Sebenarnya, sebelum pemenang lomba nulis ngapak diumumkan aku pengen kasih resensi terlebih dulu tentang novel Jegingger yang jadi hadiahnya. Tapi sejak aku pulang ke Jogja, novel itu langsung dikelonin istri ga bisa lepas. Lagi nenenin Citra saja sambil baca.
Novel Jegingger setebal 266 halaman ini berukuran 18x26 cm, diterbitkan oleh Yayasan Swara Hati Banyumas. Novel terbitan tahun 2010 ini merupakan versi bahasa Banyumasan dari Bekisar Merah yang sudah lebih dulu terkenal di dunia pernovelan menyusul Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Dicetak menggunakan kertas HVS dibungkus hardcover, novel ini dibuat terbatas hanya 2000 edisi. Makanya harga novel ini dibandrol 80ribu dan 60 ribu untuk edisi kertas koran, jauh lebih mahal dibanding versi bahasa Indonesia atau bahasa asingnya.
Cover bergambar perempuan berwajah oriental dan berbeda dengan versi Bekisar Merah ini sempat aku obrolkan dengan Ahmad Tohari. Menurut beliau itu merupakan permintaan pribadi kepada desainer sampul. Wajah yang terpampang disana berasal dari model yang asli. Tapi ketika aku tanya siapa orangnya, beliau cuma tersenyum sambil berkata, "rahasia..."
Namun saat di bus aku sempat membaca sepotong cerita tentang Lasiyah, yang oleh teman-temannya disebut Lasipang alias Lasi anake wong Jepang. Kenapa disebut anake wong Jepang, dalam cerita yang diseting pada tahun 1961 disebutkan "biyunge ko dejagal wong Jepang" alias ibunya diperkosa orang Jepang. Adakah korelasi antara model sampul berwajah Jepang yang katanya asli dengan cerita tentang Lasiyah ini. Mengingat tulisan-tulisan Ahmad Tohari memang suka mengangkat tema dari cerita nyata di sekelilingnya.
Seperti apa isi novel itu selengkapnya aku belum bisa cerita banyak. Yang jelas aku lebih banyak bengong dengan istriku yang mendadak aneh. Baca buku kok terus terusan cengar-cengir dan tak jarang ketawa sendiri. Mending kalo ceritanya tentang dagelan. Pas aku tanya baca cerita apa kok ketawa-ketawa, kok jawabnya cerita sedih karena tokohnya jatuh dari pohon kelapa. Yang baca ga bisa menghayati atau penulisnya yang error ga begitu jelas sampai saat ini.
Maaf bila aku tak jadi kasih resensi. Biar nanti istriku saja yang bedah buku. Aku mau bedah yang lain dulu ya...
Novel Jegingger setebal 266 halaman ini berukuran 18x26 cm, diterbitkan oleh Yayasan Swara Hati Banyumas. Novel terbitan tahun 2010 ini merupakan versi bahasa Banyumasan dari Bekisar Merah yang sudah lebih dulu terkenal di dunia pernovelan menyusul Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Dicetak menggunakan kertas HVS dibungkus hardcover, novel ini dibuat terbatas hanya 2000 edisi. Makanya harga novel ini dibandrol 80ribu dan 60 ribu untuk edisi kertas koran, jauh lebih mahal dibanding versi bahasa Indonesia atau bahasa asingnya.
Cover bergambar perempuan berwajah oriental dan berbeda dengan versi Bekisar Merah ini sempat aku obrolkan dengan Ahmad Tohari. Menurut beliau itu merupakan permintaan pribadi kepada desainer sampul. Wajah yang terpampang disana berasal dari model yang asli. Tapi ketika aku tanya siapa orangnya, beliau cuma tersenyum sambil berkata, "rahasia..."
Namun saat di bus aku sempat membaca sepotong cerita tentang Lasiyah, yang oleh teman-temannya disebut Lasipang alias Lasi anake wong Jepang. Kenapa disebut anake wong Jepang, dalam cerita yang diseting pada tahun 1961 disebutkan "biyunge ko dejagal wong Jepang" alias ibunya diperkosa orang Jepang. Adakah korelasi antara model sampul berwajah Jepang yang katanya asli dengan cerita tentang Lasiyah ini. Mengingat tulisan-tulisan Ahmad Tohari memang suka mengangkat tema dari cerita nyata di sekelilingnya.
Seperti apa isi novel itu selengkapnya aku belum bisa cerita banyak. Yang jelas aku lebih banyak bengong dengan istriku yang mendadak aneh. Baca buku kok terus terusan cengar-cengir dan tak jarang ketawa sendiri. Mending kalo ceritanya tentang dagelan. Pas aku tanya baca cerita apa kok ketawa-ketawa, kok jawabnya cerita sedih karena tokohnya jatuh dari pohon kelapa. Yang baca ga bisa menghayati atau penulisnya yang error ga begitu jelas sampai saat ini.
Maaf bila aku tak jadi kasih resensi. Biar nanti istriku saja yang bedah buku. Aku mau bedah yang lain dulu ya...
nyonge baru tau kaLo ada buku yang mengangkat tema tentang ngapak.
BalasHapussingkatan yang di ungkap pada nama si atas, sangat menggeLitik pikiran saya untuk berimaginasi tentang kisah2 yang di angkat pada noveL tersebut.
assalamualaikum...
BalasHapusnovelnya tebal ya? tapi paling tidak saya tertarik dengan isi, jika memang ttg kearifan lokal masyarakat kita mas? ataukah tentang tema lain? makin penasaran ?
salam
eh bedah apa itu pak? hehe
BalasHapusjadi makin penasaran ama bukunya..syg aku gag ikut kontesnya..
btw, ngeri juga ya kalo bener banyak yg diperkosa tentara jepang,
bekisar merah itu bukan sekuelnya ronggeng dukuh paruk ya? hew, ngga bakal mudeng kalau pake bahasa ngapak ;p
BalasHapuskayanya keren ya bukunya,...tak usah buat resensi senyuman istrimu cukup mewakili hehe...:D
BalasHapusWah tanpa ngasih resensi dari raut wajah istrimu yg mendadak aneh aja aku wes paham nek iki Ceritanya pasti bagus hhe... pake bahasa banyumasan lagi hhe... terbit apa ndak toh Kang klo di Gramedia gtu????
BalasHapusom rame..
BalasHapusaku aja tahu ada versi ngapaknya belum lama kok. setahuku karya ahmad tohari hanya bahasa indonesia dan inggris. ternyata sudah diterbitkan dalam banyak bahasa
neng rara...
BalasHapusahmad tohari memang selalu mengangkat kritik sosial dan kearifan lokal dalam novel-novelnya. tentang RDP pernah aku kutip sedikit disini http://blog.rawins.com/2010/04/srintil-jaman-modern.html
tukcol...
BalasHapusuntuk versi bahasa indonesianya banyak kok di gramedia. kalo RDP terbitan 2009 kesini dah kumplit, dalam artian potongan cerita yang dulu hanya ada di versi bahasa inggris untuk menghindari breidel pemerintah sudah ditambahkan
sapidunk..
BalasHapusbekisar merah itu versi bahasa indonesianya. jegingger itu judu untuk versi bahasa daerah
senja...
BalasHapusheheh iya kali. belom kelar juga tuh bacanya
DJ...
BalasHapusuntuk yang versi bahasa indonesia semua terbitan gramed. hanya versi ngapak saja yang diterbitkan yayasan sendang mas