Mulanya, aku merasa ikut seneng saja dengan prestasi baru di bidang persepakbolaan kita tanpa ingin ikut hanyut dalam euforianya secara berlebihan. Namun ketika sebagian orang mulai mempolitisir atau mendramatisir pertandingan final besok, lama-lama jadi gatel juga ingin ikut misuh.
Bisa masuk final adalah prestasi menarik setelah sekian lama persepakbolaan kita tenggelam dalam kejayaan bonek. Tapi kenapa ketika harus bertemu dengan Malaysia, harus dibumbui bermacam embel-embel sok heroik dan membawa-bawa harga diri bangsa. Seolah-olah bila besok bisa menang dari Malaysia, semua permasalahan dengan negara jiran itu bisa terselesaikan. Selama pemerintah kita masih saja bobrok seperti sekarang, biarpun besok sepak bola kita bisa menang 27 kali, tetap saja negara ini tak punya wibawa di mata negara tetangga.
Tak perlulah kita terlalu hanyut yang bisa bikin lupa diri dan kurang waspada. Setelah prestasi pemain bola meningkat, sebaiknya pembinaan penonton dipikirkan juga. Membanggakan garuda di dada sih boleh, tapi apa artinya bila heroisme itu cuma jadi simbol kosong. Perbuatan mereka masih banyak yang melenceng dari kata cinta tanah air. Lihat saja sampah yang berserakan dan pagar-pagar rusak setiap usai pertandingan. Rasanya menertibkan diri sendiri dalam membuang sampah, buatku jauh lebih heroik daripada berteriak-teriak pakai kaos bergambar garuda.
Sedikit oot, aku jadi ingat saat awal-awal bencana Merapi kemarin. Menerobos medan berat mengantar logistik ke pengungsi yang terisolir di km 6, ketika batas wilayah aman ditetapkan 20 km tak dianggap berarti hanya karena di kaosku ada gambar palu arit. Dengan nyaman aparat berbaju coklat itu menceramahiku tanpa dia mau instropeksi diri ketika evakuasi warga pada erupsi kedua, tidak ada satupun aparat yang nongol membantu masyarakat. Mungkin seperti ini pandangan sebagian dari kita tentang kata cinta tanah air dan bangsa. Menyelamatkan diri sebelum semua masyarakat diamankan dianggap lebih nasionalis daripada relawan yang tak peduli batas aman demi ribuan nyawa terjebak di lingkar bahaya, hanya karena yang satu berpakaian seragam yang mengusung simbol-simbol negara dan yang satu cuma pakai kaos yang ada simbol sosialis tanpa arti. Sebuah pemahaman yang dangkal dan baru bisa melihat dari apa yang dikenakan, bukan apa yang diperbuatnya.
Kembali ke soal bola...
Gembira boleh, tapi jangan sampai terjebak euforia berlebihan. Pabeye yang terhormat juga. Jangan keterusan jingkrak-jingkrak dong, pak. Nanti lupa kalo masih punya hutang sapi ke pengungsi, harus minta maaf ke rakyat Jogja atas monarkinya dan berbagai PR lainnya. Kalo memang bener memperhatikan olah raga, centuri atau jayus tuh diberesin trus sebagian duitnya dikucurin kesitu. Tepuk tangan doang ga bakalan banyak pengaruhnya. Yang jelas rombongan gratisan itu telah menyita jatah kursi penonton yang pengen bayar tiket. Apa ada yang bisa kasih info kalo rombongan si berat itu emang beneran bayar..?
Aku harap pertandingan final besok bisa berjalan lancar sesuai dengan harapan kita. Tapi tak perlulah pakai embel-embel bermacam-macam. Apalagi sampai "katanya" mau mengerahkan 1,5 juta TKI di Malaysia untuk datang stadion. Kasihan mereka yang jauh-jauh mau cari rejeki harus ikut mikirin ambisi segelintir pejabat. Toh sebelum dan sesudahnya nasib mereka tak pernah diperhatikan. Tak perlu juga rakyat dihanyutkan dalam nasionalisme sempit yang niat sebenarnya agar mereka melupakan carut marut kasus yang melilit para pejabat itu. Tak ada yang salah, ke stadion pakai batik. Tapi silakan dipikirkan apakah pergi kondangan pakai kaos bola itu nyaman..?
Buatku, kalah atau menang hasil pertandingan besok adalah soal prestasi olahraga semata. Tapi soal harga diri bangsa, menang atau kalah hanya bisa dilihat dari perubahan apa yang bisa kita rasakan dari sekeliling kita. Lebih banyak manfaat atau mudharat..? Itu saja....
Wah, ini nulisnya pakai emosi ya..? hehehe
BalasHapusAku sih maklum saja jika bangsa ini kegirangan karena tak pernah terbayangkan sebelumnya jika sepakbola kita bisa berprestasi.
Tapi aku juga setuju dg pendapatmu bahwa tak seharusnya euforia itu berlebihan, karena masih banyak masalah2 yg butuh perhatian dan tindakan segera dari pemerintah.
BTW..., sudah lega kan mengeluarkan uneg2nya..? ^_^
Omong2..., kok aku gak tahu ya kalau gambar garuda di kaos timnas itu dipermasalahkan? Oleh siapa dan mengapa ?
BalasHapusHehehe... ketahuan deh kalau aku ketinggalan berita... *tersipu*
Hhahah...
BalasHapusBener juga sih mas, euforianya jangan berlebihan.
Tapi, bagaimanapun juga ini sebagai suatu kebanggaarn tersendiri.
Kalo TKI-nya makin banyak yang nonton, secara gak langsung akan menggugah hati para pemain untuk terus semangat dan membawa kemenangan. :D
Wah ini mas rawins memang nulis nya lg emosi nich he...he...Ora ding kang glewean tok.
BalasHapusBtw soal pertandingan final Malaysia vs Indonesia memang sdg hangat jd berita di sini (malaysia).
Mungkin karena faktor keamanan sehingga tiket yg di jual kepada warga indonesia hanya 16 ribu saja.Hal ini karena timbul rumor bahwa suporter indonesia akan memenuhi 60% stadion bukit jalil kuala lumpur.
Dan parah nya aq udah gak dpt jatah tiket..
Eh, serius nih mengerahkan 1,5 juta TKI buat nonton bola? Apa sudah minta ijin majikannya masing-masing? Jangan sampek lupa lho, bisa-bisa gajinya dipotong gara-gara bolos sehari buat nonton bola.
BalasHapusassalamualaikum..
BalasHapusitulah indonesia. masyarakat kita sangat menyukai uforia. siapa saja. Apalagi media, begitu gencar memberitakan segala hal terkait peristiwa ini.wajar lah uforianya menjadi berlebih hingga melupakan agenda yang lain.
tapi saya tetep dukung timnas indonesia meski ga bisa nonton langsung di stadion...
salam
asem, bajigur........!!!!!!!!
BalasHapusnjungkeL tenan ndeLok juduL karo gambare, ra jadi mbaca postingan ah. wis ndoLosor neng koLong meja komputer. wkwkwkwkwkwk..............
*sip...sip!. kreatif Lik.