05 Oktober 2008

Ketika Waktu Membelokkan Hati

Bumi saya suwe saya mengkeret. Sekilan bumi dipajeki. Jaran doyan mangan sambel. Wong wadon nganggo pakeyan lanang. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman.

Walaupun potongan Jangka Jayabaya itu tak sepenuhnya sesuai dengan yang dikatakan Newton tentang waktu mutlak yang independen terhadap segala perilaku materi di jagat raya, namun aplikasi transformasi Lorentz tidak saja melahirkan formula variabel elastik tentang pembelokan ruang dalam waktu saja. Tetapi sudah mulai menjajah ke pembelokan logika dalam jiwa dan kemanusiaan.

Bila secara nalar ombaklah yang mengikis karang agar bisa menyapa pasir pantai. Tapi wolak-waliking variabel relatif terjadi dimana pasir telah meluluhkan karang yang selama ini begitu kuat dalam belenggu ruang dan waktu.

Kutipan dari sebuah syair lama "... kadang segalanya terasa indah setelah dia pergi," agaknya ikut relevan mendukung teori waktu yang justru menjadi satu koordinat yang tak terpisahkan dengan tiga koordinat ruang dari geometri Euclid.

Kesadaran akan sebuah penalaran tentang perasaan memang seringkali terlambat hadir dalam dimensi diri. Ketika senyum yang diharapkan menyambut sebuah kehadiran tak didapatkan, waktu yang kian terseok-seok mulai terbiaskan dalam hati. Berawal dari celoteh pasir, disusul SMS dan sapaan di messenger dari sang karang sampai akhirnya semburat mentari itu itu datang membawa senyum membuka hati ketika telepon berdering.

Sebuah kontradiksi yang dianggap wajar walau kadang mengandung anomali. Semoga terbitnya pagi itu merupakan sebuah perubahan yang pasti dari coretan Einstein. Walau transparansi prisma merupakan sarana membiaskan sinaran jiwa, tapi setidaknya sudah ada kejelasan tentang harapan masing-masing diri.

Huuuuh...
Otak kecil ini begitu lelah menelaah tulisan yang entah apa artinya ini. Tak tahu kenapa semuanya mengalir begitu saja. Sampai kapan kebodohan ini terus membenamkan isi kepala. Yang pasti aku bahagia dalam awal yang tak pasti ini.

Semoga sejarah tidak terulang dalam seumur jagung dan bukan merupakan pengaruh jaman edan. Melainkan merupakan kesadaran diri yang mulai mengerti tentang arti hidup dalam kehidupan. Walau Newtonian diruntuhkan oleh e=mc2, tapi setidaknya itu adalah pondasi yang kokoh untuk masa depan.

Yaaaah, sudahlah...
Semoga kita benar-benar mampu untuk saling mendoakan di jalan berbeda ini demi satu cita-cita tentang seorang jagoan yang kian beranjak dewasa. Yang jelas, sapaan lembut dalam rindu itu telah membuatku bahagia, Bunda...

2 comments:

  1. minal aidzin wal faidzin ya kang pangapurane mbok ana luput salahe

    BalasHapus
  2. Gaya bahasa yang asyik. Puisi fisika kali yak...

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena