13 Maret 2011

Otak Ngeres

Mentang-mentang malem minggu, semalem ibu-ibu di Mulkipli obrolannya jadi rada gak jelas. Tapi dasar ibu-ibu, kalo dah mulai gayeng malah sok jadi jaim dan mengatakan bapak-bapak yang kegatelan. Padahal suer kita mah cuman ngikutin dan ngimbangin doang. Masa temen lagi ngobrol ngalor kita sendirian ngidul, kan gak nyetel.

Urusan ngobrol nyrempet sekedar untuk bercanda dan tidak vulgar buatku sih asik-asik aja. Aku ga mau terlalu jaim atau lebih tepatnya munafik dengan bilang ga suka tapi nyatanya menjadi silent reader yang setia. Aku pernah uji coba bikin satu blog dengan judul pendidikan seks. Secara tersurat boleh dikatakan minim pengunjung karena tidak ada yang komen satu pun. Tapi dari google analitik, pengunjung perhari antara 400 sampai 600 orang dan rata-rata perorang membuka 2 - 3 halaman blog.

Aku sendiri tidak tahu kenapa orang masih saja mengatakan ngeres untuk obrolan yang mengarah kesitu. Tanpa mau menelaah terlebih dulu obrolan itu sebenarnya dari sisi edukasi, sekedar intermezzo atau benar-benar ngomong jorok. Sebagian dari kita memang sulit untuk berpikir terbuka sehingga cenderung mendustakan kenyataan yang ada pada diri kita sendiri.

Menurutku tidak semua hal yang nyerempet bisa dikatakan sebagai ngeres, karena hal semacam itu memang bawaan bayi yang tak mungkin hilang dari semua manusia yang masih bisa dikatakan normal. Tanpa perlu diajari, seorang anak manusia akan melalui proses yang hampir sama satu dengan yang lainnya. Misalnya, walau sekarang sudah jaman peterpan, tetap saja bayi akan tepuk tangan kalo ada yang nyanyi pok ame ame belalang kupu-kupu siang makan nasi kalo malam nenen ibu. Begitu agak gede, saat pelajaran menggambar dia akan menggambar dua buah gunung dengan matahari di tengahnya. Sawah dibawahnya dan tak pernah lupa selalu ada burung yang menghampiri. Tak pernah lepas dari penggambaran nenen dan burung walau persepsinya tiap orang berbeda. Sebuah sifat dasar manusia yang natural sekali.

Karena merupakan basic instinct, sesuatu yang wajarpun seringkali kita tangkap dengan ngeres. Seperti ketika aku tawar menawar dengan seorang gadis cantik. Setelah deal harganya si mbak nawarin begini, "biar aman, pakai kondom ya, mas.." Aku menolak karena menurutku ga asik. Tapi dia belum menyerah, biar ga lecet katanya. Aku ketik di pesbuk minta pendapat temen. Eh, jawabannya ngaco semua. Cuma satu yang berpikir jernih, "Kalo gratis ambil aja tar kondomnya buat aku. Biasanya kondom hp tuh bonus kalo beli hp baru, jangan mau bayar ya.."

Kasus lain adalah temanku yang malam-malam memboncengkan seorang PSK. Saat menerobos lampu merah di sebelah barat Geronimo, kebetulan ada polisi kurang kerjaan dan nguber sampai ke depan galeriku. Dengan berwibawa pak polisinya bertanya sambil komat-kamit duat-duit, "saudara tahu kesalahannya..?"

Dengan damai temanku menjawab sambil menunjuk ke belakang, "Tahu, pak. Mboncengke keple..."

Jadi soal ngeres apa tidak menurutku bukan pada apa yang kita bicarakan.
Tapi pada apa yang kita pikirkan.
Entah menurut anda..

7 comments:

  1. Hehehehe
    ya wis sama mas, setuju

    BalasHapus
  2. oh.. kondom hape to, kirain apaan..

    BalasHapus
  3. karena makin ngeres makin asik.. \(´▽`)/ \(´▽`)/ \(´▽`)/

    BalasHapus
  4. basic instict... jadi ingat filmnya yang dibintangi michael douglas, sharon stone...

    BalasHapus
  5. otak ngeres solusinya gampang kok! tinggal disapu aja, beres kan!? hehe

    BalasHapus
  6. loh, pendidikan seks`nya masih terus jalan tho, pak lek...??

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena