Malas Pengajian

Banyak orang mencibir ketika ada yang bilang "malas mengaji..."

Seringkali kita memvonis orang tanpa mau tahu masalah sebenarnya. Dan itu seringkali digeneralisir sehingga dengan mudah kita mencap orang secara negatif. Padahal bila kita mau melihat lebih jauh, kita akan bisa mengerti bahwa orang yang malas itu kadang lebih baik dari kita.

Seperti bekas manager galeriku dulu pernah berucap begitu. Setelah aku tanya latar belakangnya, aku bisa mengerti bila itu malas yang baik. Anaknya sekolah di SD Muhammadiyah Sapen yang merupakan sekolah nomor satu di negeri ini untuk urusan kualitas. Begitu besar perhatian sekolah terhadap anak didiknya, sampai-sampai setiap malam guru akan mengunjungi siswa secara acak untuk melihat siswanya belajar atau tidak.

Bila ada yang ketahuan tidak belajar saat inspeksi mendadak itu, yang dihukum bukan anaknya. Melainkan orang tuanya yang harus menghadiri pengajian khusus di sekolah selama beberapa kali. Sepintas menghadiri pengajian itu baik. Tapi dalam kasus ini, orang tua jadi malu bila terus menerus hadir. Karena secara tidak langsung akan menunjukan bahwa anaknya malas belajar. Dan mereka akan bilang, "ngaji sih mau, tapi kalo harus ikut pengajian khusus itu, ya malas banget lah..."

Beda kasusnya bila yang bilang malas adalah aku. Itu sih bukan malas yang baik, tapi emang dari sononya udah dicap biang kerok ga bener. Kalo aku berangkat pengajian, biasanya justru pak kyai yang  jutek. Apalagi kalo disitu ada Kang Pacul juga. Yaudah, suasana pengajian jadi ga nyaman buat penceramah. Seperti ketika pengajian pas acara 7 bulanan istriku. Aku dan Pacul yang duduk di dekat pak kyai tak pernah bisa mengerem mulut yang mirip comberan. Setiap ucapan pak kyai yang dianggap ga pas selalu dikasih komentar. Mentang-mentang blogger kali ya, jadinya comment addict...

Andai saja isi ceramahnya konsisten, aku selalu diam terpaku merenungi kata demi kata mutiara itu. Tapi sayang, untuk kelas di kampung, mungkin karena audiens telanjur menganggap pak kyai selalu benar, jadinya beliau suka kurang kontrol atas ucapannya. Apa yang dikatakan didepan suka bertentangan dengan yang di belakang tanpa penjelasan lebih lanjut. Apalagi ketika sudah ada ucapan bernada propaganda politik untuk menggiring umat. Itu yang suka aku komentari sampai bikin pak kyai suntuk.

Makanya kalo ada yang ajak pengajian, pertanyaan pertamaku adalah siapa penceramahnya. Kalo ga kenal, aku suka nanya-nanya dulu latar belakangnya. Dan kalo aku mau berangkatpun, tidak menjamin aku tidak pulang duluan sebelum jamaah bubar. Bukan karena isi ceramah ga menarik, tapi takut sandal jepit kesayangan ilang lagi. Walau mungkin itu merupakan penerapan hasil pengajian yang selalu mengatakan, "keluar dari sini, tinggalkan yang jelek dan bawa yang bagus-bagusnya saja." Jadinya yang merasa sandalnya jelek, pulang pilih yang bagus...

Payah emang...
Kalo urusan sandal ilang, kenapa yang terpikirkan pertama kali adalah masjid..?

Tapi itu bukan alasan untuk malas ke pangajian kok.
Emang dasar aku aja yang belum siap jadi orang lurus.
Bagaimana denganmu, teman..?