27 Maret 2011

Mengencingi Kitab Suci

Sebelumnya aku mohon perhatian narablog...

Bahwa jurnal kali ini merupakan bahasan yang sedikit sensitif. Untuk mereka yang merasa tidak bisa berpikir terbuka atau merasa tak mampu untuk menjadi dewasa dalam membahas keagamaan, silakan close jurnal ini dari sekarang. Silakan berwacana, asal tetap pada tempatnya.
Terima kasih

---------------

Beberapa teman sempat nagih dengan apa yang aku tulis di jurnal Beda Keyakinan, bahwa aku akan menulis tentang obrolanku dengan seorang penghujat gelap yang tak mau membuka identitasnya sedikitpun. Sebenarnya teman gelapku itu bukan mencaci maki, melainkan menceramahiku karena aku dianggap mendekati kesesatan, berteman dengan orang yang memiliki keyakinan yang bertolak belakang dengan agamanya. Jurnalku yang sebenarnya membahas tentang keinginan sekelompok teman mengungkap budaya bangsa sendiri ditanggapi dengan melenceng dari tema. Sebagai orang yang ingin bertanggung jawab dengan apa yang telah aku tulis, aku layani dengan baik walau permintaanku menuliskan itu di kolom komentar tidak pernah dituruti.

Ketika kata-katanya sudah semakin keras dan mulai mengeluarkan dalil-dalil sampai ke soal jihad, aku sampaikan terus terang bahwa aku tak menguasai itu. Dan aku cuma jawab dengan cerita tentang anakku Citra sebagai analogi.

Citra kalo boleh dibilang, dibuat diatas canvas dengan palet, kuas, berlumur cat. Saat masih dalam kandungan, ibunya sempat nyidam kue sagon jahenya Nasirun, seorang pelukis Jogja asal Cilacap. Saat lahir, lukisan Totok Buchori, patung kayu Katirin dan celoteh gilanya Hadi Soesanto menjadi hadiah penyambutnya. Dia pun dibesarkan di sebuah galeri sehingga bisa dikatakan seni lukis merupakan dunia yang tak bisa dipisahkan dari hidupnya. Tapi dia begitu santainya merobek-robek katalog karya-karya dari maestro seni Indonesia. Pipis diatas lukisan Budi Ubruk pun dia lakukan tanpa rasa dosa.

Ceritaku dijawab dengan kata, hanya orang bodoh menyamakan mujahid dengan anak kecil.

Tidak ada yang menyamakan, aku cuma menggambarkan. Seorang anak yang seharusnya fanatik dengan dunia seni sampai ngompol di atas mahakarya seniman terkenal belum bisa dikatakan salah, karena memang dia belum mengerti dengan perbuatannya. Tapi seorang dewasa yang telah begitu menguasai ilmu agama, kenapa masih bisa mengencingi kitab suci dan memberaki tuhannya.

Karena yang aku tahu, tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk agresif menyerang orang lain yang tidak mengusiknya. Perbedaan keyakinan bukanlah alasan untuk mengkafirkan orang lain, apalagi untuk menyerangnya secara fisik sampai menghilangkan nyawa manusia. Keyakinan buatku adalah habluminallah. Sejauh secara habluminanas kita tidak diganggu, kenapa kita harus memusuhinya seperti banyak terjadi di sekitar kita.

Kata beliau, walau belum masuk kategori kafir, aku sudah mendekati kekufuran. Itu adalah dosa besar.

Aku tak pernah mau tahu urusan dosa perdosaan. Karena itu merupakan hak prerogatif Tuhan yang tak bisa disentuh manusia. Tidak pada tempatnya kita mengatakan orang lain sebagai pendosa. Sejauh aku tidak berbuat jahat secara norma, aku tak perlu merasa berdosa. Agama mengajarkan untuk menjaga silaturahmi dengan siapapun, kenapa umatnya harus mengkotak-kotakkan diri. Jihad buatku bukanlah perang suci. Melainkan ijtihad yang memaksaku untuk selalu berpikir terbuka dengan segala perbedaan. Perintah pertama untuk iqra, buatku bukanlah sekedar membaca buku yang bertitel kitab suci. Tapi membaca alam semesta termasuk perbedaan-perbedaan yang ada diantara manusia.

Tidak ada alasan untukku membatasi pergaulan dengan sesama. Tak perlu ada rasa takut aku menjadi penjahat hanya karena berteman dengan preman. Aku yakin bisa seperti ikan laut yang dagingnya tetap tawar walau selalu hidup di air asin. Dan semua itu sudah terbukti. Walau aku sering gaul dengan kyai dan menyambangi pondok pesantren, tetap saja aku masih belum terpengaruh untuk rajin shalat...

--- bersambung.
Mau lanjutin coding dulu---

1 comments:

  1. Yups neh rada2 setuju, agama pada dasarnya ya ngajarin saling hidup rukun berdampingan yaaa..

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena