Buaya Keroncong

#Semua Umur

Indahnya Mudik #8

Namanya Panji Sumirang...

Beliau salah satu mbahnya Citra yang lumayan unik. Seniman yang suka menyebut dirinya sebagai buaya keroncong. Orang lain mungkin menganggap negatif penggunaan istilah buaya. Namun kalo ingat buaya termasuk hewan yang paling setia terhadap pasangan, aku bisa memahami bahwa buaya keroncong tepat untuk beliau yang merasa hidup matinya hanya untuk keroncong.

Mbah Panji seniman sejati yang tak pernah memikirkan materi atau popularitas. Selalu siap ngamen tanpa bayaran asalkan untuk keroncong. Yang dimaksud ngamen ini bukan seperti pengamen jalanan, melainkan nyamperin siapa saja yang mau belajar keroncong.

Aku ingat dulu beliau pernah mampir ke rumah minta uang 5 ribu perak buat ongkos ke Jakarta. Aku pikir itu cuma basa basi doang. Tapi ketika aku sodorin uang 100 ribu, beliau menolak dan keukeuh minta 5 ribu.

Pakdhe Panji memang selalu minta secukupnya tak mau melebih-lebihkan. Uang 5 ribu itu buat ongkos sampai ke Banjar nengokin murid-muridnya berlatih. Lalu minta ongkos lagi sampai ke keronconger Ciamis. Begitu dan begitu seterusnya sehingga uang 5 ribu tadi beneran bisa mengantar beliau sampai ke Jakarta.

Orangnya tak mau terikat. Oleh PO Harum Ciamis beliau sempat dikasih rumah segala macam biar tidak kemana-mana, tapi tetap saja kabur. Beliau melatih di ITB dan beberapa kantor kementrian di Jakarta, namun enggan menetap dan memilih ngamen mengukur jalanan dengan biolanya.

Benar-benar totalitas seni yang sulit dicari di jaman serba duit seperti sekarang ini. Beruntung keluarganya bisa memahami dan mau menerima hidup apa adanya walaupun peluang meraih materi lumayan banyak.

Namun itu dulu...

Sekarang kondisi penglihatan dan pendengarannya sudah kurang memungkinkan lagi. Terpuruklah beliau di padepokannya di daerah Ciloning Kecamatan Gandrungmangu sekitar 5 kilometer sebelah timur Sidareja. Kalopun ngamen, cari tujuan yang tak terlalu jauh sekedar menyalurkan kerinduan saja.

Satu hal yang perlu disayangkan, anak-anaknya tak ada yang meneruskan hidup di jalur musik. Pelipur laranya hanya satu cucunya yang rada mau pegang biola walaupun kelihatan ogah-ogahan. 

Tak cuma main musik saja. Bikin alat musik beliau juga lihai. Dari biola mungil sampai gitar bass ukuran jumbo dibikin sendiri dengan peralatan sederhana di belakang rumahnya. Sayangnya jarang jadi komoditi karena suka dikasihkan begitu saja ke setiap orang yang datang. Beliau memang antusias banget kalo dengar ada yang minat dengan keroncong.

Sebenarnya...

Aku punya bakat untuk melanjutkan jiwa seninya.

Namun beliau bilang aku tidak cocok jadi seniman apalagi seniwati.

Pantesnya jadi seniwen...

Intinya

Kuharap ada yang mewarisi keahlian mbah Panji sebelum tutup usia nanti. Sangat disayangkan bila kepiawaian beliau lenyap begitu saja hanya karena keroncong tak lagi mendapat tempat di hati anak sekarang...

*maap

telat mulu balasin komeng

masih mudik ondeway poreper