28 Februari 2011

Terapi Buah

Terasa banget bedanya diurus istri sama engga. Bermacam keluhan yang kemarin terasa menyiksa, satu persatu mulai membaik. Walau aku masih saja susah makan, tapi istriku selalu punya banyak cara agar perutku tak pernah kosong.

Sementara waktu, makanan pokokku bukan lagi nasi, melainkan jambu biji merah. Entah itu dijus atau dimakan langsung, pokoknya jambu merah setiap waktu. Katanya sih agar trombositku segera kembali normal. Memang dari hasil tes darah kemarin trombositku cuma 132 ribu keping/mm3 dari normalnya antara 150 - 400 ribu. Dan untuk mencegah susah BAB karena kebanyakan makan jambu biji, aku harus makan berbagai macam buah lainnya. Untuk mengatasi badan panas dingin, istriku cukup mengandalkan jahe mentah diseduh dengan teh panas. Obat pabrik yang masih aku minum hanya antibiotik dari RSUD kemarin yang memang harus dihabiskan agar penyakitnya tidak menjadi kebal antibiotik.

Namun, biarpun aku nyaman menjalani perawatan di rumah seperti saat ini, kadang ada sedikit rasa iba kepada ibunya Citra. Dia begitu tulus mengurusku, sementara dia selalu disibukkan oleh Citra yang makin bandel dan suka ngelayap kemana-mana. Padahal dia juga punya keluhan pusing atau mual sebagaimana umumnya yang hamil muda. Sebuah pekerjaan multitasking yang teramat sulit untuk seorang laki-laki yang selalu mengaku perkasa sekalipun. Aku saja yang selama ini hanya mengurus diri sendiri dan pekerjaan, ketika kepala mulai cemut-cemut banyak hal yang menjadi berantakan.

Terima kasih istriku...
Termasuk untuk terapi buahnya yang maknyus...
Besok ganti pake buah yang lain ya...
Read More

26 Februari 2011

Aku Pulang

Saat aku secara spontan bilang pulang kemaren, aku pikir tak ada yang mau peduli. Tidak ada seorangpun yang mengkomentari ucapanku itu. Namun ketika kemarin sore aku pesan tiket pesawat dan mulai mengemasi ransel, satu dua orang mulai mencegah.

Ada yang cuma bilang sayang kalo kabur sekarang. Sebentar lagi gajian dan tanpa ijin cuti tiket tidak akan dibayarin kantor. Ada yang sampai berpanjang kata memintaku melunakan hati agar berdamai dengan kantor. Ada juga yang cuek bebek. Yang hanya bisa bingung pun ada.

Aku memang bisa mengerti. Beberapa orang teman begitu besar harapannya pada aplikasi yang sedang aku bikin untuk menggantikan cara-cara manual yang selama ini dipake dan rawan masalah. Apalagi versi prototipe yang sempat aku sodorkan untuk diujicoba, kayaknya mereka sudah cocok, tinggal aku perbaiki sedikit-sedikit.

Tapi kepulanganku bukanlah soal teman atau pertemanan. Bukan pula soal gaji atau pekerjaan. Tapi soal penghargaan dari perusahaan atas karyawan. Aku tak minta banyak kok, cuma ingin istirahat sampai kembali sehat. Kenapa pula pengajuan ijin dokter malah disangkutpautkan dengan masalah yang akan timbul akibat ketidakbecusan perusahaan mengelola karyawan.

Aku tak peduli belum gajian. Aku tak peduli harus beli tiket sendiri. Aku tak peduli temen-temen memintaku bertahan. Pokoknya aku tetap akan pulang. Aku ingin lihat sebesar apa kebutuhan perusahaan terhadapku. Bila memang tak butuh, toh aku sudah tak disitu. Kalo memang butuh, aku ingin tahu penawaran menarik apa yang perusahaan tawarkan kepadaku.

Aku tak peduli dibilang sombong. Tapi aku merasa harus bisa berbuat itu agar perusahaan juga memahami bahwa mereka juga butuh karyawan. Bukan hanya sebaliknya yang seringkali dijadikan alasan untuk berbuat sewenang-wenang terhadap karyawan.

Apakah dengan membayar gaji itu berarti telah membeli seluruh kehidupan seorang manusia..?

Diketik dalam bus TransJogja sambil mikir rencana ganti oli servis lair batin minal aidzin walfaidzin...

Mobile Post via XPeria
Read More

Nggembel...

Begini nih jadinya kalo mau minggat tapi setengah hati. Udah diniatin kabur saja masih mikirin rekapan absensi dan lembur karyawan yang baru kelar jam 9 malem. Padahal travel terakhir dari agen Tamianglayang berangkat jam 8. Harapan satu-satunya adalah menunggu travel dari Muarateweh atau Purukcahu.

Karena tidak juga dapat travel yang menyisakan barang satu bangku kosong pun, aku minta diantar ke Amuntai. Siapa tahu ada kendaraan umum dari arah Tanjung menuju Banjarmasin. Ndilalah kondisinya sama. Ada taxi cap angkot yang nawarin tapi ga bisa ngasih kejelasan kapan berangkat, kecuali aku mau bayar borongan.

Mumet juga jam 12 malem belum dapat kendaraan, padahal penerbangan jam 7 pagi. Aku kasian ke sopir yang antar, soalnya sejak pagi sudah aku carter bolak-balik ke tambang dan pelabuhan. Walau aku melihat kelelahan di matanya, tapi aku kuat-kuatin ati untuk bertanya, maukah mengantar ke bandara?

Sopir ok walau kasih syarat gantian nyupir. Kantor juga ok kasih pinjem asal BBM bayar sendiri. Masalahnya adalah satpam kantor ikut jalan-jalan karena dikiranya cuma sebentar. Balik ke kantor dulu nganter satpam bisa makan waktu sejam. Akhirnya tega ga tega aku suruh pulang sendiri terserah caranya gimana dan aku kasih ongkos 50ribu. Hihihi kejam...

Jalan deh ke Banjarmasin berdua sama sopir. Tapi semua pom yang ada sepanjang jalan bertuliskan solar habis. Sampe empot-empotan sport jantung takut kehabisan solar sebelum sampai tujuan. Sampe bandara indikator sudah menyentuh dasar huruf E. Terserah sopir deh gimana caranya dapat solar untuk pulang, yang penting aku sudah sampe di Syamsudin Noor.

Sayangnya bandara belum buka. Mau ga mau ikutan orang lain bikin lesehan di sepanjang teras dan koridor. Untung matras andalan tidak ketinggalan. Sehingga aku bisa selonjor dengan nyaman.

Semoga sih ga jadi masalah. Bagaimanapun juga dokter kemarin menyuruhku istirahat total dan rawat inap. Ini malah seharian pecicilan di lapangan, malemnya begadang, masih harus jadi gembel tiduran di lantai. Semoga pula si rajasinga tidak delay...

Siaran langsung dari Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin sambil menunggu gerbang buka...

Mobile Post via XPeria

Read More

25 Februari 2011

Jembatan Sarapat

Melaju perlahan menembus hutan menuju pelabuhan bisa lumayan memberikan angin segar yang bisa melipurku dari sakit yang kuderita. Hanya kepulan debu saat berpapasan dengan dump truck pengangkut batubara saja yang kurasa mengganggu. Melihat aku batuk-batuk parah kena debu, sopir yang menemaniku mengajak memutar lewat jalan kampung. Lebih jauh memang, tapi bebas debu dan suasana lebih nyaman.

Masuk ke kampung Sarapat ada sebuah jembatan kayu yang lumayan besar. Kata sopir kalo sore banyak cewek mandi di sungai dekat jembatan itu. Mobil diparkir di ujung jembatan, lalu aku turun cuci muka disitu. Biar awet muda...

Bener-bener adem disitu. Suasananya masih alami. Beberapa ekor monyet bergelantungan di pepohonan pinggir sungai. Kalo ga inget kerjaan belum kelar dan badan lagi sakit, pengen rasanya nyebur ke air tenang yang kayaknya cukup dalam lubuknya.

Mungkin ada setengah jam aku ngadem disitu. Sampe 2 anak kecil datang mau berenang. Aku tanya ke anak-anak itu, apa bener banyak cewek mandi kalo sore.

"Nanti jam 4, pak."
"Emang ga ada yang ngintip kalo mandi disini..?"
"Yang ngintip monyet..."

Dapat jawaban itu aku ga bertanya-tanya lagi dan ajak sopir untuk melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan aku masih saja kepikiran omongan anak kecil tadi. Yang ngintip monyet tuh maksudnya, kalo mandi disitu diliatin monyet di pohon, atau orang yang ngintip orang mandi adalah monyet..?

Mbuhlah...
Toh aku tadi mau liat yang mandi, bukannya mau ngintip. Berarti bukan monyet dong...

Mobil Post via XPeria

Read More

Sarapan pagi yang tak enak...

Mulai pagi ini aku tak bisa lagi keluyuran ke dapur atau ruang makan. Pokoknya setiap jam makan, ransumku akan diantar ke meja atau ke kamar. Menunya masih empat sehat lima sempurna juga. Bubur, kecap, telor rebus, air putih tambah obat dari dokter kemaren. Jatah buburnya semangkuk besar, tapi bisa masuk paling-paling beberapa sendok.

Ketika aku menolak rawat inap kemarin, dokter sudah ngasih surat keterangan agar aku istirahat total dari pekerjaan mulai hari ini. Tapi karena hari ini tanggal 25 yang merupakan tanggal cut off perhitungan hari kerja, aku paksakan sejak subuh tadi mengambil data absen di mesin sidik jari kantor dan merekapnya untuk diserahkan ke HRD. Setelah sarapan aku tinggal ambil data absensi di tambang lalu meluncur ke pelabuhan. Semoga ada sopir nganggur. Kalo engga, terpaksa deh offroad sendirian 40 kilo dengan kepala mumet.

Aku pikir, aku sudah keterlaluan dengan apa yang aku perbuat hari ini. Tapi aku berusaha mengerti bahwa absensi sidik jari cuma aku yang bisa mengaksesnya. Dan ini tentang gaji ratusan orang yang berarti menyangkut hajat hidup lebih banyak orang lagi. Makanya aku paksakan bertahan ke lapangan sambil badan panas dingin begini.

Belum juga kerjaanku kelar, dari Jakarta sudah nelpon nanya ini itu tentang kesiapan data penggajian. Mungkin mereka trauma bulan kemarin karyawan mogok akibat gaji telat. Aku bilang terus terang, lagi sakit dan maksain ambil data absensi. Setelah rekapannya sampai ke tangan HRD aku mau istirahat total. Eh, jawabannya mendadak kenceng, "Gabisa. Pokoknya HRD harus dibantu total agar tidak telat ngitung seperti bulan sebelumnya. Kalo salah-salah lagi dan demo lagi, emang mau tanggung jawab lo?"

Aku malas banyak omong dan memilih menutup telepon. Yang jelas, keikhlasanku ke lapangan sambil menggigil hari ini mendadak hilang. HRD tuh orangnya banyak, kenapa kesalahannya ditimpakan ke seorang staf IT yang tugasnya cuma merawat mesin. Aku sudah berusaha untuk mengerti. Tapi kenapa perusahaan tak mau tahu kalo aku juga butuh kesehatan agar bisa bekerja maksimal.

Sarapanku tak enak pagi ini...
Besok aku pulang saja deh...
EGP...

Mobile Post via XPeria
Read More

24 Februari 2011

Tes Darah

Pagi-pagi badan dah kerasa rada enakan. Pilek dan sakit kepala dah jauh berkurang, cuma tulang terasa sedikit ngilu-ngilu. Merasa mulai sehat, aku paksain ngantor hari ini. Eh, siang harinya badan kerasa panas dingin lagi.

Udah gitu ada temen sekantor yang ijin ga masuk kerja. Aku lihat surat keterangan dokternya, malaria. Hadoooh... Bisa jadi aku kena juga. Makanya begitu ada mobil sarana nongol, langsung aku booking ke RSUD Barito Timur.

Masuk UGD dan minta tes darah. Ternyata malaria negatif dan positif kena tipes. Keputusan dokter sih harus rawat inap tapi aku minta rawat jalan saja. Rumah sakitnya ga enak blas. Memang hanya 2 kilo dari kota kabupaten, tapi sekelilingnya hutan dan hape tidak ada sinyal. Lagian kalo opname, siapa yang bakal urusin wong orang kantor pasti sibuk semua.

Wes pasrah deh, tidak bisa lagi makan gorengan. Ke ibu dapur cuma bisa pesen untuk bikin bubur dan jus jambu setiap hari. Jadi pengen pulang...
Mobile Post via XPeria

Read More

Meriyang

Sudah dua hari ini badang ngedrop, flu, pilek, demam dan sakit kepala. Praktis selama dua hari aku cuman bisa tiduran. Jangankan untuk kerja, duduk saja dunia serasa berputar.

Inget kebiasaan istri kalo aku sakit, semalem pesen ke ibu dapur untuk bikinin wedang jahe. Walau tak pake gula batu tapi lumayanlah, bisa bikin tidur semaleman mandi keringat. Pagi ini bangun kepala rada enteng. Tinggal pusing sedikit tanpa pilek dan batuk.

Menyebalkan juga meriyang saat jauh dari keluarga. Eh, ini meriyang karena overdosis kerjaan apa cuma merindukan kasih sayang..? Aleman....

Mobile Post via XPeria

Read More

22 Februari 2011

Batuk

Gara-gara kehujanan kemarin.
Kepala mumet berat campur batuk gawat.
Nebeng truk lewat pergi ke warung.

"Bu, ada obat batuk..?"
"Komik mau, pak..?"
"Obat batuk, bu..."
"Tidak mau komik kah..?"
"Kalo ada novel aja deh..."
"Tidak ada.."
"Yaudah permisi..."

*sampe mobil baru sadar kalo itu merk obat batuk...

Mobile Post via XPeria

 
Read More

Penggemar Salah Kamar

Maap, kalo bandwith killer...

Semalem baca di blognya Ninda tentang band berjudul Sm*sh. Terus terang gaptek kalo soal musik. Karena dibilang perjuangannya menuju ketenaran asik, aku cari-cari di google. Sempat bingung karena ternyata grup musik yang pakai nama itu cukup banyak dari dalam sampe luar negeri. Akhirnya ketemu sih dengn band yang dimaksud temenku, cuman aku malah jadi ngakak-ngakak tengah malam ketika aku nyasar ke sebuah fanpage di pesbuk.

Para penggemar grup boyband Indonesia raya jiplakan dari Korea itu pada nyasar masuk ke fanpage grup metal dari Jerman yang bernama sama. Padahal jelas banget di foto profil semua personilnya tidak ada yang bertampang 4l4y. Di bagian informasi juga tercantum keterangan pemilik fanpage itu. Eh masih juga ditanya di dindingnya, "koq wkttu d video smash cma ada 6 org doang ? Truss koq rafaell gga kut video klip yah ?? Knppa ??"

Untuk lebih jelasnya silakan ke TKP saja deh. Search aja sendiri yah. Biar ga penasaran sebelum meluncur, sebagian skrinsutnya aku tampilin deh...






Trus yang lebih parah, ternyata fans salah kamar tidak hanya disitu. Di fanpagenya Ariel, grup musik asal Toronto juga dibanjiri fans ngaco.


Ariel protes karena kebanjiran pengacau, bukannya menyelesaikan masalah, malah membuat halaman rumahnya tambah kotor.


Saking bingungnya si empunya fanpage, sampai-sampai dia maksain berbahasa Indonesia ala google translit.


Ibu Pertiwi bisa berduka neh, melihat kecanggihan generasi mudanya yang mewarisi kebegoan para pemimpin negaranya...
Cucian deh...

*kalo kurang jelas, klik saja gambarnya ya...

Read More

Berburu Film di Internet

Beberapa orang teman tiba-tiba ribut dengan ditariknya film-film asing dari bioskop. Ketika aku bilang bisa beli DVD atau donlot di internet, mereka komplen katanya bisa ketinggalan berita. Katanya versi DVD atau donlotan baru nongol setelah film itu basi di bioskop. Ga mudeng deh dengan istilah basi itu. Wong sekarang orang lain juga gabisa nonton di bioskop, kok bilangnya takut ketinggalan tren film.

Aku sendiri sih selama ini jarang banget nonton di bioskop kecuali istri memang lagi kumat penyakit abgnya dan pengen pacaran gelap-gelapan di gedong film. Beli DVD juga ga pernah karena lebih suka donlot lalu nonton bareng istri sambil boboan. Apalagi film asing donlotan itu belum kena gunting LSF, sehingga masih bisa lihat nenen pemain ceweknya.

Film donlotan juga ga pernah ketinggalan jaman. Begitu film itu rilis, besoknya pasti sudah ada yang mau berbagi di internet walau masih kualitas cam. Tampilan tak sebagus DVD memang, tapi lumayan lah daripada kelamaan nunggu. Urutan kualitas donlotan biasanya sebagai berikut :

1. Cam : Ini kualitas paling jelek. Karena film diambil dari bioskop pakai handycam. Makanya kadang gambarnya miring-miring atau ada orang lewat kesoting. Suara orang tertawa atau tepuk tangan juga akan terdengar. Pokoknya apa yang terjadi di depan kamera akan terbawa kedalam film.

2. TS atau Telesync : Ini masih film todongan di bioskop pake handycam, tapi suara sudah didubbing sehingga kualitas suara lebih bagus dan bebas gangguan.

3. DVDrip : Merupakan hasil ripping dari film setelah versi DVDnya keluar. Kualitas sudah bagus tapi tetap tergantung dari software yang digunakan untuk me ripping DVD tersebut. BRrip tentunya lebih bagus lagi karena di ripping dari Blue Ray. Ripping ini maksudnya agar film tersebut filenya tidak terlalu besar. Seperti kita tahu, satu DVD besarnya sekitar 4GB. Sedangkan hasil ripping umumnya sekitar 700MB atau 1,3 GB.

4. Hi Res Movie : Merupakan versi asli dari DVD atau BR apa adanya tanpa upaya mengecilkan file.

Aku biasanya mencari film di thepiratebay.org Disitu tak cuma film saja, game, musik, gambar, ebook, aplikasi bahkan yang pernak-pernik berstatus porn juga ada. Donlotnya menggunakan torrent file sharing. Aku lebih suka menggunakan torrent, karena file yang didonlot merupakan file utuh yang tidak dipecah-pecah seperti bila kita donlot di rapidshare atau yang sejenisnya. Donlot dengan file dipecah, resikonya adalah bila ada satu bagian yang rusak seperti corrupt misalnya, proses penggabungan ulang seringkali gagal tanpa kita bisa tahu yang mana bagian file yang rusak. Akibatnya kita harus donlot ulang file-file itu. Susahnya lagi, untuk pendonlot gratisan, seringkali dibatasi maksimal paralel downloadnya. Jadinya nyebelin banget harus kita masukan satu persatu link donlotnya tanpa bisa kita gunakan donlot manager. Cara donlot menggunakan torrent bisa dibaca di blog mempercepat download torrent.

Sebelum mulai donlot, tidak ada salahnya kita baca-baca komen-komen di bawahnya. Tunggu sampai ada yang laporan kualitas agar kita bisa mendapat film yang bagus walau penilaian ini biasanya subyektif dan tidak seragam antara orang yang satu dengan yang lainnya. Biasanya ditulis dalam 10 skala kualitas, misalnya A=8/V=9/M=6. Maksudnya kualitas audio 8, video 7 dan movie 6. Paling susah dinilai adalah kualitas M, karena itu lebih subyektif lagi tergantung minat orang yang komen terhadap filmnya. Dan selama ini yang paling aku sukai adalah film dengan embel-embel AXXO. Dia itu ripper film paling favorit dalam mengecilkan file dan mempertahankan kualitas file kompresannya.

Masalah selanjutnya adalah soal teks. Subtitle biasanya aku cari di subscene.com Mencari file subtitle disini memang perlu beberapa kali mencoba karena kadang teks tidak pas dengan percakapan di filmnya. Paling gampang adalah mencari keterangan yang sama dengan film yang kita donlot. Misalkan kita donlot film dengan nama file unyil.DVDRip.AXXO.avi maka cari file subtitle yang berjudul unyil.DVDRip.AXXO.srt Jangan lupa untuk melihat isi teksnya. Karena banyak pengaplot teks yang males bikin secara manual dan mengambil teks bahasa asing yang ditranslit menggunakan google misalnya. Cari teks yang translit manual atau sudah diedit ejaannya.

Kalo lagi apes, kita tak menemukan file teks bahasa Indonesia karena belum ada yang aplut. Kalo sudah begini, mau tidak mau kita gunakan bantuan google translate. Buka file srt dengan notepad lalu copas per bagian ke translator. Bahasanya jadi aneh memang. Tapi mau gimana lagi kalo sudah kebelet pengen nonton sementara kemampuan otak dalam menguasai bahasa asing jeblok.

Yang lebih apes lagi, teks hasil translitan kacaw itu ternyata geser dari umak umik mulutnya. Walau geser beberapa detik, tapi tetap saja itu mengganggu. Bila masalah ini terjadi biasanya aku gunakan Gaupol Subtitle Editor. Tapi maaf, karena aku pakainya linux jadi tidak bisa kasih link untuk versi windusnya. Cari sendiri di google deh. Kalo di Ubuntu sendiri sih tinggal instal dari Ubuntu Software Center.

Pertama kali kita buka dulu filmnya, misalnya pakai VLCplayer. Jangan lupa load subtitle agar tampil di film yang diputar. Kalo pakai windus, pakai Windus Media Player juga bisa membaca file berekstensi srt. Putar film dan lihat timing playernya. Kalo tulisan muncul berbarengan mulut mangap, berarti ok. Kalo tidak pas, perhatikan selisih waktunya berapa detik, mendahului apa ketinggalan. Setelah dapat perbedaan waktunya kita masuk ke Subtitle Editor. Klik Tool > Shift Positions. Tinggal kita atur, kalo teks ketinggalan berarti kita kurangi minus sekian detik. Kalo terlalu cepat berarti kita tambah sekian detik. Jangan lupa klik simpan dan coba diputar sudah pas apa belum. Kalo belum ya kembali ke proses awal sampai benar-benar pas.

Kayaknya itu doang yang aku lakukan untuk mendapatkan film pilihan. Kalo ada yang komplen nonton di PC ga marem, ya jangan salahkan aku, wong aku muternya pake proyektor bawa dari kantor. Hehehe...

Selamat berburu film favorit anda...
Dengan melakukan hal-hal yang tertulis diatas,
berarti anda sudah menjadi pembajak tak kenal malu...
Sama seperti aku...
Read More

21 Februari 2011

PS

Karena pesbuk bukan sesuatu yang penting buatku, makanya aku gak begitu memikirkan apa yang terjadi dengan account itu. Termasuk soal ajakan berteman, aku ga selektif seperti di blog. Asal ada ajakan, aku klik terima tanpa melihat dulu profilnya kayak apa. Lagian pesbuk jarang aku urus dan suka males nulis status yang jelas bukan bujangan lagi.

Ajakan main game selalu aku cuekin. Untuk pesan masuk ga jelas dari orang yang gak aku kenal juga jarang aku layani. Paling-paling kalo pesan dari temen yang sudah akrab di blog baru aku mau jawab. 

Yang paling bikin sebel di inbox adalah ajakan PS. Tahu otak sampe mumet ngempet anak lanang yang cenut-cenut jauh dari ibunya. Enak saja diajak cari masalah. Emang mau tanggung jaenab kalo sampe ngamuk..?

Ada juga yang terang-terangan menjajakan diri. Mau ngelayanin PS dengan syarat kita kirim pulsa ke dia. Tapi jangan dikira sesudah kirim pulsa trus kita ditelpon. Tetep kita yang harus nelpon kesana. Pernah aku buka dinding orang yang pasang iklan itu. Ternyata banyak juga caci maki dari pelanggannya yang kecewa. Ada yang sudah kirim pulsa tapi belum dilayani. Ada juga yang protes karena waktu nelponnya cuma sebentar dan ketika minta tambahan waktu harus kirim pulsa lagi. Hehehe, argo kuda...

Pertama kali dapat ajakan semacam ini, aku sempat layani berbalas pesan di inbox karena memang aku ga mudeng apa itu PS. Perbincangannya kira-kira begini...

J (jablay) : suka ps gak?
A (aku) : engga
J : boong lu. masa sih?
A : bener. aku lebih suka main pc
J : haah pc? maksut lo?
A : ga seneng ps aja
J : kalo temen lo ada yg suka ga?
A : ada. adek temenku tuh maniak ps
J : kenalin dong. tajir gak?
A : tajir apaan. anak kelas 6 sd
J : brengsek lo, anak kecil lo ajarin jorok
A : jorok gimana. emang dia suka ps-an tiap hari
J : maksut lo ps apaan?
A : ya maen game di ps. kalo aku sih lebih suka di pc
J : brengsek lo. katrok!!!#%.^&,*%$-$@%$&*(&%.
A : apaan sih?

...setelah itu tak pernah lagi ada pesannya masuk. Dan butuh waktu beberapa hari sampe aku tahu apa maksudnya ps versi cewek itu. Siwalan...

Apaan phone sex...
Aku ga pengen ngamuk disini.
Nunggu cuti aja deh...

Read More

Perlawanan

Begini jadinya bila perusahaan main hantam menjalankan produksi sebelum infrastruktur dan sistem disiapkan. Menciptakan sistem setelah semuanya berjalan carut marut, hanya mudah di atas kertas. Kenyataan di lapangan berbicara lain. Tanpa aturan yang jelas sejak awal, hukum rimba berlaku dan karyawan telah terpecah-pecah menjadi geng geng yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu. Kelompok-kelompok itu sepertinya tak rela saat kepentingan mereka tersentuh. Apalagi konsep sistem yang aku ajukan begitu jelas memotong banyak sekali jalur birokrasi yang ruwet.

Seperti pengadaan sparepart yang selalu membutuhkan waktu panjang dan tak jarang akhir ceritanya tak jelas. Begitu banyak prosedur berliku dan saling tumpang tindih antar unit kerja. Ketika aku presentasikan alur pengadaan yang simpel, mereka yang merasa teramputasi kepentingan tak jelasnya mulai ribut. Rapat pun selalu berakhir tak jelas selalu kembali ke titik nol di pertemuan selanjutnya.

Perlawanan pertama terasa ketika aku harus mengumpulkan data dari lapangan untuk membuat konsep tabel-tabel database. Begitu banyak cara mereka lakukan untuk menolak atau mengulur waktu. Laporan ke penguasa perusahaan disini tak bisa banyak membantu tanpa aku tahu alasannya. Aku minta bantuan kantor pusat malah membuat geng-geng itu mulai berubah radikal. Aku pun melangkah mundur sejenak dan mulai melakukan pendekatan personal sebelum memulai tugasku lagi. Aku mulai rajin menyambangi mess-mess mereka selepas jam kerja hanya untuk ngobrol ngalor ngidul sambil ngebul. Satu dua orang sudah mulai akrab dan mau bicara banyak.

Bagian sarana juga mulai ikut mengganggu. Triton kesayangan yang selama ini jadi saranaku kesana kemari dipindah ke bagian lain yang katanya lebih membutuhkan. Sebagai gantinya aku dapatkan strada butut yang tidak bertenaga dan double gardannya tidak berfungsi. Dengan kondisi kendaraan seperti ini, jelas aku tak bisa leluasa masuk ke tambang. Kemarin saat seharian hujan aku coba memaksakan diri ke tambang dengan strada butut itu. Hasilnya cuma bisa ngesot dan tak mampu keluar dari tumpukan batubara. Sejam berteduh dalam mobil tanpa AC menunggu mobil bantuan tak juga kunjung datang. Mau gak mau aku tinggalkan mobil disitu dan jogging bermandi hujan lumayan jauh menuju ke workshop.

Masalah absensi dan penggajian juga begitu carut marut. Antara karyawan dan HRD selalu diliputi rasa saling curiga mencurigai. HRD menganggap catatan kehadiran dan laporan lembur banyak yang tidak semestinya. Karyawan ganti menuduh HRD mencurangi penghasilan mereka dengan menghilangkan sebagian jam kerja yang dilaporkan. Protes dan demo karyawan menjadi makanan sehari-hari disini.

Penggantian absensi manual dengan mesin sidik jari juga tak menyelesaikan masalah. Sebagian karyawan menolak dengan alasan absen menjadi ribet. Katanya harus mencoba berpuluh kali baru sidik jari mereka dikenali mesin. Aku pun mencoba kasih pengertian, bahwa kondisi di tambang dan workshop memang kotor. Wajar bila mesin kesulitan mengenali bila jari dan sensor mesin penuh oli. Buktinya mesin yang terpasang di kantor tak pernah bermasalah atau susah dipakai karena selalu bersih dari kotoran.

Aku siapkan lap dekat mesin agar mereka bisa membersihkan jari sebelum absen. Semula aku mau siapkan ember dan sabun juga disitu. Tapi sebelum aku lakukan, lap sudah lenyap dari tempatnya. Dan beberapa hari kemudian, mesin aku temukan rontok dari tempatnya tanpa ada yang bisa menjelaskan kenapa. Satpam aku laporin juga mengatakan tak tahu menahu. Untung mesin masih berfungsi walau harus aku perban menggunakan lakban.

Bolak-balik ngurusin mesin absensi juga membuat sebagian orang salah pengertian. Ada karyawan yang merasa jam lembur berkurang protes keras. Aku yang tugasnya hanya memelihara mesin yang tak tahu menahu urusan perhitungan gaji, harus menikmati ada kunci inggris teracung di depan hidung. Saat aku ceritakan ke orang HRD, malah diketawain. Semprulll...

Orang Jakarta juga semprul. Tahu aku kerja sendirian, kalo nyuruh-nyuruh tak mau tahu kondisi di lapangan. Permintaan karyawan tambahan untuk tim IT juga belum jelas beritanya. Padahal aku cuma minta orang untuk asisten programming. 
Gak minta asisten tukang pijit...
Read More

20 Februari 2011

Pengen Pinter

Tak perlulah membuka sejarah terlalu panjang. Dalam setengah tahun ini, semenjak aku memutuskan pensiun dari dunia perlukisan, entah sudah berapa kali aku berganti haluan. Sekian kali aku ganti arah, sebanyak itu pulalah aku jajan buku-buku pelajaran tentang itu. Detil ceritanya memang sudah tercatat di blog ini, tapi malam ini semuanya kepikiran banget dan aku mendadak ingin membuat rangkumannya.

Setengah tahun lalu selepas dari galeri,  aku berniat kulakan batik di pasar Klewer dan mengecerkannya ke kampung-kampung sebagai awal langkah. Aku pun membongkar-bongkar gudang untuk mencari buku-buku lama tentang marketing, karena langkah selanjutnya aku ingin ekspansi tidak sekedar jadi penjaja dari pintu ke pintu. Belum juga itu terlaksana, aku tertahan oleh kerepotan istriku mengurus bayi.

Dari situ aku dapat info dari teman tentang ekspor belut. Mengingat belut termasuk makanan favoritku, aku langsung mengiyakan dan lari ke toko mencari buku-buku tentang belut. Selain cari info di internet aku juga berkomunikasi dengan petani belut untuk mengetahui masalah-masalah yang ada di lapangan. Ternyata semuanya mentok di pengadaan bibit yang baik. Bahkan petugas PPL Deptan pun tak bisa membantu banyak tentang budidaya bibit ini.

Saat mumet itu aku ditelpon temen untuk bantu-bantu pekerjaannya di Jakarta, membuat aplikasi controler hardware menggunakan bahasa C. Sekian lama tak mengutak-atik program, aku kembali berkutat dengan buku tutorial C. Belum juga setengah buku setebal bantal itu terlahap habis, temanku memintaku bantu-bantu macul di lapangan. Terlupakanlah buku belajar bahasa C dan aku beralih mencari buku tentang fibre optic.

Baru aku baca kata pengantar, Merapi meletus dan aku putuskan untuk pulang ke Jogja menjadi relawan di Magelang. Bertugas di garis terdepan membuatku mulai belajar tentang dasar vulkanologi kepada manusia-manusia penjaga gunung. Untuk yang ini aku tak ada niat untuk menjadi pengganti mbah Marijan, tapi sekedar tahu untuk keamananku sendiri saat mendrop bantuan ke garis depan.

Turun gunung, ada penawaran dari komendan ebeg tentang pembangunan website dengan tarif sangat menggiurkan. Aku pun kembali bongkar gudang mencari buku-buku tentang HTML, PHP dan Flash. Merasa sedikit siap tempur aku beranikan diri berangkat ke Batam. Sampai Jakarta malah ada penawaran untuk ke Kalteng mengerjakan proyek networking di tambang batubara.

Dasar mumet, aku malah pilih berangkat ke Kalteng dengan tak lupa mampir ke gramed untuk memborong buku-buku tentang networking dan server linux. Aku sempatkan pula konsultasi dengan temen-temen di STAIN Solo sebelum berangkat. Sampai di Borneo, kenyataan di lapangan berbeda dengan pengarahan dari Jakarta. Aku malah harus bikin software untuk sistem komputerisasi tambang dari hulu sampai hilir. Karena sifat aplikasinya harus online, aku putuskan bikin yang berbasis web agar aku tinggal melanjutkan buku belajar PHP. Untuk belajar pengelolaan databasenya aku harus beli buku lagi tentang MySQL.

Belum juga belajar banyak, perusahaan minta aku membuat aplikasi sementara sebelum sistem online itu berjalan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi karena pengelolaan yang masih manual. Aku lempar lagi buku PHP dan MySQL, ganti ngelonin buku MS Access karena program sementara itu harus segera kelar.

Belum juga program Access itu beres, perusahaan minta aku mengajukan konsep dan RAB sistem online. Aku pikir pekerjaan itu bisa disambi dengan aku mengerjakan program sementara. Tapi kenyataan di lapangan bicara lain. Dukungan unit kerja lain lumayan susah aku dapatkan. Seperti seharian ini aku tak belajar access lagi, tapi membuka-buka ebook manual tentang aplikasi Global Mapper untuk belajar pemetaan.

Mengingat semua yang terangkum disini, pikiranku melayang ke sekian tahun aku aku berjalan dengan pola hidup yang sama. Belajar tak pernah tamat dan selalu berganti haluan sebelum aku menguasainya secara mendalam. Makanya bila ditanya ini itu bisa apa engga, aku lebih sering mengatakan bisa. Tapi bila ditanya pinter apa engga, sudah pasti aku menggelengkan kepala. Makanya kalo ada orang menanyakan skillku yang sebenarnya dalam bidang apa, dengan lunglai aku akan jawab, "bikin hoax..."

Sampai kapan jalan hidup seperti ini akan berhenti aku jalani dan aku diberi kesempatan untuk menjadi orang yang cukup tahu satu hal tapi mendalam. Makanya aku belum bisa kasih jawaban ketika ada penawaran pekerjaan fotografi dan foto editing dari Batam dan mengerjakan security system dari Balikpapan. Maafkan aku, teman...

Suer, aku lelah...
Aku ingin pinter seperti yang lain...
Bukan cuma pinter bikin enak dan anak doang...
Read More

Surveyor Dadakan

Benar apa yang aku perkirakan semula. Walau sudah ada surat sakti, tetap saja ada tembok kepentingan yang susah di tembus tanpa alasan jelas. Sebenarnya, aku cuma butuh data kontur medan dari tambang ke pelabuhan sebagai pedoman untuk mengukur ketinggian tower radio link yang harus aku bangun agar tidak terhalang gunung.

Aku datang ke bagian surveyor geologis untuk meminjam peta kontur. Perhitungan elevasi kayaknya aku masih ada sedikit gambaran sisa-sisa jaman jadi navigator rescue dulu. Aku sampaikan maksudku akan membangun tower dan butuh data ketinggian medan. Berbagai macam jawaban aku dapat, dari yang semula katanya peta kontur ada, jadi gak ada, sampai akhirnya ada tapi tidak bisa diperlihatkan ke orang lain. Aku batalkan pinjam peta dan minta tolong untuk menghitungkan saja berapa meter tower harus aku bangun agar antena radio bisa face to face. Jawabannya kembali ngalor ngidul ngetan ngulon ga jelas.

Di surat tugasku, disebutkan bahwa setiap ada permasalahan yang menghambat pekerjaan aku harus laporan. Jadi aku bisa ambil jalan pintas lewat komisaris perusahaan untuk menekan surveyor agar memberikan peta itu. Tapi aku masih berpikir bahwa di lapangan kenyataan bisa sangat berbeda dengan di atas kertas. Bisa saja mereka jadi memberikan peta itu karena ada tekanan penguasa, tapi politik kepentingan mereka menahan peta pasti akan berakibat langsung terhadapku di lapangan. Apalagi intimidasi fisik begitu lumrah terjadi disini. Apa salahnya aku bermain aman sementara waktu.

Aku ingat, elevasi permukaan tanah bisa dilihat di google earth. Aku coba itu dan menemukan kenyataan bahwa map Kalimantan ternyata kondisinya mengenaskan sekali. Dari imagenya saja sudah bisa diperkirakan itu peta lama. Legenda wilayah, nama daerah, apalagi nama jalan tidak ada sama sekali. Rada mumet juga mencari-cari lokasi tambang ini.

Ingat di hape ada GPS built in, aku coba cari posisinya. Secara visual bisa, tapi aku butuh koordinat agar lebih akurat. Payahnya GPS XPeria menggunakan google maps yang tak mencantumkan koordinat di titik posisinya. Puter otak lagi sampai ketemu kalo kamera XPeria support penandaan GPS. Aku jepret saja di sekitar bakal lokasi tower dan buka properties fotonya. Dapat deh titik koordinat itu. Dari situ aku meluncur ke PLTU dan ambil foto lagi untuk melihat koordinat melalui properties foto.

Kembali ke google earth, pasang tool penggaris dan tarik garis dari kedua titik koordinat itu. Kursor aku geser sepanjang garis itu untuk melihat ketinggian tanah yang tampil di layar bagian bawah peta. Tapi susah juga harus membagi mata antara kursor dan elevasi. Aku perbesar peta sampai batas maksimal, tetap saja sulit untuk mendapatkan data ketinggian tanah secara akurat.

Seharian muter-muter di google, akhirnya aku nemu aplikasi yang namanya global mapper. Sayang versi linuxnya tidak ada, sehingga aku harus instal windus dulu di letop. Aku download dan instal aplikasi itu. Buka-buka di bagian help untuk mempelajari cara kerjanya, akhirnya aku nemu tool untuk melihat ketinggian tanah dalam diagram irisan vertikal. Tapi, begitu aku klik perintah untuk menampilkan, yang nongol malah pesan bahwa versi trial tidak bisa menampilkan itu. Hasemm..

Lari ke situs andalan, thepiratebay. Dapat deh yang plus patch walau cuma versi 11. Versi resmi di websitenya sudah sampai angka 12. Setelah instal dan melakukan patching, aku cari-cari tool yang ada di versi trial tadi. Entah lupa entah karena beda versi, tool itu gak ketemu-ketemu. Butuh waktu sampe 2 jam aku ngubek-ubek help sampai akhirnya aku dapat yang aku cari.

Haduuuh...
Ternyata gak susah-susah amat..
Tapi kenapa dipersulit..?

Read More

HRD Bayangan

Ada satu hal lagi yang aku lihat masih berantakan disini, yaitu pengelolaan karyawan. Entah bagaimana perusahaan memilih orang-orang untuk HRD, sehingga tugas mereka seolah berkutat di pengurusan rekrutmen, kontrak kerja, absen dan gaji. Pembinaan karyawan boleh dikatakan sangat kurang, sehingga banyak yang tidak efisien dalam fungsi-fungsi penugasan karyawan.

Saat banyak pekerjaan, mereka lebih suka main rekrut tanpa memperhitungkan grafik volume pekerjaan secara jangka panjang. Sehingga ketika volume pekerjaan kembali ke titik normal, banyak tenaga yang nganggur. Jarang ada ide untuk meningkatkan ketrampilan karyawan untuk mengefektifkan kinerja agar bisa bekerja secara autorun dan multitasking. Satu dua orang yang dengan sadar berusaha menjadi efektif atas keinginan sendiri, pada akhirnya malah jadi kebanjiran pekerjaan karena dianggap mampu. Contoh gampangnya ketika aku berusaha mengajari staf yang ada, cara membuat rumus excel agar bisa lebih cepat. Hasilnya kalo ada itungan rumit, pekerjaan dilempar ke mejaku. Bila aku bilang itu bukan pekerjaanku dan banyak staf nganggur, jawabannya, "kelamaan, elu aja deh biar cepet..."

HRD juga begitu gampang menandatangani surat peringatan ke karyawan, tanpa ada keinginan untuk mencari akar permasalahannya terlebih dulu. Jadinya terkesan HRD bukan divisi yang mendidik karyawan, tapi memamerkan arogansi bahwa dia punya kuasa atas orang lain. Alasan yang paling sering keluar bila aku pertanyakan itu adalah, "gampang cari karyawan baru..."

Waktu aku duduk di HRD dulu, kayaknya pelit banget dengan yang namanya SP. Setiap karyawan bermasalah, biasanya aku telusur latar belakangnya dari teman atau keluarganya bila memungkinkan. Aku perlu tahu apakah karyawan itu sedang ada masalah keluarga atau hal lainnya. Bila ternyata kesalahan kerjanya memang karena ndableg, baru aku berani keluarin SP. Kalo karyawan tak bisa kerja karena masalah ketrampilan atau ketiadaan alat, aku segera carikan solusinya. Prinsipku, semakin banyak SP aku keluarkan, semakin buruk raportku. Karena itu merupakan bukti bahwa aku tidak bisa membina karyawan untuk bekerja lebih baik.

Menumpuknya surat lamaran yang masuk membuat mereka menganggap urusan karyawan itu gampang. Misalnya ketika ada karyawan yang minta naik gaji, mereka lebih suka tidak memperpanjang kontrak dan cari orang baru yang mau dibayar murah. Tidak diperhitungkan berapa produktifitas dia dalam nilai rupiah dan dibandingkan rasionya dengan kenaikan gaji yang dia minta. Kalo memang sepadan, kenapa tidak. Tidak terpikirkan bahwa gonta-ganti karyawan itu boros biaya. Apa ga cape harus bolak balik melatih orang baru dalam jangka waktu relatif pendek.

Rasa kepedulian terhadap perusahaan juga kurang ditumbuhkan. Hal-hal sepele, misalnya pada kasus genset mati. Mentang-mentang statusku teknisi, setiap kali genset mati mereka akan berteriak kepadaku. Kalo ibu-ibu yang di kantor sih wajar. Satpam yang posisinya paling dekat dengan genset pun memilih lari ke kantor untuk laporan. Padahal tidak ada yang rumit dengan genset dan cukup tekan tombol, ga seperti nyalain diesel jadul yang harus memutar engkol dengan tenaga dalam. Laporan ke HRD, jawabannya, "nanti saya tempel pengumuman bahwa genset tanggungjawab satpam. Yang tidak mau, kita kasih SP saja..."

Pusing dengar kata SP, aku lakukan pendekatan per personal ke bagian sekuriti. Awalnya sih ada yang menolak dengan mengatakan itu bukan tugasnya. Sampai aku bilang ini bukan perintah perusahaan, tapi aku yang minta tolong karena pekerjaanku banyak dan dari kantor ke ruang genset lumayan jauh. Ternyata dengan begitu doang, mereka bisa jalan sampai sekarang. Tak perlu SP dan cukup dengan kedekatan pribadi.

Yang masih aku tangani secara sukarela sekarang adalah office boy. Dua minggu kerja dia sudah dapat SP1. Ketika mau diberhentikan, aku bilang ke HRD agar ditahan dulu dengan alasan aku masih butuh dia untuk bantu-bantu pekerjaanku, padahal aslinya tidak. Pelan-pelan aku arahkan agar dia ngerti tugas-tugasnya dengan baik. Dalam waktu seminggu ini dia mulai kelihatan berubah, tidak lagi menyebalkan seperti awal-awalnya.

Ga nyebelin gimana, ketika ditanya kenapa lantai ga pernah dipel, dia jawab tidak ada alat pel. Aku suruh orang logistik beli alat pel, eh sampai beberapa hari kemudian alatnya masih terbungkus rapi di sudut gudang. Pagi-pagi meja ruang meeting berantakan dia cuek saja, alasannya ga ada yang nyuruh, takut ada kertas penting terbuang. Aku suruh dia bersihin meja tiap pagi dan kertas-kertas yang ada agar ditumpuk rapi. Besok paginya tidak ada lagi aku lihat kertas berserakan di meja, tapi asbak penuh puntung rokok juga cuma ditumpuk, puntungnya ga dibuang. Haduh...

Meja sudah beres, masalah berganti ke dispenser. Dua hari galon kosong tidak ada yang mau ganti. Aku ga banyak nanya karena pasti jawabannya tidak ada yang nyuruh. Jadi langsung aku suruh dia mengganti galon setiap kali kelihatan kosong. Kemarin sore aku lihat galon hampir kosong dan pagi ini sudah diganti galon baru. Asiiik...

Tapi...
Pas aku mau bikin teh, ternyata airnya gak ngocor.
Penasaran aku angkat tuh galon dari dispenser.
Hoalah, jebul tutup galonnya masih terpasang rapi...
Tape deh...

Read More

Hape Lapangan

Sebenarnya aku cukup nyaman dengan XPeria X-2 yang sekarang. Apalagi untuk urusan ngeblog, ketik mengetik begitu lancar. IE Mobile bawaannya juga teramat nyaman untuk browsing, lebih nyaman dibanding opera mini. Beberapa account email juga mudah dikelola dengan Outlook Mobile. Urusan perkantoran lebih asik lagi, karena dipersenjatai MS Office Mobile 2010. Kelemahannya cuma satu, baterai boros. Sekali ngecas penuh paling bertahan sehari. Apalagi kalo dipake online terus, 4 atau 5 jam dah minta diisi lagi.

Tapi semenjak jadi relawan Merapi beberapa waktu lalu, dilanjut keluyuran di tambang batubara, mulai kerasa deh kalo XPeriaku mulai penyakitan. Sebulan lebih bermandikan abu vulkanik, speaker mulai terdengar cempreng bila menggunakan volume maksimal. Trus sekarang sering kehujanan atau kena cipratan lumpur, sesekali dia mulai hang. Sementara sih cukup direstart dan sembuh, tapi kayaknya tidak akan bisa bertahan lama dalam kondisi seperti ini terus. Makanya aku mulai kepikiran hp lapangan seperti dulu.

HP lapangan pertamaku adalah Siemens S4 yang wujudnya seperti pentungan hansip. Kotak langsing dan memanjang dengan antena bisa dicabut seperti antena radio AM. Aku beli bekasan di bandung sektar tahun 99an. Sangat bandel dan tahan walau sering jatuh dari atas genteng rumah saat aku masih berurusan dengan pemasangan antena tambahan hape di pedesaan jaman dulu. Hape itu masih normal sampai aku kabur dari rumah dulu sekitar tahun 2007 dan tak sempat dibawa.

Waktu pindah ke pekerjaan di tengah hutan yang tak terjangkau sinyal GSM maupun AMPS sekitar tahun 2000, aku beralih ke Ericson R190 yang antenanya segede jempol dan panjangnya sama dengan hapenya. Pakai kartu byru yang per menitnya 8000 perak dan bebas hambatan asal jangan di basement. Keluar dari hutan sebenarnya aku masih masih merasa gaul dengan hape satelit itu. Cuman tarifnya itu yang bikin mumet sehingga aku ganti pakai kartu GSM. Sampai akhirnya antenanya patah karena jatuh trus kelindes motor.

Lagi muter-muter Tasikmalaya untuk cari tukang service, aku melihat hape baru berjudul M35 keluaran Siemens. Wujudnya mungil berbalut karet. Lumayan bandel untuk di lapangan termasuk urusan kerendam air. Soalnya pernah tuh hape lenyap dari meja. Pas aku telpon dari telpon rumah, bunyinya di kamar mandi. Ternyata dibawa anak lanang berendam di bak mandi dan masih berbunyi nada deringnya. Belum ada masalah sih, cuman aku yang takut dalemannya kena. Makanya aku jual sebelum bermasalah. Sebagai gantinya aku pilih Ericsson R130 berantena sirip hiu.

Ketika pekerjaanku lebih banyak di kantoran, aku mulai melupakan hape lapangan. Pertama kali pindah haluan aku jatuh cinta ke Nokia 9500 Communicator. Sayang lemot sehingga aku ganti Communicator Nokia yang lain, 9300. Sempat ganti ke 9300i yang support wifi sebelum akhirnya ganti lagi ke Communicator E90. Tak puas dengan kualitas Nokia, aku mulai berpikir kelain hati. Tapi karena telanjur cinta dengan kibod full qwerty, jadilah aku pilih Sony Ericsson XPeria X-2 sampai sekarang.

Masih betah sih dengan XPeria. Tapi kayaknya kondisi pekerjaan kurang memungkinkan aku bawa-bawa hape kantoran ke lapangan. Karena masih banyak pekerjaan yang bersifat pengelolaan data, mungkin aku harus cari hape yang support office, memori besar, kamera bagus, internet ok, tapi tahan banting, tahan debu dan air.

Ada ide..?
Read More

19 Februari 2011

Sebulan

Hari ini, tepat sebulan aku  menginjakkan kaki di bumi Borneo. Satuan waktu yang teramat pendek untuk sebuah pekerjaan besar disini. Namun mendadak menjadi panjang setiap kali nelpon ke rumah yang tak pernah bosan menanyakan kapan aku pulang. Makanya aku jadi terkenang selalu lagunya KD.

Menghitung hari...
Senen, slasa...
Rabu kamis...
Jumat sabtu minggu itu nama-nama hari...

Sebulan disini memang banyak hal membuatku tak merasa nyaman. Namun semua rasa tak enak itu berasal dari lingkungan perusahaan. Sedangkan untuk lingkungan Borneo sendiri aku bisa cepat beradaptasi dan tak membuatku merasa tak kerasan. Aku memang menyukai alam bebas. Hidup di hutan tropis jauh dari keramaian, offroad di medan berat, serbuan nyamuk-nyamuk jumbo dan keributan babi hutan di kolong rumah bisa aku nikmati dengan caraku sendiri.

Apalagi aku dapat mess yang lumayan nyaman untuk ukuran di tengah hutan. Kamar tidur ber-AC, internet, TV satelit, cucian tinggal lempar ke keranjang dan makan pun tak pernah pusing asal ibu dapur tidak memberi kode khusus, babi. Walau siang hari matahari begitu terik, malam-malamnya berasa sejuk. Suara jangkrik menjadi hiburanku yang paling syahdu saat kerinduan menyergap menjelang tidur. Aku biasanya duduk di teras depan sambil berharap tidak kesambet, ngalamun bersama jeritan binatang malam dari hutan di sekeliling mess. Apalagi saat terang bulan seperti sekarang ini. Wuah indahnya...

Tak hanya malam. Suasana pagi pun terasa begitu indah. Dibangunkan kicau burung hutan, aku biasanya tak segera beranjak dari tempat tidur. Aku suka sekali menatap keluar jendela memperhatikan pucuk-pucuk daun berembun menyejukan mata. Walau jendela kamar berkaca hitam, tapi kesejukan hutan bisa menembus sampai ke dalam hatiku yang selalu rindu.

Dan bicara soal kaca jendela yang hitam, selama ini aku selalu beranggapan bahwa hanya dari dalam kamar saja aku bebas melihat keluar tapi tidak untuk sebaliknya. Makanya aku suka merasa bebas dengan segala pose sehabis mandi di kamarku. Baru malam ini aku sempatkan jalan-jalan ke depan jendela kamar dan melihat kenyataan berbeda.

Ternyata apa yang terjadi di kamar tampak begitu jelas dari luar...
Semoga pose seksiku selama ini tidak membuat kuntilanak hutan terkesan...
Gak lagi lagi...
Read More

18 Februari 2011

Jadi Bego

Jadi bego...
Mungkin itu kata-kata yang paling tepat untukku setelah bergabung dengan perusahaan ini. Pengalaman kerja 15 tahun lebih seolah tidak berguna sama sekali dan harus memulai segalanya dari bawah nol. Apa yang pernah aku dapatkan bertahun-tahun sebelumnya dari jabatan tukang gali kabel sampai punya bawahan puluhan orang seperti tidak ada bekasnya.

Walau perusahaan ini relatif masih baru yang wajar bila banyak masalah manajemen disana-sini, tapi bila mengingat perusahaan ini berada di bawah sebuah grup besar dengan puluhan anak perusahaan, tentu ini sangat mengherankan. Bagaimana mungkin masalah besar bisa segera diselesaikan, bila masalah kecil saja selalu dibesar-besarkan. Perebutan kekuasaan selalu terjadi di tingkat manajemen yang diisi oleh keponakan dan keponakan si bos besar.

Struktur perusahaan yang ada seolah hanya lukisan abstrak penghias dinding yang tak pernah diketahui apa maknanya. Para pejabatnya tak lagi menggunakan skill untuk berusaha memajukan perusahaan. Tapi selalu berebut agar menjadi orang terdekat dengan bos besar. Mereka mengatur perusahaan tanpa rasa pede sama sekali, karena dalam setiap kesempatan selalu membawa-bawa nama bos besar. Baru disini aku melihat ada manager yang tak mau koordinasi dengan direkturnya, tapi langsung ke bos grup untuk berlomba jadi penjilat.

Perpecahan terus berakar sampai ke level terbawah sehingga karyawan pun terbagi menjadi beberapa kelompok. Mereka terus saja berebut kepentingan tanpa memikirkan arah jalannya perusahaan. Setiap keputusan yang dibuat manajemen blok barat tak akan dijalankan oleh karyawan blok timur. Karyawan yang sedikit punya otak dan berusaha tidak terbawa arus akhirnya cuma bisa bengong terbego-bego menjadi penonton yang tak bisa bersorak-sorai dalam setiap pertandingan.

Tak heran bila sebulan aku disini, apa yang sebenarnya menjadi pekerjaanku belum bisa aku sentuh. Kepentingan-kepentingan yang saling bertolak belakang terus saja mengintervensi sehingga apa yang aku kerjakan terus saja bongkar pasang tanpa tujuan pasti. Demo dan protes selalu terjadi di level bawah. Rapat dan rapat tanpa akhir terus terjadi di eselon atas.

Sampai akhirnya komisaris utama grup datang kemari dan mempertanyakan pekerjaanku. Ketika aku sampaikan kenapa aku tak bisa bekerja dan memilih untuk pulang kampung, beliau malah memberiku surat tugas khusus untuk membuat konsep sistem IT dengan tujuan meminimalisir perpecahan yang terjadi dan menyatukannya dalam satu sistem terkomputerisasi.

Sempat bingung juga melihat kenyataan seorang komisaris bisa melompati beberapa level kekuasaan di bawahnya dengan menerbitkan otorisasi khusus ke level staf. Dengan surat sakti itu mungkin aku jadi bisa bekerja. Tapi aku sendiri tak yakin bisa maju menembus tembok tembok kepentingan yang ada. Memang banyak karyawan non blok yang mendukung. Tapi aku malah melihat gelagat yang berbeda. Penugasanku malah menciptakan blok baru yang bisa menambah riuh rendah di tempat ini.

Dan yang paling bikin mumet adalah, aku harus merancang konsep sistem informasi perusahaan dari hulu sampai hilir, padahal aku cuma seorang tukang service yang tak pernah sekolah komputer. Untung aku diberi wewenang untuk membentuk tim IT yang pemilihan kandidatnya diserahkan sepenuhnya kepadaku, sehingga kebegoanku bisa sedikit terkamuflase. Aku memang sering begitu pede mengatakan bisa ketika ada orang bertanya tentang sesuatu. Sehingga ketika beban diserahkan sekaligus, bikin pusing juga.

Tapi prinsipku cuma satu. Aku hanya akan berkata bisa hanya untuk sesuatu yang aku bisa melakukannya. Soal hasilnya bagus apa tidak, aku kan tak pernah menjanjikan itu. Lagian salah siapa nanyanya cuma bisa apa engga, bukannya bagus apa tidak hasilnya.

Semoga aku bisa segera membentuk tim yang solid untuk mengembangkan konsep hoax tentang diriku yang sebenarnya gaptek.
Read More

15 Februari 2011

Karyawan Kabur

Banyak orang yang ingin mengadu nasib ke Kalimantan dengan berbagai persiapan pendidikan dan ketrampilan sebagaimana layaknya orang cari kerja di Jawa. Namun sayang, ada sebagian kecil dari mereka yang tak benar-benar menyiapkan mentalnya untuk itu. Sehingga sebulan aku disini, terhitung sudah empat orang teman yang tak mampu melanjutkan pekerjaan dan kembali ke Jawa.

Satu orang minta pulang setelah masuk hutan dan terjadi kesalahpahaman dengan kantor tentang titik koordinat. Ketika membabat semak di lahan yang salah dan dihadang parang oleh warga hutan, dia shock berat. Memang kasus itu bisa berakhir damai dan tidak terjadi hal-hal yang fatal. Namun dia tetap merasa tak mampu untuk melanjutkan pekerjaan.

Teman yang kedua pulang kampung karena stres hidup di hutan yang jauh dari keramaian. Kebiasaan hidup di Jakarta yang apa saja ada membuatnya merasa tak mampu bertahan. Jangankan untuk dugem yang harus menempuh 7 jam perjalanan ke Banjarmasin, untuk sekedar beli rokok pun harus titip sopir atau teman yang turun ke perkampungan. Mau ngejablay di tempat khusus tak jauh dari tambang, dia katanya ngeri melihat jaminan kebersihan dan kesehatan para pelayannya.

Teman yang lain sebenarnya punya posisi cukup enak disini. Walau soal pekerjaan dia "rada bego", tapi karena masih keponakan bos, makanya dapat jabatan lumayan. Sayang dia tak mampu beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan sehingga menganggap dirinya raja kecil yang bisa berbuat apa saja jauh dari pengawasan langsung pimpinan. Walau pernah hampir ditusuk orang kurang waras atas hasutan beberapa pekerja, tapi itu tak membuatnya berubah menjadi baik. Malah diatasi dengan membawa bodyguard kemana-mana. Namun kedekatan dan kepandaiannya menjilat bos yang bisa membungkam orang-orang di bawahnya agar tidak bersuara ternyata kalah dengan sumpah serapah orang banyak di belakang punggungnya. Saat imlek kemarin dia pulang ke Jakarta dan tak kembali lagi sampai sekarang. Kemarin dia telpon ke temen disini agar pakaian dan harta bendanya dipacking lalu dikirim ke Jakarta. jadi bisa disimpulkan, dia ga bakalan balik lagi.

Teman ketiga adalah staf keuangan yang desersi alias kabur tanpa ijin. Kalo boleh dibilang, dia minggat dari sini karena tak tahan atas perlakuan si raja kecil itu. Dari pagi sampai tengah malam hampir tak ada waktu tenang tanpa direcoki celoteh atasannya itu. Ketika bos kecilnya mudik imlek dia beres-beres pakaian dan berpamitan kepada beberapa teman yang dianggap deket saja. Baru saja dia meninggalkan kantor, berita kaburnya itu sudah sampai si bos kecil di Jakarta yang langsung menginstruksikan untuk mencegah dan membawa dia kembali ke tambang.

Aku sempat heran dengan keributan itu. Apalagi setelah aku cek ke temen di bagian keuangan, tidak ada yang salah dengan kas, letop atau uang di brangkas. Yang aku tahu pasti dia pergi karena tak tahan perlakuan atasan, bukannya untuk melarikan uang. Dia terus diancam-ancam melalui telepon dan di Banjarmasin sudah ada orang yang ditugaskan untuk mencegat. Padahal yang aku tahu, dia itu begitu polos dan belum pernah keluar Jakarta sampai-sampai dia tak cukup sekali nanya aku cara pesan tiket pesawat dan harus bagaimana di bandara.

Aku bimbing dia secara diam-diam dengan segala resiko bila ketahuan aku membantu dia melarikan diri. Aku tak lagi memikirkan masa depan pekerjaan lagi. Yang penting buatku adalah bagaimana anak itu bisa selamat sampai ke Jakarta dan tak kehabisan uang bekalnya yang pas-pasan di Kalimantan. Tahu orang-orang si bos kecil berkeliaran di Tamiang dan Banjarmasin, aku arahkan dia ke Tanjung untuk kemudian kembali ke Jakarta melalui Balikpapan. Termasuk aku ajari dia cari calo tiket di Sepinggan ketika dia laporan tiket di malam imlek harganya 1,5 jt padahal duitnya tinggal sejuta. Alhamdulillah dia bisa pulang ke rumah setelah 2 hari jadi buronan di daerah asing. Begitu sampai rumah, aku berpesan agar dia menemui mantan bosnya yang masih di Jakarta itu untuk bicara baik-baik menyelesaikan masalahnya. Toh dia sudah di daerah sendiri dan tak perlu takut lagi akan ancaman seperti yang dia terima selama disini. Eh, baru saat itu dia ngaku akar masalah sebenarnya kenapa dia digangguin terus. Rupanya si bosnya itu jatuh cinta dan dia sempat 2 kali digerayangi saat tidur oleh si bos yang ternyata homo itu. Hahah payah..

Tak cukup dengan 4 orang teman itu, saat ini sudah ada satu orang lagi yang setiap malam mengeluh pengen pulang. Tapi yang ini kasusnya asik. Dia suka cewek sini dan ceweknya juga merespon. Sayangnya dia termakan mitos tentang gadis Dayak yang angker sehingga dia ketakutan sendiri. Apalagi ortunya sudah berpesan banyak-banyak saat dia akan berangkat kemari dengan segudang peringatan agar tidak tergoda cewek sini. Bolak-balik aku nasehatin tentang mitos-mitos itu, tetap saja dia ketakutan. Takut dimarahin ortu, takut ga bisa pulang dan yang paling sadis takut "barangnya" ketinggalan disini bila maksa pulang kampung.

Mungkin memang banyak orang dari Jawa yang tak tahan hidup disini. Cuma herannya, aku kok belum dengar ada yang ingin kabur dari sini karena kangen anak istrinya ya..?
Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena