#Dewasa
Pagi-pagi malah sarapan pasien curhat...
Ada temen di kerjaan yang selama ini aku anggap pendiam mendadak cerita panjang lebar tentang kehidupannya. Selentingan gosip tak jelas yang pernah aku dengar sih dia belum lama cerai tanpa aku tau pasti jalan ceritanya. Baru pagi ini aku tahu penyebabnya yaitu istrinya terlibat skandal perselingkuhan dengan tetangganya yang masih berbau saudara. Dan kebetulan istri tetangganya itupun tidak ada di rumah karena profesinya sebagai TKI.
Awalnya temanku itu tak mau ribut dan merasa cukup menyelesaikan masalah dengan menceraikan istrinya baik-baik. Dia cukup dewasa bisa mengerti bahwa semuanya sudah terjadi dan tak akan mungkin diputar balik. Terlepas dari kepergiannya dari rumah untuk mencari nafkah keluarga, dia berusaha untuk tidak 100% menyalahkan istrinya. Bagaimanapun juga suami punya tanggung jawab untuk mendidik istri dan menafkahi secara lengkap dalam artian lahir batin tak boleh kurang.
Sebenarnya temanku sudah damai tidak terlalu terbelenggu sakit hati dengan menanamkan pemahaman seperti itu. Namun dia akhirnya butuh teman cerita saat kasus itu ternyata masih berkelanjutan. Saat pertemuan keluarga waktu skandal itu terbongkar, keluarga kedua belah pihak memutuskan kedua pelaku itu akan dinikahkan karena istrinya yang di luar negeri pun melalui telepon sudah menyatakan minta cerai. Ketenangan temanku itu mulai terusik, ketika calon janda baru yang di luar negeri terus menerus telpon dan meminta dia untuk menikahinya.
Dimintai pendapat soal kasus itu, terus terang aku tak bisa banyak membantu. Aku cuma minta dia untuk diam dulu sejenak memikirkan motivasinya sebelum mengambil sebuah keputusan. Kalo motivasinya tentang fisik, katanya calon janda itu lebih cakep dibanding istrinya. Apalagi sudah mendapat polesan Hongkong tentu lebih menarik lagi. Bila yang dilihat sisi ekonomi, pastilah lebih punya banyak tabungan yang bisa mendukung cita-citanya untuk segera hengkang dari sini dan buka usaha sendiri di Jawa.
Yang perlu dipikir agak panjang adalah jangan sampai terjadi pernikahan dengan landasan dendam. Karena pasangan masing-masing sudah melakukan perselingkuhan dan dinikahkan, biar impas dia harus ikutan menikah juga. Sudahkah dipikirkan masa depannya nanti disaat ambisi dendam itu sudah terkikis habis oleh waktu. Walau omongan orang lain kadang tak perlu kita dengarkan, sudah siapkah dengan kesan miring dari tetangga sebelah akan kasus tukar pasangan semacam itu.
Dibilang begitu dia malah kelihatan tambah bingung dan sedikit maksa aku kasih jalan keluar. Sesuatu yang tak mungkin aku lakukan karena aku tak pernah mau membuatkan baju untuk orang lain dengan mengukur di badanku sendiri. Jawabanku tetap tak berubah agar dia berpikir dan mengambil keputusan sendiri sesuai kata hatinya dengan menimbang bobot baik buruknya di masa depan dia sendiri nanti.
Temanku itu kemudian melanjutkan cerita. Kalo bicara kata hati dia cenderung bilang tidak. Jawaban ini pernah disampaikan ke TKI itu. Tapi yang bersangkutan malah mengatakan akan menuntut bila tidak mau menikah. Katanya dia juga bersalah, sebagai suami tidak bisa mendidik istri sampai akhirnya mengganggu suami orang.
Mendengar itu, aku coba mengingat-ingat pasal hukum tentang perzinahan. Kalo tidak salah, menurut KUHP pasal 284, perzinahan adalah delik aduan dimana proses hukum baru dapat diberlakukan bila ada salah satu pihak yang merasa dirugikan menuntut. Dalam waktu 3 bulan sejak penuntutan diajukan, proses perceraian harus dilakukan atau tuntutan dianggap gugur. Mengingat ketentuan ini, memang sangat memungkinkan untuk si calon janda itu melakukan penuntutan. Tapi kan gugatan hukum itu berlaku hanya kepada kedua pelaku dan bukan ke pasangan salah satu pelaku. Aku bisa sampaikan ke temanku, secara hukum dia tidak ada masalah.
Bila dikaitkan dengan norma masyarakat yang sekarang ini mulai berotak bisnis dimana kasus semacam ini sering diselesaikan dengan denda dalam bentuk uang, temanku pun bukan dalam posisi tergugat. Malah kalo mau dia bisa juga minta pembayaran denda kepada selingkuhan istrinya. Tentang kesalahannya dikatakan tidak bisa mendidik istri, itu cuma akal-akalan saja menurutku. Bahkan aku berani bilang itu merupakan tipikal perempuan Indonesia. Dimana saat ketauan suaminya selingkuh, kadang bukan suaminya yang dipersalahkan. Tapi selingkuhan suaminya yang didamprat dianggap merebut suami orang.
Bisa jadi ini merupakan dampak euforia emansipasi yang berlebihan. Coba bandingkan sikap cewek dulu dengan sekarang pasti sudah jauh berbeda. Rasanya jaman aku mulai pacaran dulu, cewek masih mau menerima cinta tapi tak lebih dari itu. Seolah prinsipnya, "cintai aku tapi jangan sentuh aku."
Beberapa tahun kedepan sudah berubah, "boleh cium aku tapi jangan lebih dari itu".
Jaman makin maju prinsipnya berubah lagi, "lakukan apa yang kamu mau tapi jangan bilang siapa-siapa."
Bisa jadi yang mulai berlaku sekarang adalah, "ayo lakukan semuanya. Kalo tidak, aku akan bilang ke semua orang kalo kamu tidak bisa apa-apa..."
Duh sudah mulai melantur dari topik...
Tapi intinya gini. Aku tetap tidak bisa memutuskan masalah temanku. Aku cuma bisa kasih pandangan dari luar saja yang berkaitan dengan norma dan hukum. Sayangnya aku tak begitu paham soal hukum yang berlaku di Indonesia. Kalo lah ada teman yang lebih mengerti, mungkin bisa bantu kasih saran agar bisa membantu meringankan beban temanku itu.
Itu saja
Terima kasih sebelumnya...
Pagi-pagi malah sarapan pasien curhat...
Ada temen di kerjaan yang selama ini aku anggap pendiam mendadak cerita panjang lebar tentang kehidupannya. Selentingan gosip tak jelas yang pernah aku dengar sih dia belum lama cerai tanpa aku tau pasti jalan ceritanya. Baru pagi ini aku tahu penyebabnya yaitu istrinya terlibat skandal perselingkuhan dengan tetangganya yang masih berbau saudara. Dan kebetulan istri tetangganya itupun tidak ada di rumah karena profesinya sebagai TKI.
Awalnya temanku itu tak mau ribut dan merasa cukup menyelesaikan masalah dengan menceraikan istrinya baik-baik. Dia cukup dewasa bisa mengerti bahwa semuanya sudah terjadi dan tak akan mungkin diputar balik. Terlepas dari kepergiannya dari rumah untuk mencari nafkah keluarga, dia berusaha untuk tidak 100% menyalahkan istrinya. Bagaimanapun juga suami punya tanggung jawab untuk mendidik istri dan menafkahi secara lengkap dalam artian lahir batin tak boleh kurang.
Sebenarnya temanku sudah damai tidak terlalu terbelenggu sakit hati dengan menanamkan pemahaman seperti itu. Namun dia akhirnya butuh teman cerita saat kasus itu ternyata masih berkelanjutan. Saat pertemuan keluarga waktu skandal itu terbongkar, keluarga kedua belah pihak memutuskan kedua pelaku itu akan dinikahkan karena istrinya yang di luar negeri pun melalui telepon sudah menyatakan minta cerai. Ketenangan temanku itu mulai terusik, ketika calon janda baru yang di luar negeri terus menerus telpon dan meminta dia untuk menikahinya.
Dimintai pendapat soal kasus itu, terus terang aku tak bisa banyak membantu. Aku cuma minta dia untuk diam dulu sejenak memikirkan motivasinya sebelum mengambil sebuah keputusan. Kalo motivasinya tentang fisik, katanya calon janda itu lebih cakep dibanding istrinya. Apalagi sudah mendapat polesan Hongkong tentu lebih menarik lagi. Bila yang dilihat sisi ekonomi, pastilah lebih punya banyak tabungan yang bisa mendukung cita-citanya untuk segera hengkang dari sini dan buka usaha sendiri di Jawa.
Yang perlu dipikir agak panjang adalah jangan sampai terjadi pernikahan dengan landasan dendam. Karena pasangan masing-masing sudah melakukan perselingkuhan dan dinikahkan, biar impas dia harus ikutan menikah juga. Sudahkah dipikirkan masa depannya nanti disaat ambisi dendam itu sudah terkikis habis oleh waktu. Walau omongan orang lain kadang tak perlu kita dengarkan, sudah siapkah dengan kesan miring dari tetangga sebelah akan kasus tukar pasangan semacam itu.
Dibilang begitu dia malah kelihatan tambah bingung dan sedikit maksa aku kasih jalan keluar. Sesuatu yang tak mungkin aku lakukan karena aku tak pernah mau membuatkan baju untuk orang lain dengan mengukur di badanku sendiri. Jawabanku tetap tak berubah agar dia berpikir dan mengambil keputusan sendiri sesuai kata hatinya dengan menimbang bobot baik buruknya di masa depan dia sendiri nanti.
Temanku itu kemudian melanjutkan cerita. Kalo bicara kata hati dia cenderung bilang tidak. Jawaban ini pernah disampaikan ke TKI itu. Tapi yang bersangkutan malah mengatakan akan menuntut bila tidak mau menikah. Katanya dia juga bersalah, sebagai suami tidak bisa mendidik istri sampai akhirnya mengganggu suami orang.
Mendengar itu, aku coba mengingat-ingat pasal hukum tentang perzinahan. Kalo tidak salah, menurut KUHP pasal 284, perzinahan adalah delik aduan dimana proses hukum baru dapat diberlakukan bila ada salah satu pihak yang merasa dirugikan menuntut. Dalam waktu 3 bulan sejak penuntutan diajukan, proses perceraian harus dilakukan atau tuntutan dianggap gugur. Mengingat ketentuan ini, memang sangat memungkinkan untuk si calon janda itu melakukan penuntutan. Tapi kan gugatan hukum itu berlaku hanya kepada kedua pelaku dan bukan ke pasangan salah satu pelaku. Aku bisa sampaikan ke temanku, secara hukum dia tidak ada masalah.
Bila dikaitkan dengan norma masyarakat yang sekarang ini mulai berotak bisnis dimana kasus semacam ini sering diselesaikan dengan denda dalam bentuk uang, temanku pun bukan dalam posisi tergugat. Malah kalo mau dia bisa juga minta pembayaran denda kepada selingkuhan istrinya. Tentang kesalahannya dikatakan tidak bisa mendidik istri, itu cuma akal-akalan saja menurutku. Bahkan aku berani bilang itu merupakan tipikal perempuan Indonesia. Dimana saat ketauan suaminya selingkuh, kadang bukan suaminya yang dipersalahkan. Tapi selingkuhan suaminya yang didamprat dianggap merebut suami orang.
Bisa jadi ini merupakan dampak euforia emansipasi yang berlebihan. Coba bandingkan sikap cewek dulu dengan sekarang pasti sudah jauh berbeda. Rasanya jaman aku mulai pacaran dulu, cewek masih mau menerima cinta tapi tak lebih dari itu. Seolah prinsipnya, "cintai aku tapi jangan sentuh aku."
Beberapa tahun kedepan sudah berubah, "boleh cium aku tapi jangan lebih dari itu".
Jaman makin maju prinsipnya berubah lagi, "lakukan apa yang kamu mau tapi jangan bilang siapa-siapa."
Bisa jadi yang mulai berlaku sekarang adalah, "ayo lakukan semuanya. Kalo tidak, aku akan bilang ke semua orang kalo kamu tidak bisa apa-apa..."
Duh sudah mulai melantur dari topik...
Tapi intinya gini. Aku tetap tidak bisa memutuskan masalah temanku. Aku cuma bisa kasih pandangan dari luar saja yang berkaitan dengan norma dan hukum. Sayangnya aku tak begitu paham soal hukum yang berlaku di Indonesia. Kalo lah ada teman yang lebih mengerti, mungkin bisa bantu kasih saran agar bisa membantu meringankan beban temanku itu.
Itu saja
Terima kasih sebelumnya...
wadduh-wadduh, tapi ceweknya jgn digeneralisasi yo mas
BalasHapusah jadi pengen curhat nih :p
kalo ga mau ya udah, susah amat tinggal bilang ngga..
BalasHapusyang salah juga bukan dia, tapi bininya itu..
masalah dia mau nuntut silahkan saja, toh yang mengajukan ke pengadilan pasti lebih dulu mengeluarkan uang banyak..
tau sendiri semua hal yang masuk ke pengadilan sama aja kayak dirampok..
jadi laki-laki mbok tegas napa sih?..
*koq aku yang sebel liat laki mletoy gituh*
Kalau saya yg dimintai pendapat spt itu jg gak bisa jawab lho. Org mnikah saja blm kok dimintai saran utk org yg mau tukar guling..eh,,tukar pasangan.
BalasHapusTp long time ago, ada seseorang yg minta saya utk memberikan jawaban persetujuan jika dia mau mnikah dgn si A. Saya jwb klo saya hanya org luar, keluarga jg bukan. Yg lebih tahu dan merasa bisa sreg/gak ya tetap dia sendiri...
hm ... itulah akibat emansipasi yang diagung-agungkan ... hahah :D
BalasHapuswalah kok sepertinya tuker2an istri nih yo,,jadinya,,ada2 saja,,tapi yo intinya masalah hati bener kata mas rawin,jgn jadi dendam2an
BalasHapuswah kalau begitu rumit juga urusannya ya pak rawins...
BalasHapussi janda LN rupanya ga iklas jadi minta tukeran @@
BalasHapusSaya terguncang dengan pernyataan, "tidak bisa mendidik istri"
BalasHapusApakah memang kita sebagai suami telah lalai ataukah memang perangai istri yang "bandel"?
Kasus yang rumit. Kasihan temannya di hibur saja supaya tidak bunuh diri gara-gara kehancuran rumah tangganya.
BalasHapuskunjungan gan .,.
BalasHapusMenjaga kepercayaan orang lain lebih penting daripada membangunnya.,.
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.
Complicated,...sungguh pelik masalahnya *_*
BalasHapuspentingnya mengendalikan diri, hati sesuatu yg abstrak menurutku mudah berubah tp pikiran harus tetap jernih dan tetap bisa memilah mana yg baik dan buruk, mana yg hrs diperturutkan mana yg harus dihindari...
heuuuu, sotoyyyy....
met malam sobat...^_^