05 Oktober 2008

Mengapa Harus Ada Caci Maki..???

Aku sedang cari-cari aquarium kecil pesanan jagoanku ketika telpon berbunyi tanpa ada nomor yang muncul. Belum sempat bertanya 5W+1H, suara laki-laki mencerocos dari seberang sana tanpa pakai tanda baca. Aku terus terdiam mendengar kuliah subuh kesorean itu. Cuma tekan tombol speaker lalu HP aku taruh di atas dashboard.

Mungkin karena aku parkir di depan Gembiraloka, makanya banyak binatang liar dan kotoran keluar dari speaker HP. Enteng sekali kata-kata kere, najis dll berlompatan.

Aku tetap diam dan berusaha berpikir, kenapa sih masih ada manusia arogan yang mau hidup di alam dunia ini. Merasa diri lebih dari orang lain dan dengan mudah merebut hak orang dan menginjak-injak yang mungkin dinamakan martabat. Entah martabat manis atau martabat telor aku ga tau.

Sebenarnya yang dibanggakan sebagai manusia itu apa sih? Kalo kita mau mengingat awal mula kejadiannya, bahan anak ayam saja lebih berharga daripada bahan anak manusia. Telor ayam sekilo sampai sepuluh ribu. Coba bahan manusia, dikumpulin sampai seember pun kayaknya ga ada yang mau beli. Entah kalo di negara kompeni sana.

Aku pun ingat lukisan sisa-sisa pameran yang masih numpuk di gudang. Lukisan itu dipajang dengan diawali pembukaan yang wah, menghabiskan dana sampai 100 jutaan. Semua orang terkagum-kagum dan sebagian bengong ketika melihat harga selembar canvas penuh coretan aneh yang harganya sampai setengah ember itu.

Tapi begitu event selesai, barang-barang berharga itu cuma ditumpuk di gudang tak ubahnya rongsokan tak berguna. Aku pun kadang ringan banget membuang upil ke tumpukan canvas itu. Mungkin aku bisa juga ikut menyombongkan diri seperti mereka. "Tempat buang upilku harganya 10 ember lebih tauuuu....?"

Ada mungkin sepuluh menit aku mendapat mobile tausyah itu. Sampai akhirnya aku dengar sepotong ucapan. "Kalo elo emang laki-laki, gua tunggu di senen sekarang..."

Aku bengong sejenak, "Besok dong, sekarang kan minggu."
"Di pasar senen bego, sebrang atrium. Sekarang!!!"
"Ya ga keburu, mas. Saya di Jokja. Maaf mas siapa yah..?"
"Jangan ngeles loe, tadi gua lihat loe di Menteng."
"Eh, maaf. Mas ini siapa..? Mau ngomong sama siapa? Siapa tahu saya bisa bantu?"

Makin lama tegangannya makin lemah. Sampai akhirnya ada salam penutup, "eh, maaf mas. Salah sambung..." Prek..!!!

Semmmm...!!!

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena