03 Desember 2010

Sabda Pandhita Ratu

Mencermati ucapan dan perilaku para pembesar negeri ini, aku kok jadi mikir kalo istilah Sabda Pandhita Ratu itu cuma sekedar mitos belaka. Bagaimana tidak, bila melihat sebagian besar pemimpin negeri ini adalah orang Jawa, ungkapan yang mengandung filosofi adiluhung tak ubahnya hanya isapan jempol dan hanya ada di dunia pewayangan.

Dalam kisah Ramayana diceritakan ketika menjelang suksesi kekuasaan dari Prabu Dasarata kepada Rama sebagai anak tertua dari permaisuri harus terganjal janji Dasarata kepada istri yang lain. Rupanya saat indehoy dengan Dewi Kekeyi selaku istri muda, beliau pernah berjanji akan menjadikan anaknya yang dijadikan raja di Ayodya. Walau harus melanggar ketentuan kerajaan tentang suksesi, sabda pandhita ratu tak bisa dirubah. Barata yang diangkat menjadi raja dan Rama harus dibuang ke hutan selama 14 tahun. Prabu Dasarata pun mati dalam kesedihan yang tiada akhir demi menepati ucapannya sebagai raja.

Sabda pandhita ratu, tan kena wola - wali, secara bebas dapat diartikan ucapan pendeta atau raja tidak boleh diulang atau diralat. Ungkapan ini biasanya disambung dengan berbudi bawalaksana yang berarti mempunyai sifat teguh memegang janji. Secara harafiah bawalaksana dapat juga diartikan satunya kata dan perbuatan. Dua ungkapan luhur yang mengingatkan kepada setiap orang akan pentingnya kesetiaan. Setia dengan apa yang telah dipilih, setia dengan apa yang diucapkan dan dijanjikan seberapapun berat resiko yang harus ditanggung atas pilihan itu.

Bila mengamati ucapan dan tindakan para penggede negeri ini apalagi bila terkait suksesi, yang lebih dominan kayaknya kutukan Empu Gandring. Dimana kutukan dendam akan berjalan terus turun temurun terhadap anak turun para penguasa. Penguasa yang jatuh atau dijatuhkan, anak turunnya akan menghimpun kekuatan untuk suatu saat kembali merebut kekuasaan. Trah yang masih berkuasa, akan berusaha menancapkan kuku kekuasaan sampai ke akar-akarnya dan menyiapkan putra mahkota di level terdepan kendaraan politiknya. Mereka yang kelihatan akan menjadi penghalang segera disingkirkan dengan berbagai cara. Walau tak sebrutal politik tumpas kelornya Amangkurat I yang menumpas ulama dari Bayat dan pejabat senior Mataram sampai ke anak cucunya, tapi tetap saja politik itu kejam.

Apalagi ketika jaman repotnasi menerpa negeri ini, calon-calon penguasa berpendirian wolawali semakin banyak. Orang yang kemarin masih mengagung-agungkan si Bejo, besok bisa loncat haluan dan mencacimaki. Orang yang awalnya begitu agamis, tak jarang besok agamanya hanya sekedar jadi ageman semata untuk membungkus hatinya yang berubah sekuler. Sampai mereka lupa walaupun poligami halal, tapi politikus adalah haram. Poli adalah banyak, tikus adalah najis. Jadi politikus artinya najis mughaladhoh kuadrat.

Sabda pandhita ratu agaknya cuma ada di kalangan rakyat kecil seperti Mbah Maridjan. Tak peduli apapun yang akan terjadi, sumpah jabatan adalah segalanya. Ini tak bakalan bisa kita temukan di kalangan penguasa. Buat mereka hidup dalam kekuasaan itu bagaikan komputer yang punya tombol Ctrl dan Z. Andai kata terlanjur error pun masih bisa bikin masalah tandingan untuk mengalihkan dari pandangan umum. Apa yang akan terjadi bila pemimpin yang kita ikuti hanyalah orang yang mancle mencle.

Merasa punya kuasa memang mudah membuat orang merasa superior atas segalanya. Sampai-sampai sejarah pun dengan mudah diubah-ubah dari buku pelajaran sekolah. Mereka yang saat dibawah cuma bisa jadi penjilat, begitu berkuasa suaranya begitu lantang mencacimaki pendahulunya. Seperti kita selalu mengecap Belanda sebagai penjajah yang kejam selama 300 tahun, tapi nyatanya sampai sekarang kita masih saja memakai KUHP peninggalannya. Mereka yang jaman orde baru sendhiko dawuh nunut makan, sekarang bisa menghujat Suharto sebagai sumber segala sumber masalah kehidupan bangsa saat ini. P4 dengan segera dibumihanguskan hanya karena mengharuskan pelaksanaan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Alasannya sih cukup logis, mencari manusia yang konsekuen saat ini semakin sulit.

Ketika konsekuensi perbuatan dan tindakan semakin sulit dilakukan, kenapa tidak diantisipasi dengan berpikir panjang sebelum mengatakan sesuatu. Dampak ucapan lirih seorang penguasa tentu sangat berbeda dengan teriakan lantangku. Jangankan ucapan seorang presiden menggugat seorang raja, seorang PNS golongan IIIA yang tak terlalu tinggi saja sudah mampu membuat rakyat kecil berantem. Mau bukti tentang efek domino perbuatan pemilik kekuasaan terhadap wong cilik, pengalaman penguasa becak legendari Gandhung dengan penumpangnya mungkin bisa dijadikan cermin.

Penumpang : Dab, ongkos becak yang paling jauh berapa?
Gandhung : Kemarin dari Malioboro ke Tembi 50 ribu
Penumpang : Haaahh... cuman 50rb. Kalo duitnya Gayus buat naik becak bisa sampe mana ?
Gandhung : Deket, dab. Paling sampe pasar Kltihikan
Penumpang : Sampe Klithikan paling 5 ribu. Ini milyaran kok.
Gandhung : Tenan mas, soale aku mau beli pacul bekas disana.
Penumpang : Lha kok jadi cari pacul bekas. Go opo dab..?

Gandhung : Macul ndasmu mas...!! Aku nggenjot tekan Tembi wae wijine nganti mlebu bolongan silit. Opo maneh mbok tawani 100 milyar kongkon mbecak. Mending patenono wae aku. Muduno saiki teko becakku. Affu..!!

Jayus yang tak pernah naik becak saja bisa membuat tukang becak berantem. Apalagi yang selalu bicara dan berbuat dengan mengatasnamakan rakyat. Jangan harap mau berkorban untuk rakyat demi menepati mitos Sabda Pandhita Ratu. Lebih asik lengser keprabon madheg bandito...

8 comments:

  1. Wadow! pak Beye kok digayusin mukanya.. :D

    BalasHapus
  2. indehoy..dadi kemutan guru sma ku...sering ngomong indehoy...hahaha

    affu.... afffu....ora melu-melu lah...sing penting roso-roso ..

    Linduaji Masman

    BalasHapus
  3. hehehe...yah, mau diapa...

    kalau bisa redo janji, kenapa tidak dilakukan... :D

    itu mencerminkan, klo pejabatnya mmg sama cangguhnya dengan komputer :D

    BalasHapus
  4. hahaha ngakak sob liat fotonya pak presiden

    BalasHapus
  5. huahahaaa ngakak baca jokes tukang becaknya. Sumpeh, Malioboro Tembi kan jauuh banget minim 20 kilo ada deh..suruh nggenjot sama pak becak.

    Wah kalo pake foto itu namanya jadi Susilo Bambang GAYUSdhoyono

    BalasHapus
  6. He..he...pa BY kenapa tuh rambutnya.....
    waduh...gawat..gawat...

    BalasHapus
  7. saya baca aja,,, gk bisa komen...
    keren bgt pandangannya (Y)

    BalasHapus
  8. copas beyus se yo.......... kwk kwk kwk

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena