12 Juli 2007

Batu Besar

Suatu hari seorang dosen sedang memberi kuliah tentang manajemen waktu pada para mahasiswa MBA. Dengan penuh semangat ia berdiri depan kelas dan berkata, "Okay, sekarang waktunya untuk quiz."

Kemudian ia mengeluarkan sebuah ember kosong dan meletakkannya di meja. Kemudian ia mengisi ember tersebut dengan batu sebesar sekepalan tangan. Ia mengisi terus hingga tidak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan ke dalam ember. Ia bertanya pada kelas, "Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?"

Semua mahasiswa serentak berkata, "Ya!" Dosen bertanya kembali, "Sungguhkah demikian?" Kemudian, dari dalam meja ia mengeluarkan sekantung kerikil kecil. Ia menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil-kerikil itu turun ke bawah mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu.

Kemudian, sekali lagi ia bertanya pada kelas, "Nah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"

Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab, "Mungkin tidak."

"Bagus sekali," sahut dosen. Kemudian ia mengeluarkan sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil. Sekali lagi, ia bertanya pada kelas, "Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"

"Belum!" sahut seluruh kelas.

Sekali lagi ia berkata, "Bagus. Bagus sekali." 

Kemudian ia meraih sebotol air dan mulai menuangkan airnya ke dalam ember sampai ke bibir ember. Lalu ia menoleh ke kelas dan bertanya, "Tahukah kalian apa maksud illustrasi ini?"

Seorang mahasiswa dengan semangat mengacungkan jari dan berkata, "Maksudnya adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga maka pasti kita bisa mengerjakannya."

"Oh, bukan," sahut dosen, "Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari illustrasi mengajarkan pada kita bahwa: bila anda tidak memasukkan batu besar terlebih dahulu, maka anda tidak akan bisa memasukkan semuanya."

Apa yang dimaksud dengan "batu besar" dalam hidup anda? Anak-anak anda; Pasangan anda; Pendidikan anda; Hal-hal yang penting dalam hidup anda; Mengajarkan sesuatu pada orang lain; Melakukan pekerjaan yang kau cintai; Waktu untuk diri sendiri; Kesehatan anda; Teman anda; atau semua yang berharga.

Ingatlah untuk selalu memasukkan "Batu Besar" pertama kali atau anda akan kehilangan semuanya. Bila anda mengisinya dengan hal-hal kecil (semacam kerikil dan pasir) maka  hidup anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting.

Oleh karena itu, setiap pagi atau malam, ketika akan merenungkan cerita pendek ini, tanyalah pada diri anda sendiri: "Apakah "Batu Besar" dalam hidup saya?" 
Lalu kerjakan itu pertama kali." 
Arsip Multiply 

Read More

10 Juli 2007

Nilai = Hasil ???

Nilai-nilai seharusnya mengikuti perubahan materi

Saya pernah tergelitik oleh sebuah pertanyaan, manakah yang lebih penting antara materi dengan nilai-nilai dibalik materi?

Dengan pertanyaan yang lebih sederhana, Jika saya punya handphone, handphonenya dulu atau kemampuan mengoperasikannya? Yang jelas mereka yang punya HP pasti akan lebih cepat menguasai feature di hp daripada yang tidak punya. Tetapi benarkan kita telah menguasai segala seluk beluk pemakaian hp dengan berbagai konsekuensi yang mengiringinya.

 Ada ilustrasi
" ada suatu suku terasing di sebuah hutan belantara. Pola hidupnya sederhana, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengandalkan pada hasil hutan dan berburu. Pakaian yang mereka kenakan hanya dari kulit kayu dan daun-daunan. Pemerintah menyadari bahwa ada kesenjangan di sebagian penduduknya tersebut. Makanya, pemerintah mencanangkan suatu program, penduduk terasing harus memakai celana seperti orang-orang tinggal di kota. Pemerintah membagikan celana dan baju kepada seluruh penduduk di wilayah terasing tersebut."

Tentu saja mereka bersuka ria telah mendapatkan pakaian yang lebih nyaman dan hangat. Namun apa yang kemudian terjadi --- tiga bulan kemudian suku terasing tersebut memberontak kepada pemerintah ---- mereka menganggap pembagian pakaian tersebut adalah upaya pemerintah untuk membunuh penduduk secara pelan-pelan. Mereka menyerbu kota dan menghancurkan infrastruktur di kota yang dianggap tidak beritikat baik pada budaya mereka.

 Apa yang sebenarnya terjadi?
Ternyata tiga bulan setelah pembagian pakaian terjadi wabah penyakit kulit yang luar biasa. Terjadi wabah penyakit kudis dan gudikan yang luar biasa. Rupanya selama tiga bulan pakaian itu mereka kenakan terus menerus tanpa pernah dicuci.

 Jadi siapa yang bersalah?
Yang bersalah adalah KARENA MATERI DIBERIKAN TETAPI NILAI-NILAI DI BALIK MATERI TERSEBUT TIDAK TURUT DITANAMKAN.

Bahasa jawanya, "tidak ada direction for usenya" -- didalam masyarakat, tentunya direction for use tidak cuma dalam tataran 'teknis' tetapi juga moral.

 Saya sudah tulis ngalor ngidul sebenarnya berangkat dari ide sederhana? Kira-kira apa ya nilai-nilai sosial yang mengikuti pemilikan Handphone (HP)?

 Saya punya usulan, barangkali ini bisa jadi kode etik dalam pemakaian hp,
1. Angkat HP sebelum dering ke-3

2. Jika Nama kita belum terecord, di no HP yang jadi tujuan kita, sebaiknya begitu HP terangkat kita harus langsung sebutkan nama kita sebagai orang yang ingin memulai dalam berkomunikasi.

3. Sering terjadi --- nama kita sudah terecord di suatu HP--- tetapi pada saat diangkat diseberang sana menanyakan --- "saya bicara dengan siapa?", Sakit hati nggak? Langsung sebutkan aja nama yang menghubungi kita.

Persoalannya adalah kita sering mengangkatkan Hp orang lain --- saat itu mungkin sedang tidak di tempat--- tetapi tetap saja sebutkan namanya yang menghubungi, dan katakan bahwa pemilik hp sedang tidak berada di tempat tersebut.

4. Jika hp kita ketinggalan di suatu tempat, pada saat kembali Kita temukan banyak misscall -- apalagi dari orang yang kita kenal --- kita berkewajiban untuk menelpon balik dan meminta maaf. Kewajiban telpon balik nilainya setara dengan menjawab pada saat orang mengucap salam pada kita.

5. Jika ada sms kita wajib menjawabnya apa lagi dari orang yang kita kenal. Sms itu berbiaya namun hal tersebut merupakan resiko kita sudah memberitahu nomer kita kepada orang lain. Ini cumalah ide kecil, pasti ada ide lain yang lebih baik. Jangan sampai cerita dari pedalaman ini terjadi pada kita. Semoga dari hari ke hari bangsa kita menjadi lebih baik, semakin berbudaya, anti Illegal loging, anti korupsi. Pro-pendidikan 

Agaknya memang harus seperti itu pakde.
Tahun lalu saya pernah membuat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adi Satria. Kegiatan intinya saya membuat buletin bulanan mengenai komputer yang saya berikan gratis. Lalu saya adakan kursus teknisi untuk guru komputer SLTP dan SLTA serta kursus MS Office untuk perangkat desa dan kalangan pesantren yang saya berikan secara gratis disamping kursus reguler yang komersial.

Maksudnya saya ingin menzakatkan sebagian dari pendapatan usaha kursus dan service komputer saya sesuai bidang yang saya tekuni. Pada awalnya saya sangat gembira pakde dengan kegiatan itu.

Namun pada akhirnya saya harus bersedih. Satu persatu teman baik saya balik memusuhi saya. Bermacam sms tidak enak mampir ke hp saya. Rasa ketakutan mereka begitu besar padahal belum pernah mencoba. Teman-teman teknisi menganggap saya bodoh, pembuat kere dll.

Pikir mereka kalo setiap sekolah sudah ada teknisi, makan apa mereka? Begitu juga teman-teman pengeloa kursus. Mereka lapor ke Diknas dengan alasan persaingan tidak sehat. Berjalan beberapa bulan kegiatan itu saya pending dan sampai sekarang saya hanya bisa berharap kapan bisa melanjutkan kegiatan itu lagi tanpa dimusuhi teman-teman.

Jadi secara garis besarnya pemikiran pakde betul.
Saya sudah memberikan hp ke pacar saya tapi tidak bisa memberikan pengertian ke calon mertua saya kalo hp itu alat komunikasi. Sehingga pada saat meja makan mertua sedikit goyang, diambillah hp kesayangan saya untuk ganjel meja.

Mungkin benar kata-kata pakde, tidak selamanya kebaikan itu diterima baik.
Harus bagaimana?
Saya sendiri juga bingung....
Makasih pakde...

 Kutipan diatas adalah sepenggal gendu-gendu rasa (jawa) saya dengan pakde Akmal. Saya tidak menyebut itu sebagai diskusi karena tidak ada pemecahan yang dicari disini. Kita sekedar berbagi mengungkapkan unek-unek dalam hati. Menarik sekali isi jurnal-jurnal pakde Akmal walaupun dikemas sederhana tapi memikat.

Mungkin ada pesan tersirat di situ, dimana pakde ingin menyampaikan bahwa mutiara tidak selalu ada di almari kaca. Didasar lautan penuh karang dan berlumut pun kita bisa menemukan keindahan mutiara itu. Kesederhanaan, itu yang tertangkap sejak pertama kali saya membuka situs ini. Saya hanya menemukan satu jurnal saja, tetapi setelah saya telaah panjang saya bergumam dalam hati. Andai saja jurnal jurnal itu terus bertambah...

 Mengemas wacana yang dalam secara ringan dan mudah dimengerti serta tidak terkesan menggurui. Itu yang paling saya sukai. Saya tunggu jurnal lainnya pakde. Semoga kesibukan pakde tidak menyurutkan kemauan untuk berbagi....
Terima kasih
Read More

08 Juli 2007

Anak dan Komputer

Aku ingin berbagi untuk membahas software-software dan tips trik untuk pengenalan dan pembelajaran komputer bagi anak-anak. Penanaman dasar-dasar komputer sejak dini dapat merangsang dan mengarahkan perhatian anak terhadap teknologi yang semakin dibutuhkan di masa yang akan datang.

Selama ini orang tua sering salah pengertian bahwa komputer bagi anak tak lebih dari sarana bermain game tak ubahnya play station. Padahal dengan pengarahan dan perangkat lunak yang tepat, anak bisa mulai belajar mengenal aplikasi.

Pengarahan itu tidak boleh dipaksakan. Biarkan anak belajar sesuai dengan kemapuan nalar dan minatnya. Usahakan anak agar terpancing untuk mempelajari sesuatu tanpa merasa dipaksa. Orang tua hanya memberi penjelasan pada saat anak menanyakan sesuatu. Berikan penjelasan dengan jelas dan mudah dipahami anak tapi tidak melenceng dari kajian teknis. 


Berikan perumpamaan-perumpamaan yang bisa dimengerti anak. Bila ada pertanyaan yang kita kurang menguasai lebih baik kita menahan diri dan segera mencari informasi. Jangan biasakan untuk mengarang sendiri karena bagi anak-anak apa yang pertama kali tertangkap dalam otaknya akan melekat kuat dan sedikit sulit untuk meralatnya di kemudian hari.

Seperti yang saya alami sendiri, anak saya Adi mulai mengenal komputer pada umur satu tahun. Aplikasi yang pertama kali dikuasai adalah game Roadrash. Pada permainan tersebut rem menggunakan huruf X dan Z untuk gas. Pada saat saya mulai mengenalkan aplikasi anak untuk mengenal huruf, sulit sekali untuk merubah bila huruf Z harus dibaca jet, bukannya gas.

Dalam mengenalkan suatu aplikasi saya tidak secara langsung menyuruh anak untuk membuka program tersebut. Saya Cuma membuka-buka program saat anak berada dekat komputer. Perlu waktu beberapa hari sampai anak saya menanyakan “itu sih buat apa, yah?” 


Setelah ada ketertarikan baru saya mulai menerangkan sedikit demi sedikit.

Pertama kali saya kenalkan adalah software mewarnai gambar. Setelah kelihatan sedikit bosan saya kenalkan lagi software mengenal huruf, musik dan mengenal huruf arab.

Karena software itu memang dibuat sedemikian rupa dengan memasukkan unsur game di dalamnya, anak pun betah dan tak terasa anak telah banyak belajar sesuai perkembangan otaknya.

Seringkali Adi memperhatikan saya bekerja dan mulai mau mencoba-coba aplikasi semacam MS Word atau CorelDraw. Saya biarkan dia berimajinasi sendiri dengan susunan huruf atau gambar yang entah apa maksudnya. Biarkan saja. Sekali kali saja dipancing untuk menulis namanya atau ayah, ibu, dll

Dengan begitu, anak tidak hanya mengenal game semata. Tapi bila sewaktu-waktu main game juga jangan dilarang.

Saat ini dalam umur 5 tahun Adi sudah mulai bisa menggambar mobil atau kereta menggunakan CorelDraw atau Visio atau menjahili photo ibunya dengan CorelPhotopaint.

Selain pengenalan aplikasi, anak juga perlu diajari cara-cara menggunakan komputer secara tertib. Misalkan mengganti wallpaper, mematikan komputer dengan shutdown atau menunggu sampai scandisk selesai bila komputer restart karena listrik mati. 


Juga jangan biasakan membuatkan shortcut di desktop untuk game atau aplikasi yang kita siapkan untuk mereka. Ini akan membuat anak selalu ingin mudah saja. Biasakan untuk menyimpan aplikasi dalam startmenu. Bimbing anak untuk membukanya dari sana. 

Lagipula terlalu banyak icon pada desktop akan merusak pemandangan wallpapper dan juga sedikit membebani system. “Gambarnya cemat-cemot” begitu kata Adi setiap kali melihat layar desktop yang bertaburan icon.

Aplikasi apa saja yang saya berikan untuk Adi? Ini yang akan kita bahas dalam setiap edisi.

DRAWING FOR CHILDREN
Aplikasi freeware sebesar 1,7MB yang support Windows 98, ME dan XP ini saya download dari website : www..cs.uu.nl. Anda hanya perlu menginstal sebentar dan anak sudah bisa menggunakannya untuk mengasah imajinasinya tanpa anda perlu keluar uang ekstra untuk membeli pensil warna dan kertas. Atau anda juga tidak perlu terlalu sering mengecat rumah karena penuh goresan pensil di dinding rumah.

Tampilannya sederhana. Kita bisa memilih menggunakan pensil, kuas ataupun semprotan untuk membuat gambarnya. Memilih warna juga mudah, tinggal klik kotak-kotak warna di toolbox sebelah kanan atas. Selain itu ada semacam template dan shape atau bentuk-bentuk gambar siap pakai yang bisa dimanfaatkan anak untuk membuat sesuatu. Gambar yang sudah dibuat bisa dihapus lagi, disimpan dan dicetak.

Tidak terlalu sulit karena semuanya menggunakan mouse. Biarkan anak berkreasi. Cetak dan berikan pujian. “Mamas, gambarnya bagus sekali” Anakpun akan bersorak gembira

Dan kita sebagai orang tua, senang kan punya anak yang kreatif?
Arsip Multiply

Read More

Komputer = Pentium

Ada sepenggal kisah ringan yang sepertinya menarik untuk dijadikan bahan pemikiran kita di waktu senggang.

Sekitar satu bulan lalu ada seorang bapak berseragam keki (pemda) datang kepada kami menanyakan harga satu unit komputer Pentium 4 untuk putranya. Karena kami memang tidak menjual komputer, kami hanya membuatkan spesifikasi teknis dan perkiraan harganya saja.

Dan karena anggarannya minim saya menyarankan penggunaan prosesor Celeron. Bapak tadi menolak dengan alasan Celeron tidak bagus, tanpa bisa menjelaskan tidak bagusnya karena apa.

Beberapa hari yang lalu, Bapak tadi datang kembali ke tempat kami membawa CPU dengan keluhan error. Beliau sudah membeli Pentium 4 di Purwokerto dengan harga jauh di bawah yang saya buatkan oret-oretannya dulu. Setelah saya buka CPU tersebut, saya bertanya kepada Bapak itu. “Katanya tidak mau Celeron kok ini pake Celeron, pak?”


Bapak tadi malah melihat saya dengan pandangan sedikit aneh. “Masa, mas? Kata yang jualnya Pentium 4!”

Setelah itu ceritanya menjadi panjang. Tapi karena sekedar prolog, cukuplah sampai disini saja. Selain Bapak yang tadi, masih banyak bapak-bapak lain yang bernasib sama dengan Bapak Pentium itu. Bukan bapak tadi yang salah, tetapi saya dan teman-teman saya termasuk si penjual komputer itu lah yang berdosa. 


Sebagai orang yang sedikit lebih tahu tentang komputer tak mau sedikit berbagi kepada mereka yang awam. Malah ada kecenderungan untuk memanfaatkan ketidak tahuan sang bapak untuk mencari sesuatu.

Yang saya lihat, masyarakat umum hanya tahu kalau komputer itu adalah pentium dan pentium adalah komputer. Mereka jarang yang menyadari kalau pentium itu hanya bagian kecil saja dari yang namanya komputer.

Mungkin perlu sedikit dibuka pemahaman seperti kita memahami sepeda motor. Dulu masyarakat kita menyebut motor dengan nama Honda. (untuk pihak yang berkepentingan dengan honda mohon maaf, kami tidak bermaksud apa-apa hanya sekedar memberikan contoh). 


Setelah waktu berjalan, nama itu mulai bergeser walaupun belum sepenuhnya benar, soalnya kadang masih terdengar orang bilang “tuku hondane Jupiter MX bae men kaya komeng”

Saya pun punya keinginan seperti itu. Minimal masyarakat bisa memahami bila komputer dianggap sebuah rumah, pentium itu sekedar pompa air, sebuah bagian kecil dari rumah itu walaupun fungsinya vital. Dan pompa air itu bisa bermerk National, Simitzsu atau lainnya bukan hanya Sanyo. 


Prosesor pun tidak hanya pentium. Pentium hanya satu nama dari salah satu produk Intel Corporation. Intel sendiri mengeluarkan cukup banyak prosesor, ada Celeron, ada Presscott. Dari merk Pentium sendiri ada beberapa tipe, ada Northwood, ada Willamette dan lain lain. Dan selain Intel ada pabrikan lain yang turut andil di kancah perprosesoran. AMD dengan Athlon, Duron, Sempron. Lalu ada VIA dengan Cyrix, Samuel dan masih banyak yang lainnya.

Bukannya prosesor merk lain tidak ada yang mempergunakan. Banyak! Tapi si penjualnya mengatakan dengan nama pentium. Seperti hari kemarin ada seorang wiraswasta di bidang seluler dari Gandrung mengatakan komputernya sebagai Pentium III padahal yang digunakan adalah AMD Duron. Salah siapa?


Apa penjualnya juga tidak tahu menahu soal prosesor? Atau sekedar trik dagang untuk bisa menjual komponen murah dengan harga tinggi.

Memang orang dagang itu harus untung sebesar-besarnya. Itu sah! Tapi konsumen tidak seharusnya dibodohi. Mereka berhak mendapatkan apa yang telah dibayarkan. Tidak ada tuntutan hukum menjual mendoan seharga sate kambing. Asalkan konsumen setuju membayar mendoan dengan harga itu, perkara selesai. Yang penting konsumen tahu yang dibeli adalah mendoan, bukan sate. Terlepas dari penambahan fasilitas lain misalkan mendoan tersebut rasa sate atau strawberry.

Saya jadi teringat ucapan Sang Bapak dulu, “ampun Celeron mas lah, mboten sae” Mengapa Celeron dianggap tidak bagus. Apa sih bedanya Pentium dengan Celeron?

Secara sederhana perbedaan kedua unggulan Intel tersebut hanya pada kapasitas L2 cache dimana Celeron hanya setengahnya Pentium. Misalkan Pentium L2 Cachenya 512MB, Celeron hanya 256MB. Padahal pada prosesor, faktor penentu utamanya adalah clock cycle. Untuk aplikasi standar perkantoran atau rumahan, L2 Cache Celeron sudah sangat memadai. 


Perbedaan tersebut baru terasa pada saat kita menggunakan aplikasi grafis berat atau game 3D terbaru. Padahal untuk menjalankan misalnya Prince of Persia atau Doom3, menggunakan Pentium saja tanpa didukung RAM sebesar 512MB dan VGA Card 128 MB tetap tidak mampu. Perlu diketahui, feature Celeron sekarang sudah lebih bagus daripada Pentium keluaran tahun lalu.

Untuk itu kebijaksanaan kita dalam memilih perangkat komputer tentu harus mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan kinerja dan kondisi keuangan. Untuk apa kita memaksakan membeli Ferrari atau Lambourghini kalau kita hanya mondar mandir dari terminal Sidareja sampai setuan saja yang jalannya mirip sungai tak berair. Terkecuali di Sidareja sudah ada jalan tol atau memang anda bersaku ekstra tebal baru lain ceritanya.

Yang perlu diketahui, pemilihan prosesor bukan sekedar pentium atau bukan, tapi dari pengujian kinerja atau benchmark. Coba test dengan Sisoftsandra (http://www.sisoftware.net/sandra/) atau Everest (http://www.Lavalys.com/everest/). Perhatikan keunggulannya dibidang apa, ingat kebutuhan komputer anda untuk apa lalu periksa isi saku anda ada anggaran berapa.

Sudah bukan masanya kita berargumen tanpa landasan pengujian ilmiah. Tidak cukup berbicara hanya bermodal “jare “ . 


Komunitas komputer Sidareja bukan kusir dokar yang berdebat dengan Polantas di prapatan terminal hanya karena menerobos lampu merah. “kulo pirso lampune abrit kedah mandeg, tapi jaran kulo mboten mudeng, dados labas mawon”

Jadi pada intinya, bijaksanalah dalam kita memilih komponen untuk komputer kita. Bukan hanya prosesor, tapi di semua bagian. Tak perlu kita merogoh saku terlalu dalam untuk membeli VGA Card 128 MB kalau hanya untuk mengetik, VGA onboard pun kini sudah lebih bagus daripada VGA AGP produksi 1 atau 2 tahun lalu.

Karena ini sekedar opini, tak perlulah kita terlalu dalam membahas masalah teknisnya. Tujuan utama tulisan ini hanya untuk membuka wawasan pembaca bahwa komputer itu teramat kompleks. Teliti dan hati-hati sangatlah perlu.

Bukan pula untuk menyudutkan Intel atau Pentiumnya. Kepada pihak Intel kami mohon maaf bila produk anda kami jadikan sampel tulisan ini.

Sekali lagi ini sekedar wacana. Penafsiran dan pemahamannya kami kembalikan ke pemikiran anda masing-masing. Anda lebih tahu mana yang terbaik untuk anda.

Terima kasih.



Arsip Multiply

Read More

06 Juli 2007

Angka 7

Dulu aku menganggap 7 angka keramat. Banyak sekali yang menyangkutpautkan angka yang satu dengan hal-hal yangluar biasa. Apalagi bagi orang spiritual dan supranatural. Kembang 7 rupa, air tujuh sumur, 7 keajaiban dunia, 7 benua dan 7 samudra, etc etc... Tapi kini tak tau harus berkata apa dengan angka itu
Di ujung fajar tanggal 7 bulan 7 ini aku termenung di depan jendela. Sempat terlintas dalam benak, hari ini temen-temen MP bersukacita merayakan hari jadi. Tapi itu hanya sekejap dan aku kembali tenggelam dalam galauku.

7 tahun lalu, saat matahari menyapa aku sudah mulai sibuk mempersiapkan hari yang baru di awal hidup yang baru.

Ya... 7 tahun lalu tanggal 7 bulan 7 aku memulai kebersamaan dengan dambaan hatiku..

Tapi mengapa Ya Alloh... setelah 7 tahun aku arungi bersama berlayar menikmati birunya lautan, menerjang ombak, menerobos badai, aku harus merasakan sepinya hidup sendiri mengawali hari. Hari  ke 7 bulan ke 7 tahun 2007... Aku ingin berlari, berlari dan terus mencari kemana mutiara hati ini pergi. Teramat berat bagiku untuk hidup begini. Apakah aku kan mampu menjalani, duh Gusti...

Apakah ini arti dari angka 7 buat aku...
Read More

30 Juni 2007

Rawins

Aku sendiri bingung kenapa memilih nama itu untuk MP aku. Yang pasti itu dulu nama genk aku waktu di STM dulu. Geng pengacau di sekolahan itu punya lima anggota :


Andi Thauland (Baturraden) jurusan listrik, ketua OSIS, kalem dan dewasa dalam bertindak. Lama aku tidak bertemu Andi. Terakhir aku sempat main ke tempat kerja dia di Tifico Tangerang pas lagi pindahan ke Bridgestone Bekasi sekitar tahun 97an. Setelah itu hilang tanpa kabar.

Eko Heri Purnomo (Somagede Banyumas) jurusan mesin produksi, seksi belanegara di OSIS, pemangku adat di ambalan, sedikit pendiam tapi suka nyruduk. Selepas sekolah diapun lama menghilang. Baru beberapa bulan lalu aku ketemu dia di Banyumas. Baru aja diangkat guru PNS sudah punya satu anak.

Marsidi (Jatilawang Banyumas) jurusan mesin produksi, pradana di ambalan dan di OSIS aku lupa seksi apa. Tegas, keras, disiplin dan penggemar berat dangdut. Selepas sekolah aku berpisah sekitar dua tahun. Aku bertemu dia saat pelantikan polisi di SPN Watumas Purwokerto. Cita-citanya sejak dulu kesampaian akhirnya. Setelah itu hilang lagi. Aku bersua lagi saat aku masih menjadi teknisi telepon umum di Kandatel Tasikmalaya sekitar tahun 99. Wilayah kerjaku mulai dari Kancatel Kawali sampai Kancatel Pangandaran membuat aku sering kali lewat dan mampir di Polres Ciamis. Marsidi di bagian Ident, cocok dengan kebiasaannya dulu disekolah, tukang potret.

Tabah Rijanto (Purwokerto) jurusan mesin produksi, seksi sibuk di segala kegiatan sekolah. Lepas STM aku agak sering bertemu dengan dia. Mungkin karena garis hidupnya yang sama-sama dari kalangan elit (ekonomi sulit-red). Jalan hidupnya mulai menjadi penjaga wartel,guru sampai bisa wiraswasta di gypsum dan desain interior aku sedikit mengikuti. Kini sudah punya dua anak dan tinggal di Wangon, Banyumas.

Lalu aku sendiri, jurusan listrik, cuek, bandel, norak dan suka bolosan. Aku juga sempat aktif di OSIS, PMR dan pradana di ambalan juga sempat dituakan di Saka Bhayangkara Polres Banyumas.

Lima kawanan pengacau ini cukup tenar di kalangan sekolah lanjutan tingkat atas se Purwokerto pada waktu itu. Tenar dengan prestasinya, juga tenar dengan kenakalannya. Prinsip kami waktu itu biarin bandel asal pinter. Sampai-sampai guru-guru kami di STM bingung dengan prinsip geng kami, nekadku pengabdian terbaik. Kami sering nekat bolos dan sering disetrap karena tetap berangkat mengikuti kegiatan tertentu walaupun dilarang oleh pihak sekolah.

Dua tahun Rawins Smatex dengan logo gambar kartun yang lidahnya menjulur di syal pink berkiprah hingga dikenal dimana-mana, khususnya dikalangan pecinta alam dan pramuka. Akhirnya kita berpisah setelah lulus sekolah dan kami menganggap Rawins telah sampai di akhir hayatnya.

Ternyata tidak. Waktu itu kami punya cukup banyak pengikut setia yang kami namakan Unthul's. Setahun setelah lulus aku main ke Purwokerto. Aku kaget, ternyata para unthul telah berani mengibarkan bendera Rawins dan dengan nekat mereka menamakan dirinya sebagai Rawins.

Aku terharu, ternyata perjuanganku dan teman-teman teroris masih ada yang mewarisi. Padahal mereka tak tahu, kalau asal kata Rawins itu berasal dari kejengkelan seorang guru kepada kami. Beliau selalu mengumpat (karena sayang tentunya - red) kami dengan kata-kata "DASAR RAWIN!!!" karena Rawin itu nama orang gila yang suka mengacau di desa beliau.

begitulah...
Read More

29 Juni 2007

18 Juni 2007

Celilian


Aku jan bingunge ngudubulah setan.
Gemagus, kemlithak, semelekethenjonthe pokoke lah.
Bisa nulis be ora koh kemlinthi nggaweni blog.
Jal siki arep diseni apa?
Watu..?
Oooo wong mandan gemblung pancen...

Lah mbuh kepriwe mengko lah...
Go sing maca aja gela, ya...
Karep-karepe rika lah arep ngomong apa
Sing jelas... jejeli gelas
Aku kepengin bisa nulis tapi urung teles..
Sing wis rumangsa pinter
Ngeneh aku dewaraih
Karo kirimi carane nulis sing apik
Syukur dikirimi duwit

Wis lah...
Wassalam... klepat..

rawin mumet
Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena