29 April 2011

Malam di Tambang

Menikmati malam di tambang memang susah diungkap dengan kata-kata. Apalagi setelah hujan turun yang membuat aktifitas mesin-mesin penggeruk isi bumi terhenti. Suasana berubah sunyi dan hanya suara-suara binatang malam yang terdengar keluar dari hutan di sekelilingku. Belum lagi panorama syahdu sang bulan yang mengintip malu-malu dari balik mendung kelabu.

Wah, pemandangan ini benar-benar mengingatkanku pada apa yang pernah aku tinggalkan sejak 10 tahun lalu. Dulu hampir setiap minggu aku mendaki puncak-puncak pulau Jawa hanya untuk menemukan kesunyian semacam ini. Walau banyak orang membenci rasa sepi, namun aku selalu merindukan duduk termenung di alam yang sunyi. Sengaja menjauh dari hiruk pikuk peradaban atau mungkin lebih tepat disebut kebiadaban kota.

Selalu ada rasa dekat dengan sesuatu yang tak terjangkau akal logika saat berada di alam bebas seperti ini. Keheningan malam selalu membawaku hanyut dan tersadar betapa kotornya kehidupan yang aku jalani. Di saat seperti ini, begitu besar angan untuk segera lari dari kubangan itu. Namun begitu kebeningan malam terpecahkan lagi oleh gegap gempitanya ambisi manusiawi, angan itu segera terlupakan dan tak pernah berubah menjadi harapan.

Modernisasi jaman telah mendekatkan malam-malamku dengan alam semu bernama dunia maya. Bertahun-tahun aku melupakan bahwa malam-malam indah di alam bebas masih ada. Malam yang tak sekedar indah dalam pandangan mata semata, namun teramat indah ketika kita cari resapan maknanya kedalam hati. Baru saat aku berada di Bumi Dayak ini, aku temukan lagi keindahan yang sempat lenyap dari kehidupanku selama ini.

Mampukah aku mengembalikan makna malamku seperti dulu lagi, bila sekarang aku menikmatinya bukan dengan hati saja. Tapi ditemani selembar papan ketik bermonitor dan garis-garis sinyal yang telah membuka sekat kesendirianku dengan dunia lain yang penuh ilusi. Aku ingin kembali menjadi diri sendiri seperti di masa lalu. Tapi bisakah itu terwujud bila aku tak lagi mampu menyepi sendiri di hadapan semesta dan penciptanya.

Hei...
Kenapa aku jadi mumet begini..?
Mbuhlah...

1 comments:

  1. Salam sahabat
    Membacanya jadi membuat sayaberpikir kenangan masa lalu ya
    Oh iya folower boxnya kok gak ada? Btw mas orang jawa?
    Makasih kunjungannya

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena