Pertimbangannya sebenarnya teramat sederhana. Sekarang aku jarang di rumah dan istriku tidak bisa pakai Vixy, sementara kendaraan lain saat ini tidak ada lagi. Istriku pun bilang pengen sepeda motor matic agar tidak ribet saat bepergian terutama ketika membawa Citra. Karena kondisi keuangan sedang mepet, aku putuskan untuk melepas Vixy yang makin jarang keluar kandang. Apalagi kondisinya seperti kurang sehat pasca aku bawa jadi relawan ke lereng Merapi bulan-bulan kemarin. Selama di lereng Merapi, Vixy memang sempat jadi tulang punggung kegiatanku. Ketika situasi mulai ekstrim dan kendaraan lain mulai kehilangan nyali, Vixy lah andalanku untuk menerobos medan berat. Wajar bila kandungan sulfur debu vulkanik mulai memunculkan karat disana-sini. Sebelum kondisinya makin memburuk, aku pikir tak ada salahnya aku lepas secepatnya.
Makanya sempat heran ketika tiba-tiba aku merasa sedih berpisah dengan si Vixy. Berpisah dengan kendaraan kesayangan, baik itu hilang, dijual, dihibahkan atau dicabut leasing sudah beberapa kali aku rasakan. Namun tak pernah aku rasakan sesuatu yang begitu mendalam seperti yang satu ini. Walau belum genap dua tahun aku bersamanya, tapi catatan sejarahnya terasa begitu panjang buat aku.
Dimulai beberapa tahun lalu ketika aku masih jadi peternak alias pengantar anak ke sekolah yang jaraknya sekitar 20 km dari rumah. Saat pulang sekolah ada yang nyalip dan tak bisa aku kejar. Sejak saat itu jagoanku begitu memfavoritkan Vixy. Sayang sebelum permintaan itu bisa dipenuhi, aku keburu terusir dari kampung halaman dan menggelandang dari kota ke kota tanpa arah tujuan. Sampai aku bisa menemukan kembali jagoanku setelah sekian lama dipisahkan, ternyata cita-citanya itu masih bertahan. Jagoanku masih menanyakan apakah aku sudah membeli Vixy.
Ingin segera menepati janji, sekembalinya ke Jogja, aku segera ke showroom dan ternyata harus indent sampai 3 bulan. Setelah sepeda motor dikirimkan pun aku tak bisa segera membawanya ke jagoanku di kampung. Bulan september aku menerima Vixy, tapi STNK baru jadi akhir januari. Ketika aku bisa membawanya ke kampung, jagoanku sedang sakit dan tak mungkin bisa naik motor. Agar tak kecewa, aku menjanjikan akan menjemputnya ke Jogja saat liburan nanti sesuai keinginannya untuk muter-muter borobudur saat ulang tahunnya. Namun sayang, kesempatan itupun kembali direnggut dari jagoanku dan harus kembali bersabar.
Padahal aku sudah berjanji tidak akan ada orang lain yang naik Vixy selain aku, sebelum jagoanku menaikinya. Teramat berat mempertahankan itu sampai berbulan-bulan. Setiap orang yang akan pinjam atau ikut membonceng harus aku tolak demi sebuah janji. Sampai-sampai dulu aku pernah dikecam Kang Pacul, saat dia bilang pinjam motor aku kasih kunci mobil. Dia ngotot pinjem motor dengan alesan mau masuk-masuk gang, aku sama ngototnya mempertahankan keperawanan si Vixy. Berbulan-bulan aku pertahankan itu sampai akhirnya aku kenal dengan ibunya Citra dan jagoanku mengijinkan Vixynya untuk ibunya.
Sedih juga ketika aku harus melepas Vixy kesayangan itu sebelum aku bisa menepati janji kepada jagoanku. Tapi apa mau dikata. Aku tak pernah bisa menjangkau jagoanku lagi. Apalagi setelah pertemuan terakhir beberapa bulan lalu, aksesku kembali ditutup rapat. Mungkin aku memang sudah putus asa untuk itu. Walau harapan masih tetap ada. Suatu saat pasti dia akan mencariku untuk menagih hutang-hutangku.
Awalnya aku tak ingin banyak komentar tentang hal ini. Bagaimanapun ini kepedihanku dan bukan milik orang lain termasuk Citra dan ibunya. Sampai istriku bertanya, kenapa dia merasa sedih tak bisa melihat Vixy lagi. Ternyata istriku pun merasakan hal yang sama denganku. Terlalu banyak kenangan bersama Vixy. Terutama ketika touring ala backpacker selama honeymoon dulu.
Yah. Vixy memang bukan sekedar kendaraan buatku. Namun setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. Biarlah aku habiskan kepedihan itu sampai malam ini saja. Esok dan seterusnya cukuplah menjadi catatan sejarah saja.
Makanya sempat heran ketika tiba-tiba aku merasa sedih berpisah dengan si Vixy. Berpisah dengan kendaraan kesayangan, baik itu hilang, dijual, dihibahkan atau dicabut leasing sudah beberapa kali aku rasakan. Namun tak pernah aku rasakan sesuatu yang begitu mendalam seperti yang satu ini. Walau belum genap dua tahun aku bersamanya, tapi catatan sejarahnya terasa begitu panjang buat aku.
Dimulai beberapa tahun lalu ketika aku masih jadi peternak alias pengantar anak ke sekolah yang jaraknya sekitar 20 km dari rumah. Saat pulang sekolah ada yang nyalip dan tak bisa aku kejar. Sejak saat itu jagoanku begitu memfavoritkan Vixy. Sayang sebelum permintaan itu bisa dipenuhi, aku keburu terusir dari kampung halaman dan menggelandang dari kota ke kota tanpa arah tujuan. Sampai aku bisa menemukan kembali jagoanku setelah sekian lama dipisahkan, ternyata cita-citanya itu masih bertahan. Jagoanku masih menanyakan apakah aku sudah membeli Vixy.
Ingin segera menepati janji, sekembalinya ke Jogja, aku segera ke showroom dan ternyata harus indent sampai 3 bulan. Setelah sepeda motor dikirimkan pun aku tak bisa segera membawanya ke jagoanku di kampung. Bulan september aku menerima Vixy, tapi STNK baru jadi akhir januari. Ketika aku bisa membawanya ke kampung, jagoanku sedang sakit dan tak mungkin bisa naik motor. Agar tak kecewa, aku menjanjikan akan menjemputnya ke Jogja saat liburan nanti sesuai keinginannya untuk muter-muter borobudur saat ulang tahunnya. Namun sayang, kesempatan itupun kembali direnggut dari jagoanku dan harus kembali bersabar.
Padahal aku sudah berjanji tidak akan ada orang lain yang naik Vixy selain aku, sebelum jagoanku menaikinya. Teramat berat mempertahankan itu sampai berbulan-bulan. Setiap orang yang akan pinjam atau ikut membonceng harus aku tolak demi sebuah janji. Sampai-sampai dulu aku pernah dikecam Kang Pacul, saat dia bilang pinjam motor aku kasih kunci mobil. Dia ngotot pinjem motor dengan alesan mau masuk-masuk gang, aku sama ngototnya mempertahankan keperawanan si Vixy. Berbulan-bulan aku pertahankan itu sampai akhirnya aku kenal dengan ibunya Citra dan jagoanku mengijinkan Vixynya untuk ibunya.
Sedih juga ketika aku harus melepas Vixy kesayangan itu sebelum aku bisa menepati janji kepada jagoanku. Tapi apa mau dikata. Aku tak pernah bisa menjangkau jagoanku lagi. Apalagi setelah pertemuan terakhir beberapa bulan lalu, aksesku kembali ditutup rapat. Mungkin aku memang sudah putus asa untuk itu. Walau harapan masih tetap ada. Suatu saat pasti dia akan mencariku untuk menagih hutang-hutangku.
Awalnya aku tak ingin banyak komentar tentang hal ini. Bagaimanapun ini kepedihanku dan bukan milik orang lain termasuk Citra dan ibunya. Sampai istriku bertanya, kenapa dia merasa sedih tak bisa melihat Vixy lagi. Ternyata istriku pun merasakan hal yang sama denganku. Terlalu banyak kenangan bersama Vixy. Terutama ketika touring ala backpacker selama honeymoon dulu.
Yah. Vixy memang bukan sekedar kendaraan buatku. Namun setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. Biarlah aku habiskan kepedihan itu sampai malam ini saja. Esok dan seterusnya cukuplah menjadi catatan sejarah saja.
Selamat berpisah Vixy ku...
aduh.. sayang banget, pisah sama vixy kesayangan
BalasHapussemoga dapet gantinya yang lebih baik, apapun alasannya deh.
sediiiiih......
BalasHapusada pertemuan pst ada perpisahan. Yang tabah ya Om :(
Duh deneng inyong ora mudeng maca tulisane rika ya? Jagoan ku kuwe sapa? Anake rika ya?
BalasHapusMoga2 cita2 ne rika bakal dadi nyata
pernah..juga tuch om saya ngalamin ketika berpisah dengan axl (rx king) saya..sangat sedih berpisah...pada waktu itu....
BalasHapussaya pun pernah mengaLami haL sejenis, merasakan perpisahan dengan si speedy duck tahun 1995. bebek kesayangan yang bisa dipacu maksimaL di atas rata-rata keLasnya, apa daya harus terLegokan saat kehabisan anggaran untuk biaya sekoLah disekitar tahun 2002-an.
BalasHapus