28 April 2011

Terperosok Di Lubang Yang Sama

Sebuah cerita umum yang selalu terjadi disini adalah kendaraan terperosok atau terbalik. Kalo cuma selip atau ngesot bukan lagi menu sehari-hari, tapi setiap saat. Jalanan tanah tidak rata yang licin waktu hujan menjadi penyebab semua itu. Orang bisa saja berhenti berlalu lintas saat hujan turun, namun bagaimana dengan urusan cacing perut. Bisakah mereka memaklumi turunnya hujan sebagai alasan untuk berpuasa..?

Tidak meratanya penyebaran warga negara berperan banyak dalam ketimpangan pembangunan. Padahal bila dipikir, kekayaan bumi Kalimantan tiap waktu dikeruk. Namun bisa dikatakan sebagian besar uangnya lari ke Jawa bahkan keluar negeri mengingat pemerintah setempat gemar sekali mencari investor asing.

Generasi muda lokal yang diharapkan menjadi tulang punggung peningkatan kesejahteraan rakyat, sekolah jauh-jauh ke Jawa, banyak yang kemudian enggan kembali ke kampung halamannya. Tak terhitung banyaknya teman dari luar Jawa yang numpang kuliah di Jogja kemudian memilih menetap menjadi warganegara Ngajogjokarto Hadiningrat setelah selesai sekolah. Sangat wajar bila SDM lokal yang ada tingkat pendidikannya relatif rendah. Sehingga ketika investor datang membangun perusahaan disini, warga setempat jarang yang bisa berada di posisi agak tinggi. Kebanyakan hanya jadi staf atau tenaga lapangan level bawah karena kurangnya ketrampilan mereka.

Jalanan yang rusak juga membuat ekonomi disini berbiaya tinggi. Barang-barang konsumsi menjadi mahal, sementara hasil bumi harus dijual murah karena tengkulak harus memperhitungkan ongkos jalan agar harganya bisa masuk pasar di Jawa. Belum lagi faktor listrik yang byar pet dan setiap terjadi gangguan seringkali lambat penanganannya akibat mobil dinas gangguan tak bisa bergerak cepat. Susah sekali usaha kecil menengah bisa berkembang tanpa kemampuan modal untuk membeli genset. Genset itupun berbiaya tinggi karena harga solar disini mengikuti harga BBM industri yang mencapai 9000 perak perliter.

Makanya tak bisa kita memaksakan pepatah yang mengatakan keledai tak pernah terperosok di lubang yang sama disini. Kita justru seringkali memilih lubang dimana kita pernah terperosok agar kita bisa tahu cara keluarnya lebih cepat. Terperosok di lubang baru justru membuat upaya keluar kubangannya menjadi lebih membutuhkan waktu.

Sulitnya transportasi juga membuat sebagian orang berpoligami baik resmi maupun tak resmi. Jauh dari anak istri sementara hasrat biologis tak bisa berkompromi dengan lamanya perjalanan pulang menjadi penyebabnya. Ini juga masih berkaitan dengan pepatah di atas. Beristri lagi disini karena tak mau dianggap lebih bodoh daripada keledai yang tak suka terperosok di lubang yang sama.

Pepatah yang fleksibel
Berarti beda di dua kasus hampir mirip
Antara jalan berlubang dan lubang berjalan

Pintar atau bodoh kah..?

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena