Yang tahu maksudnya mungkin cuma Katirin, perupa yang membuat karya tersebut dalam Arke-Signs Exhibition di Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta.
Cecak atau dalam bahasa Indonesia disebut cicak adalah binatang kecil yang sering terlihat merayap-rayap di dinding rumah. Seperti lagu dimasa kecil dulu.
Cagak dalam bahasa Indonesia disebut pasak, sebuah benda mati yang berukuran besar. Bahkan lebih besar daripada tiang kalo kata peribahasa.
Mungkin ini senada dengan ungkapan Mbah Jayabhaya yang mengatakan akan tiba jamannya "mata keong gedene sekenong" dimana rakyat kecil pada akhirnya akan mampu melihat kenyataan kepalsuan pembesar yang selama ini selalu ditutup-tutupi.
Bila melihat karya lukisan itu, rasanya semakin tepat bila dianggap orang kecil yang selama ini terabaikan bisa menelan kepongahan penguasa. Terbukti di saat seperti sekarang ini. Calon-calon pejabat alias penjahat hebat, mengemis-ngemis kepada rakyat jelata. Mengumbar janji yang tak pasti dengan perbuatan yang tak berarti hanya untuk mengharap namanya dicontreng.
Di Kompas beberapa hari lalu menyatakan, biaya iklan politik di media televisi sudah mencapai ratusan milyar. Sebuah kesia-siaan hanya untuk memperkaya konglomerat pemilik stasiun TV itu. Sementara rakyat yang notabene engkonglomelarat tak tersentuh sama sekali selain dipameri wajah-wajah memelas penuh harap.
Kenapa sih dana itu tidak dipergunakan untuk memperbaiki infrastruktur wilayah yang semakin ancur-ancuran. Kalaupun kalah dalam pemilu mendatang, minimal sudah beramal dan bisa menang di akherat nanti.
Jadi tambah muak melihat poster-poster mereka. Belum apa-apa sudah merusak keindahan dan pohon-pohon di pinggir jalan. Bagaimana kalo sudah jadi..?
Paling-paling teori lama yang dipakai.
Tahun pertama, ngitung.
Tahun kedua mulai ngiwung.
Semoga saja tahun berikutnya pada gemblung...
Yaaah...
Kita tunggu saja kelanjutan Kalatida Sabdajati
Semoga akan tercapai masanya cecak nguntal cagak...
Cicak cicak di dinding
Diam diam merayap
Hap...
Lalu disantlap...
Lukisan karya Katirin
Arke-Signs Exhibition
Tujuh Bintang Art Space
Cecak atau dalam bahasa Indonesia disebut cicak adalah binatang kecil yang sering terlihat merayap-rayap di dinding rumah. Seperti lagu dimasa kecil dulu.
Cagak dalam bahasa Indonesia disebut pasak, sebuah benda mati yang berukuran besar. Bahkan lebih besar daripada tiang kalo kata peribahasa.
Mungkin ini senada dengan ungkapan Mbah Jayabhaya yang mengatakan akan tiba jamannya "mata keong gedene sekenong" dimana rakyat kecil pada akhirnya akan mampu melihat kenyataan kepalsuan pembesar yang selama ini selalu ditutup-tutupi.
Bila melihat karya lukisan itu, rasanya semakin tepat bila dianggap orang kecil yang selama ini terabaikan bisa menelan kepongahan penguasa. Terbukti di saat seperti sekarang ini. Calon-calon pejabat alias penjahat hebat, mengemis-ngemis kepada rakyat jelata. Mengumbar janji yang tak pasti dengan perbuatan yang tak berarti hanya untuk mengharap namanya dicontreng.
Di Kompas beberapa hari lalu menyatakan, biaya iklan politik di media televisi sudah mencapai ratusan milyar. Sebuah kesia-siaan hanya untuk memperkaya konglomerat pemilik stasiun TV itu. Sementara rakyat yang notabene engkonglomelarat tak tersentuh sama sekali selain dipameri wajah-wajah memelas penuh harap.
Kenapa sih dana itu tidak dipergunakan untuk memperbaiki infrastruktur wilayah yang semakin ancur-ancuran. Kalaupun kalah dalam pemilu mendatang, minimal sudah beramal dan bisa menang di akherat nanti.
Jadi tambah muak melihat poster-poster mereka. Belum apa-apa sudah merusak keindahan dan pohon-pohon di pinggir jalan. Bagaimana kalo sudah jadi..?
Paling-paling teori lama yang dipakai.
Tahun pertama, ngitung.
Tahun kedua mulai ngiwung.
Semoga saja tahun berikutnya pada gemblung...
Yaaah...
Kita tunggu saja kelanjutan Kalatida Sabdajati
Semoga akan tercapai masanya cecak nguntal cagak...
Cicak cicak di dinding
Diam diam merayap
Hap...
Lalu disantlap...
Lukisan karya Katirin
Arke-Signs Exhibition
Tujuh Bintang Art Space
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih