13 Oktober 2008

Arti Sebuah Nama...


Entah kenapa saya jadi inget percakapan di YM sore tadi yang membahas tentang nama panggilan atau nickname temen-temen di blog atau di YM. Entah bagaimana awalnya guyonan itu berubah menjadi sedikit serius.

Teman itu menanyakan kenapa saya pakai nama rawins. Saya jelaskan itu sebutan bawaan sejak jaman STM dulu karena saya termasuk superior dalam urusan bandel membandel. Nama pemberian guru itu malah melekat ke diri saya sampai sekarang. Tapi jangan diartikan sebagai ora kawin yaaaa...

Lalu dikejar lagi ke nama anak enthog. Saya memang pernah menganalogikan diri saya sebagai seekor angsa kecil yang belajar terbang. Itu saya lakukan ketika saya harus menjadi gelandangan di kolong flyover Pasar Senen setahun yang lalu. Nama yang memotivasi saya untuk belajar keras walaupun hanya sekedar menjadi anak angsa yang lemah, saya tuliskan di sebuah blog.

Kalo Sakespir bilang "apalah artinya sebuah nama." Pak kyai bilang "nama adalah doa". Dan orang Jawa bilang "asma kinarya japa." Saya malah menganggap nama itu sebagai sarana untuk mensugesti diri. Saya berusaha memasukan semangat hidup ke dalam hati dan pikiran dengan selalu menganggap diri saya bahagia, sepahit apapun kenyataan yang tengah dihadapi.

Makanya saya seringkali skeptis dengan orang yang membuat nickname yang full dangdut, misalnya : cewekjutek, bujangsengsara, wanojatunggara, senyum membawa luka, dll dll eh yang terakhir engga dink...

Menurut opini saya, dengan selalu menafsirkan diri sebagai pelaku kepedihan, sedikit demi sedikit kita mengendapkan di alam bawah sadar bahwa kita memang seperti itu. Dan bagaimanapun juga manusia tetaplah memiliki naluri yang merupakan sifat dasar bawaan. Dan naluri ini tidak memerlukan pikiran atau perasaan untuk melakukannya, karena memang muncul secara spontan dari alam bawah sadar.

Dan ketika naluri selalu berenergi positif, saya menjadi mampu untuk menjalani segala kepedihan hidup dengan damai. Bahkan saya pernah mengatakan, saya bisa menikmati kehilangan demi kehilangan segala sesuatu yang teramat saya cintai tanpa terus hanyut dalam kesedihan yang tiada ujungnya.

Apapun makanannya, duka adalah teman hidup yang pasti akan muncul sewaktu-waktu tanpa kita minta. Dan ketika itu datang, sudah siapkah kita untuk segera bangkit dan tidak terus terpuruk dalam luka itu. Apakah luka akan sembuh bila hanya kita tangisi?

Mengambil kesimpulan dari pengalaman hidup, saya makin terpacu untuk bisa mengisi pikiran dan perasaan saya dengan keindahan. Terserah kenyataan hidup seperti apa pahitnya. Dan saya tak peduli disebut munafik, karena tidak mengakui kenyataan.

Bangkit dan segeralah berlari. Mulailah dengan sebuah nama. Yang mungkin tiada arti. Seperti angsa kecil yang hanya mampu mencari cacing di tanah becek di tepi danau pengetahuan yang seluas samudra.

Semoga...

1 comments:

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena