16 Juni 2010

Merokok Untuk Kesehatan

Semenjak keranjingan lagi naik kendaraan umum, aku mulai banyak persiapan ketika merencanakan bepergian untuk mengantisipasi gesekan-gesekan tak nyaman dengan penumpang lain. Seperti dulu aku jarang bawa headset dan bermusik di hape, sekarang jadi rajin isi lagu sebelum berangkat. Jadi ketika kanan kiri depan belakang mulai rame adu musik di hape masing-masing, aku bisa tidur nyaman dibuai lagu-lagu Buddha Bar melalui headsetku tanpa terganggu polusi suara tetangga.

Dulu aku juga suka banget kalo duduk di sebelah cewek yang cakep atau anak-anak SMA. Tapi sekarang aku mudah terganggu oleh musik-musik dari hape yang kebanyakan disetel anak-anak muda. Makanya aku lebih suka duduk dekat orang tua yang lebih anteng. Tapi tetap pilih-pilih juga kalo memang masih memungkinkan.


Soalnya pas ke Cilacap yang minggu lalu, aku awalnya dah damai deket nenek-nenek. Eh, di tengah perjalanan dia makan sirih. Pas mau meludah, si nenek enak aja main buka jendela ga memperhitungkan kekuatan angin. Jadinya semburan ludah merah itu balik lagi ke mukanya. Mau cuek ga tahan, mau ketawa ga enak. Jadinya aku pindah duduk ke kebelakang.

Nah disini aku malah nemu masalah baru. Yang di sebelahku merokok terus ga henti-henti. Padahal sebelum pulang aku dah bela-belain keramas dan pakai wangi-wangian. Ga mau makin campur aduk aroma, aku tegur dia dengan pelan. Eh, jawabnya malah gini, "ini bukan bus ac, mas.."

Duh, ini bukan masalah ac apa dc. Tapi soal moral, bung. Padahal didepanku ada ibu-ibu bawa bayi. Ibunya mungkin cuek, tapi aku yang ga tega liat bayinya kena asap.

"Aku naik bisnya bayar, mas. Aku butuh kenyamanan."
"Aku juga pengen merokok nyaman, mas. Aku juga bayar kok..."
"Biar adil gini aja, mas. Situ boleh merokok, tapi aku ga mau kena asap."
"Caranya..?"
"Ya situ telen aja asapnya, jangan dikeluarin. Adil kan..?"
"Sembarangan. Situ pengen aku mati..?"  nadanya mulai meninggi.
"Situ aja meracuni orang lain kok"
"Kalo ga mau ya turun aja sana..."

Aku sabar-sabarin hati sambil keluarin rokok dari tas. "Mas, aku juga perokok. Tapi aku tahu tempat"
"Aku ga minta rokokmu kok. Aku beli sendiri..."
"Kalo situ ga mau rugi ngebuang rokok tinggal setengah batang, aku bayar sebungkus deh.."
"Punya duit berapa sih, pamer amat..?"

"Kepala situ mau dijual juga aku bayarin. Kepala ga ada otaknya aja..."

Teganganku ikut meninggi akhirnya. Untung dipisah kenek bus. Penumpang lain yang awalnya ga mau ngomong mulai berani ambil suara juga. Akhirnya tuh orang pindah kedepan diseret kenek bus. Tapi sialan masih sempat meludah. Ga kena sih, tapi jadi enek juga. Rada nyesel juga pindah duduk dari si nenek. Tetap diludahin juga.

Dan baru aja menarik nafas lega, penumpang di belakangku malah bertanya gini. "Mas, kalo situ perokok juga, kenapa ga suka orang lain merokok..?"

Aku cuma nyengir. "Aku merokok bukan untuk meracuni orang lain, pak. Tapi untuk meningkatkan kesehatanku sendiri..."

Si bapak malah bengong, "maksudnya..?"
"Bapak merokok..?"
"Dulu iya, tapi sekarang berhenti. Katanya biar lebih sehat. Kok mas bilang, merokok biar sehat..?"

"Bapak pernah baca? Perokok pasif beresiko mengalami gangguan kesehatan 3 kali lebih besar dari perokok aktif. Makanya aku ga mau pasif, agar resikoku cuma sepertiganya yang ga merokok..."

Si bapak tambah bengong. Aku cuma nyengir melihatnya manggut-manggut. Paling-paling besok si bapak merokok lagi. Berdosa neh aku menghasut orang. Hehehe...

5 comments:

  1. ckckck,....Rawinds ??? *sambil melotot

    BalasHapus
  2. widiw....
    beneran betengkar nah, mas?
    ish, aku ngeri bayanginnya..
    coba ya aku berani kek gitu tiap kali ada yang ngerokok di tampat umum, cuma khan aku gak ngerokok, trus gak berani.. >.<

    BalasHapus
  3. jd ingat tmn saia yg kmrn marah2 ke cowok yg duudk di sblh kita yg ngerokok smbarangan pas kita lg enak makan di kantin...hehehe
    btw, ngelesnya blh jg nih...
    tp merokok ttp gak baik utk kesehatan kan? ;)

    *slm knl dan mksih sdh mampir di blogkuw*

    BalasHapus
  4. sudah masanya kita berani menegur orang yang merokok sembarangan. ga usah berpikir kita perokok apa bukan. kasian para perokok pasif itu.

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena