Begini jadinya bila perusahaan main hantam menjalankan produksi sebelum infrastruktur dan sistem disiapkan. Menciptakan sistem setelah semuanya berjalan carut marut, hanya mudah di atas kertas. Kenyataan di lapangan berbicara lain. Tanpa aturan yang jelas sejak awal, hukum rimba berlaku dan karyawan telah terpecah-pecah menjadi geng geng yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu. Kelompok-kelompok itu sepertinya tak rela saat kepentingan mereka tersentuh. Apalagi konsep sistem yang aku ajukan begitu jelas memotong banyak sekali jalur birokrasi yang ruwet.
Seperti pengadaan sparepart yang selalu membutuhkan waktu panjang dan tak jarang akhir ceritanya tak jelas. Begitu banyak prosedur berliku dan saling tumpang tindih antar unit kerja. Ketika aku presentasikan alur pengadaan yang simpel, mereka yang merasa teramputasi kepentingan tak jelasnya mulai ribut. Rapat pun selalu berakhir tak jelas selalu kembali ke titik nol di pertemuan selanjutnya.
Perlawanan pertama terasa ketika aku harus mengumpulkan data dari lapangan untuk membuat konsep tabel-tabel database. Begitu banyak cara mereka lakukan untuk menolak atau mengulur waktu. Laporan ke penguasa perusahaan disini tak bisa banyak membantu tanpa aku tahu alasannya. Aku minta bantuan kantor pusat malah membuat geng-geng itu mulai berubah radikal. Aku pun melangkah mundur sejenak dan mulai melakukan pendekatan personal sebelum memulai tugasku lagi. Aku mulai rajin menyambangi mess-mess mereka selepas jam kerja hanya untuk ngobrol ngalor ngidul sambil ngebul. Satu dua orang sudah mulai akrab dan mau bicara banyak.
Bagian sarana juga mulai ikut mengganggu. Triton kesayangan yang selama ini jadi saranaku kesana kemari dipindah ke bagian lain yang katanya lebih membutuhkan. Sebagai gantinya aku dapatkan strada butut yang tidak bertenaga dan double gardannya tidak berfungsi. Dengan kondisi kendaraan seperti ini, jelas aku tak bisa leluasa masuk ke tambang. Kemarin saat seharian hujan aku coba memaksakan diri ke tambang dengan strada butut itu. Hasilnya cuma bisa ngesot dan tak mampu keluar dari tumpukan batubara. Sejam berteduh dalam mobil tanpa AC menunggu mobil bantuan tak juga kunjung datang. Mau gak mau aku tinggalkan mobil disitu dan jogging bermandi hujan lumayan jauh menuju ke workshop.
Masalah absensi dan penggajian juga begitu carut marut. Antara karyawan dan HRD selalu diliputi rasa saling curiga mencurigai. HRD menganggap catatan kehadiran dan laporan lembur banyak yang tidak semestinya. Karyawan ganti menuduh HRD mencurangi penghasilan mereka dengan menghilangkan sebagian jam kerja yang dilaporkan. Protes dan demo karyawan menjadi makanan sehari-hari disini.
Penggantian absensi manual dengan mesin sidik jari juga tak menyelesaikan masalah. Sebagian karyawan menolak dengan alasan absen menjadi ribet. Katanya harus mencoba berpuluh kali baru sidik jari mereka dikenali mesin. Aku pun mencoba kasih pengertian, bahwa kondisi di tambang dan workshop memang kotor. Wajar bila mesin kesulitan mengenali bila jari dan sensor mesin penuh oli. Buktinya mesin yang terpasang di kantor tak pernah bermasalah atau susah dipakai karena selalu bersih dari kotoran.
Aku siapkan lap dekat mesin agar mereka bisa membersihkan jari sebelum absen. Semula aku mau siapkan ember dan sabun juga disitu. Tapi sebelum aku lakukan, lap sudah lenyap dari tempatnya. Dan beberapa hari kemudian, mesin aku temukan rontok dari tempatnya tanpa ada yang bisa menjelaskan kenapa. Satpam aku laporin juga mengatakan tak tahu menahu. Untung mesin masih berfungsi walau harus aku perban menggunakan lakban.
Bolak-balik ngurusin mesin absensi juga membuat sebagian orang salah pengertian. Ada karyawan yang merasa jam lembur berkurang protes keras. Aku yang tugasnya hanya memelihara mesin yang tak tahu menahu urusan perhitungan gaji, harus menikmati ada kunci inggris teracung di depan hidung. Saat aku ceritakan ke orang HRD, malah diketawain. Semprulll...
Orang Jakarta juga semprul. Tahu aku kerja sendirian, kalo nyuruh-nyuruh tak mau tahu kondisi di lapangan. Permintaan karyawan tambahan untuk tim IT juga belum jelas beritanya. Padahal aku cuma minta orang untuk asisten programming.
Seperti pengadaan sparepart yang selalu membutuhkan waktu panjang dan tak jarang akhir ceritanya tak jelas. Begitu banyak prosedur berliku dan saling tumpang tindih antar unit kerja. Ketika aku presentasikan alur pengadaan yang simpel, mereka yang merasa teramputasi kepentingan tak jelasnya mulai ribut. Rapat pun selalu berakhir tak jelas selalu kembali ke titik nol di pertemuan selanjutnya.
Perlawanan pertama terasa ketika aku harus mengumpulkan data dari lapangan untuk membuat konsep tabel-tabel database. Begitu banyak cara mereka lakukan untuk menolak atau mengulur waktu. Laporan ke penguasa perusahaan disini tak bisa banyak membantu tanpa aku tahu alasannya. Aku minta bantuan kantor pusat malah membuat geng-geng itu mulai berubah radikal. Aku pun melangkah mundur sejenak dan mulai melakukan pendekatan personal sebelum memulai tugasku lagi. Aku mulai rajin menyambangi mess-mess mereka selepas jam kerja hanya untuk ngobrol ngalor ngidul sambil ngebul. Satu dua orang sudah mulai akrab dan mau bicara banyak.
Bagian sarana juga mulai ikut mengganggu. Triton kesayangan yang selama ini jadi saranaku kesana kemari dipindah ke bagian lain yang katanya lebih membutuhkan. Sebagai gantinya aku dapatkan strada butut yang tidak bertenaga dan double gardannya tidak berfungsi. Dengan kondisi kendaraan seperti ini, jelas aku tak bisa leluasa masuk ke tambang. Kemarin saat seharian hujan aku coba memaksakan diri ke tambang dengan strada butut itu. Hasilnya cuma bisa ngesot dan tak mampu keluar dari tumpukan batubara. Sejam berteduh dalam mobil tanpa AC menunggu mobil bantuan tak juga kunjung datang. Mau gak mau aku tinggalkan mobil disitu dan jogging bermandi hujan lumayan jauh menuju ke workshop.
Masalah absensi dan penggajian juga begitu carut marut. Antara karyawan dan HRD selalu diliputi rasa saling curiga mencurigai. HRD menganggap catatan kehadiran dan laporan lembur banyak yang tidak semestinya. Karyawan ganti menuduh HRD mencurangi penghasilan mereka dengan menghilangkan sebagian jam kerja yang dilaporkan. Protes dan demo karyawan menjadi makanan sehari-hari disini.
Penggantian absensi manual dengan mesin sidik jari juga tak menyelesaikan masalah. Sebagian karyawan menolak dengan alasan absen menjadi ribet. Katanya harus mencoba berpuluh kali baru sidik jari mereka dikenali mesin. Aku pun mencoba kasih pengertian, bahwa kondisi di tambang dan workshop memang kotor. Wajar bila mesin kesulitan mengenali bila jari dan sensor mesin penuh oli. Buktinya mesin yang terpasang di kantor tak pernah bermasalah atau susah dipakai karena selalu bersih dari kotoran.
Aku siapkan lap dekat mesin agar mereka bisa membersihkan jari sebelum absen. Semula aku mau siapkan ember dan sabun juga disitu. Tapi sebelum aku lakukan, lap sudah lenyap dari tempatnya. Dan beberapa hari kemudian, mesin aku temukan rontok dari tempatnya tanpa ada yang bisa menjelaskan kenapa. Satpam aku laporin juga mengatakan tak tahu menahu. Untung mesin masih berfungsi walau harus aku perban menggunakan lakban.
Bolak-balik ngurusin mesin absensi juga membuat sebagian orang salah pengertian. Ada karyawan yang merasa jam lembur berkurang protes keras. Aku yang tugasnya hanya memelihara mesin yang tak tahu menahu urusan perhitungan gaji, harus menikmati ada kunci inggris teracung di depan hidung. Saat aku ceritakan ke orang HRD, malah diketawain. Semprulll...
Orang Jakarta juga semprul. Tahu aku kerja sendirian, kalo nyuruh-nyuruh tak mau tahu kondisi di lapangan. Permintaan karyawan tambahan untuk tim IT juga belum jelas beritanya. Padahal aku cuma minta orang untuk asisten programming.
Gak minta asisten tukang pijit...
sabar sabar...tinggal berapa bulan lagi? hehe
BalasHapusHajar ajah Mas, Hentikan Kesewenangwenangan!-D
BalasHapushahhaha. sebagai orang (sok) jakarta, saya tersinggung lho mas. Emang tuh mesin, padahal ya cuman mesin doang, tapi tiap pagi orang2 rela ngejar2 angkot cuma biar ngga kecatet telat sama mesin semprul itu.. hahahhaa...
BalasHapuskejaidan2 kaya gitu dibikin ketawa aja mas.. toh bisa buat postingan harian blog ya :)
sabar aja mas, di sini kok kerasaan banget kayak nggak habis2 masalahnya.
BalasHapusiyah Liek, emang tuh orang jakarta pada begono. gibas aja, jangan kasih ampun. :-D
BalasHapus