#Bimbingan Orang Tua
Aktifitas tambang kembali terhenti oleh demo masyarakat yang menutup jalan tambang. Kelompok bersenjata yang menamakan dirinya laskar adat memprotes kegiatan tambang telah merusak tanah adat.
Seratus persen aku setuju dengan mereka. Bagaimanapun juga industri tak boleh mengusik budaya warisan leluhur. Situs keramat musti dilestarikan karena pasti ada sejarah panjang yang menyangkut kehidupan masyarakat setempat. Modernisasi apalagi yang berbau kapitalis tak semestinya menggusur kearifan lokal dengan semena-mena.
Andai saja mereka melakukan itu sebelum situs itu dibongkar habis atau menuntut lahan yang termasuk tanah adat jangan digali, kesetujuanku bisa lebih dari 100%. Sayang tuntutannya tidak ke arah sana, tapi minta ganti rugi sebesar 3 M.
Kalo saja kejadiannya baru kali ini, kesetujuanku tak bakal turun sedrastis ini. Kasus semacam ini berulang kali terjadi. Setelah beberapa bulan tanah itu digali, demo baru dilakukan. Padahal sebelum sampai ke tahap itu, ada proses yang teramat rumit melibatkan banyak pihak.
Bila lahan yang dibebaskan memang ada situs adat, semestinya pemilik lahan atau kepala desa sudah menyampaikan hal itu dari awal. Tak ada pemberitahuan sama sekali, setelah semuanya diacak-acak, baru demo mengatasnamakan adat dengan tuntutan yang selalu berbau duit.
Apakah mereka yang salah..?
Tidak sepenuhnya. Bagaimanapun juga mereka masyarakat tradisional yang sejak dulu hidup bergantung kepada alam. Harmoni alam adalah segalanya bagi mereka. Agar industrialisasi bisa diterima, mereka diracuni dulu dengan budaya konsumerisme. Sehingga mereka mulai belajar mengabaikan keseimbangan alam.
Sayangnya pembelajaran konsumerisme itu tidak diimbangi dengan pelatihan atau peningkatan skill agar mereka mampu menyeimbangkan pengeluaran dan pemasukan.
Damai saja mereka beli mobil mewah sekelas Fortuner atau Pajero Sport tanpa menghitung beban operasionalnya nanti. Setelah keuangan mepet, segala cara mereka lakukan untuk mendapatkan uang gampang. Termasuk memperjualbelikan adat.
Mungkin ini yang menjadi sebab kenapa industri di pedalaman rawan konflik. Dimana penguasa, pengusaha dan masyarakat rakus berebutan kue dengan kekuatan masing-masing...
Sampai kapan..?
Intinya
Kearifan lokal dijadikan kedok mungkin bisa dianggap sebagai cara masyarakat tradisional melawan seleksi alam efek industrialisasi. Namun arifkah itu..?