28 Maret 2011

Atheis Kontemporer

Sebelum melanjutkan membaca jurnal ini, sebaiknya baca dulu ketentuan yang tercantum di jurnal sebelumnya atau klik close sekarang. Terima kasih...

---------


Karena kebetulan otak lagi adem, aku layani terus obrolan kacaw dengan temen gelapku itu. Dalam pandangannya, kebenaran adalah mutlak dan harus ditegakkan apapun caranya. Padahal menurutku, kebenaran hakiki itu hanya milik Tuhan dan tidak ada dalam diri manusia. Yang manusia miliki hanyalah kebetulan semata. Seperti dikatakan kebenaran selalu menang melawan kejahatan. Menurutku yang selalu menang adalah kebetulan, baik menang melawan kejahatan maupun kebenaran. Kebetulan saja bernasib baik, sehingga walau salah pun tetap dianggap benar.

Bagiku, agama adalah dosa warisan. Sehingga tidak pada tempatnya kita mengganggap keyakinan kita paling benar dan memusuhi orang lain yang berbeda prinsip merupakan amar ma'ruf nahi munkar. Seperti saat kita merasa benar memerangi Ahmadiyah yang dianggap sesat. Tidakkah kita berpikir andai saja kita terlahir dari orang tua yang menganut Ahmadiyah. Akankah kita tetap merasa sesat dan boleh diperangi orang lain padahal kita tak mengusik keyakinan orang..?

Coba lihat ke sekeliling kita. Berapa banyak orang memilih suatu agama dengan melalui proses pencarian. Aku berani mengatakan sebagian besar kita memeluk suatu agama karena kita lahir dari orang tua dan hidup di lingkungan agama tertentu. Berusaha mencari-cari keyakinan yang berbeda dengan yang diwariskan justru dianggap sesat, padahal agama adalah adalah hak asasi yang bersifat vertikal yang tidak boleh dipengaruhi oleh manusia lain. Bagaimana mungkin kita bisa tahu mana yang paling benar bila kita tak punya pembanding, walau dalam hal ini agama tidak boleh dibanding-bandingkan satu sama lain. Sebelum memutuskan untuk menjadikan istri saja kita seringkali mencoba-coba dengan mengamati banyak perempuan. Kenapa kita harus dengan sengaja membutakan mata untuk urusan mencari Tuhan..?

Sudah aku duga, penggunaan istilah mencari Tuhan akan menuai kecaman dari temanku dan bertanya apa sebenarnya agamaku. Dengan mantap aku jawab, Atheis kontemporer. Heheh...

Kenapa aku bilang atheis dan kenapa pakai embel-embel kontemporer, karena memang aku bukanlah manusia tak bertuhan. Segenap jiwa raga aku mengakui adanya Tuhan dengan segala kuasaNya. Namun kenyataan mengungkapkan dengan segala keterbatasanku sebagai manusia biasa, aku belum bisa menjalani semua yang menjadi kata Tuhan. Aku tak bisa begitu saja menerima kebenaran yang bersifat warisan tanpa aku meyakini sepenuh hati akan kebenaran itu. Sifat wujud Tuhan yang seringkali dibuat fana oleh pengikut setianya itu yang membuat aku masih saja berkeliaran di alam pencarian.

Aku masih saja butuh waktu untuk mencari makna Sangkan paraning dumadi yang secara sederhana merupakan the origin and the destination of all creatures alias tempat berasal dan kembalinya segala makhluk. Ini merujuk  pada sosok Tuhan sebagai pencipta (alias asal) dan pemilik (alias tujuan) segala makhlukNya yang identik dengan konsep Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Tak perlu kita menganggap bahwa manusia bertuhan adalah manusia yang menganut agama yang diakui oleh negara. Mengingat prinsip Tuhan sebagai asal dan tujuan, aku berani mengatakan bahwa di dunia tidak ada manusia yang tidak beragama. Kita tinggal melihat apa yang dituhankan, maka kita akan bisa melihat apa agamanya. Tak perlulah kita melihat di KTP kita beragama apa. Bila kenyataannya asal dan tujuan hidup kita adalah uang, berarti tuhan kita adalah uang. Coba tanya ke diri masing-masing, dalam sehari berapa banyak kita mengingat Tuhan yang tercantum di KTP dan berapa banyak kita mengingat uang. Yang paling banyak itulah jawabannya.

Begitu jahatkah orang yang belum beragama, sampai-sampai setiap ada perbuatan keji seringkali dikecam sebagai perbuatan orang yang tak beragama. Tidakkah kita melihat Fidel Castro yang begitu dicintai rakyatnya atau Voltaire yang begitu humanis. Sebaliknya lihatlah seperti apa perbuatan Mr Bush yang agamis, membantai jutaan manusia di berbagai belahan dunia atau rejim HM Soeharto yang memusnahkan rakyatnya sendiri yang tak berdosa hanya karena namanya tercatat sebagai anggota ormas PKI. Aku tak melihat adanya kaitan perbuatan manusia dengan agama. Malah kalo boleh dikatakan 99% kejahatan dilakukan oleh orang yang beragama. Paling gampang silakan dihitung sendiri, berapa persen koruptor yang bertitel haji dan berapa persen yang mengaku belum bertuhan..?

Namun bukan berarti orang beragama itu buruk. Banyak sekali temanku yang benar-benar bisa menerjemahkan jalan Tuhan dalam kehidupannya bersama sesama manusia tanpa melihat keyakinan atau prinsip hidupnya. Seperti seorang temanku penganut salafiyah yang begitu kuat menerapkan aturan agama pada dirinya sendiri namun tak pernah mau mengusik perbuatan orang lain yang tak sesuai dengan prinsipnya. Egoiskah dia..? Di mataku tidak. Justru itulah dakwah yang terbaik. Tanpa menebar permusuhan dia bisa menarik banyak teman untuk mengikuti madzabnya. Dia berbeda dengan ulama bedebah yang memanfaatkan fanatisme bodoh umatnya untuk menebar kebencian kepada orang lain yang seagama hanya karena berbeda bendera partainya.

Aku merasa masih hidup di dunia yang artinya kita hidup dengan isi alam dan sesama manusia. Selama aku tidak membuat kerusakan dan permusuhan di dunia, bagiku sudah cukup. Tak perlulah kita mengatasnamakan Tuhan untuk menjadi pembenaran atas perbuatan-perbuatan buruk kita. Jadikanlah Tuhan yang maha rahman dan rahim sebagai motivasi kita menebar kebaikan. Tidakkah Tuhan akan menangis melihat ciptaanNya saling bermusuhan dan semuanya mengatasnamakan perintahNya. Apakah Tuhan juga maha cuek sehingga dia lebih suka bermain dadu dengan Einstein daripada mendamaikan manusia-manusia ciptaanNya..? Atau malah Tuhan sebenarnya sudah tidak ada dibunuh Nietzsche..?

Sampai disini, sudah tak ada lagi obrolan lanjutannya. Entah dia bosen apa malah setres dengan celotehku, aku tak tahu. Yang pasti aku tak pernah bosan mencari. Orang-orang pakar agama dari berbagai keyakinan dari ujung barat Banten sampai Situbondo di ujung timur, dari Cirebon di pantai utara sampai Nusakambangan di pantai selatan Jawa sudah pernah aku sambangi. Namun jawaban yang aku cari belum juga aku temukan. Entah sampai kapan, hanya Tuhan yang maha tahu.

Mungkin sebuah obrolan pendek dari masa lalu bisa jadi penutup.
"Berdosakah bila aku melakukan hal yang aku tak tahu itu melanggar firman Tuhan..?"
"Tentu tidak kalau kamu memang tidak tahu..."
"Kalau begitu, kenapa pak kyai ngasih tahu aku..???"

Mohon maaf bila kurang sependapat.
Wassalam...



7 comments:

  1. "Berdosakah bila aku melakukan hal yang aku tak tahu itu melanggar firman Tuhan..?"
    "Tentu tidak kalau kamu memang tidak tahu..."
    "Kalau begitu, kenapa pak kyai ngasih tahu aku..???"

    menarik kata2 nya...
    ini mah buat orang2 yang pinter baru bisa komen, tapi yang jelas pak kyai ngasih tau karena memang tuntutan dakwah.
    yang selayaknya mereka sampaikan bila pun tidak di terima mereka sudah menjalankan perintah khaliknya.

    BalasHapus
  2. hemmm , ahmadiyah .. ada kisah unik dibalik ahmadiyah ..aliran yg terlahir dari konspirasi besar .. pluralitas yes bang ..pluralisme no .. seperti posting saya sebelumnya hihhihi ..

    kadang kembali pada ideologi sesaat dan juga pada akal tapi jgn terlalu lama sebab sebagus apapun ideologi seseorang khususnya muslim ada akidah .. karena islam tak hanya berbuat baik .. yahudi,kristiani,budha ,hindu ,konghuchu, is OKE ..but ahmadiyah ??? islam bukan, diluar islam jg bukan hihiihi ...

    jgn anggap yg minoritas itu seakan didzalimi .. tapi sesungguhnya hati muslim lain yang mayoritas jg bisa terdzalimi..

    islam is the light ... dan saya pernah merasakan ke-atheis-an tidak hanya 1 tahun atau 3 tahun 23 tahun sebuah proses pencarian .... ada di hati ...keep post i like it

    BalasHapus
  3. percayalah pada orang yang mencari kebenaran, bukan pada yang merasa menemukannya. entah tepat atau tidak kalimat Andre Gide yang saya pernah saya suka ini.

    BalasHapus
  4. berat Raw.. otakku ga nyampe..
    masih bayi soalnya..

    BalasHapus
  5. jero, dalemmmm, angel, muskil, lebih abik tanya ma ahlinya, kyai yang mursid mas, udah nemu?

    BalasHapus
  6. pemaparannya jelas banget mas, tak memihak dan tetap pada keyakinannya mas Rawins...good

    BalasHapus
  7. sebenarnya mayoritas manusia skrg lebih pandai ketimbanmg sebelumnya. kita pasti tau yg mana dan yg ini.semangat

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena