanpa perlu banyak berkoar di awal, bila ternyata bisa kerja dan kerjasama juga akan dihargai teman termasuk orang lama. Lagian jabatan itu kan di kantor. Membawa-bawa jabatan sampai ke mess bisa-bisa diketawain orang. Apalah artinya sebuah posisi atau profesi bila tidak mampu kerjasama dengan yang lain. Skill yang mumpuni saat di Jawa belum tentu bisa kerja maksimal saat masuk hutan.
Dan ngomong-ngomong soal keahlian, aku kadang kasihan juga ke beberapa teman. Seperti seorang ahli gitar suka disebut gitaris. Pinter nyanyi dibilang vocalis. Masa teman teknik sipil disebut sipilis. Atau temenku bagian system analis...
Hahaha becanda ding...
ini cerita disisi orang lama ya mas, saya pernah diposisi orang baru terkadang agak dianggap sebelah mata, tapi seiring lamanya waktu mereka tau aku bisa dan punya keahlian :)
BalasHapusKata-katanya yang nyeleneh... hahaha... bau kencur jadi bau kentut... dan endingnya pasti deh... aku pilih jadi geulis saja deh... hehehe...
BalasHapusTeman baru apalagi dalam pekerjaan adalah hal biasa sahabat, yang penting teman baru selalu saling mendukung dan bekerja sama dalam menyelesaikan setiap pekerjaan
BalasHapussama seperti disini kang., karyawan baru,kenalan bartanya-tanya sok akrab ternyata malem langsung ngacir ra betah tinggal di hutan
BalasHapusHhahah, kok kamu bisa betah toh mas? Jempol deh saya... *membayangkan 20juta* ahahahha :)
BalasHapustong kosong nyaring bunyinya ya kang?
BalasHapusbtw,judulnya itu lho...kirain apaan...
ternyata gaji di hutan 17jt +++ yach, makanya kang rawins ttp betah (loh...ga nyambung ya komennya, yo ben!) :D
Pantesan 17++ :P
BalasHapusSaru kerineee huuuu~
Baru nemu blog yang ada label2 segmentasi pembaca kaya acara tipi.
BalasHapusWhakakakak...sebutan baru tuh. Bagus juga. Kalau ahli blog jadi apa ya kira-kira?
BalasHapussepajang hidup teman selalu datang dan pergi
BalasHapusAku ingat dulu pernah mau kerja di sebuah tempat. Calon pengguna jasaku membaca CV-ku dan mengenali alamat rumahku. Ternyata dia sering kirim kartu Lebaran ke bapakku. Semenjak itu aku dikenal sebagai "dr Vicky, anaknya dr X". Itu sangat menyebalkan!
BalasHapusSetelah aku selesai kontrak di sana, aku pindah ke tempat lain, dan nggak mau bawa-bawa nama belakang bapakku lagi. Saban kali ditanya aku anak siapa, aku tidak pernah mau jawab nama bapakku. Akhirnya aku dibiarkan bekerja tanpa orang tahu identitasku yang sesungguhnya dan orang bisa menilaiku secara obyektif. Memang sifat-sifat jelekku jadi keliatan, tapi menurutku, itu lebih nyaman karena orang jadi mengenalku sebagai diriku sendiri, bukan sebagai anaknya si Anu..
Yang jelas itu merupakan suatu pengalaman yang luar biasa, dan itu tidak banyak terjadi pada orang lain kawan, hal penting yang perlu kita lakukan adalah mensyukuri nikmat dan mengambil hikmah dari perjalanan hidup yang merupakan pengalaman yg luar biasa, salam sukses kawan....
BalasHapussalam perkenalan dari saya, jangan lupa kunjungi kembali saya kawan
terima kasih
baru keponakan aja udah sombong ya, Om. Aku aja yang anak nya yang punya perusahaan ga pernah pamer2 tuh hahaha....
BalasHapushahahaa...
BalasHapusanalis dan sipilis...
profesinya keren ternyata..
:P
Ternyata stereotipe "saya keponakannya pak anu, saudaranya Bu inu......" ada di semua bidang ya.
BalasHapusKalau sudah bertemu orang model demikian, JIKA gak ingat sopan-santun maunya saya bilang : berarti tanpa embel-2 anu dna inu anda tak berkompeten utk kerja dunk?