Kenyataan dan bayangan memang dua profil yang berbeda. Kadang kenyataan tak seindah yang kita bayangkan. Tak jarang pula tidak seseram anggapan kita. Walau kita sudah begitu yakin dengan realita itu, tapi tetap saja kita masih terus dihinggapi perasaan yang berlebihan atas bayangan itu. Ini selalu terjadi, bisa jadi merupakan efek samping dari salah satu kelebihan manusia yang dinamakan imajinasi.
Seperti di saat aku mumet memikirkan waktu yang kian menyempit. Pekerjaan pertengahan tahun begitu bertubi-tubi memaksaku harus pulang lebih larut malam. Sementara istriku sendirian di rumah dalam keadaan hamil tua. Ketika orang tua meminta istriku melahirkan di kampung, imajinasiku langsung membumbung tinggi seolah menemukan jalan keluar dari masalah itu. Aku bisa lebih fokus di pekerjaan, istriku aman bersama orang tuanya. Tekanan atas perasaan yang terbagi antara rumah dan kantor bisa teratasi.
Seperti di saat aku mumet memikirkan waktu yang kian menyempit. Pekerjaan pertengahan tahun begitu bertubi-tubi memaksaku harus pulang lebih larut malam. Sementara istriku sendirian di rumah dalam keadaan hamil tua. Ketika orang tua meminta istriku melahirkan di kampung, imajinasiku langsung membumbung tinggi seolah menemukan jalan keluar dari masalah itu. Aku bisa lebih fokus di pekerjaan, istriku aman bersama orang tuanya. Tekanan atas perasaan yang terbagi antara rumah dan kantor bisa teratasi.
Tapi baru beberapa hari aku menjalani, mulai terasa bila bayangan atas kemudahan itu tidak sepenuhnya benar. Tetap saja menyisakan masalah di sisi yang lain. Bila biasanya setiap bangun tidur terus mandi tidak lupa menggosok gigi, sarapan dan berangkat ke kantor. Sekarang aku harus beres-beres rumah, sterika baju dan menyiapkan sarapan sendiri. Tidak lagi kutemukan senyuman dan cium tangan selamat jalan sebagai penyemangat menjalani hari.
Pulang kantor pun tidak bisa langsung mandi air hangat. Habis mandi masih harus cuci baju agar pagi-pagi bisa langsung dijemur. Dongeng sebelum tidur pun tidak bisa lagi aku temukan. Ngobrol di telepon tetap saja terasa beda.
Benar-benar tidak seindah bayangan semula.
Kejadian sebaliknya mungkin terasa ketika aku harus melamar kerja atau menjelang ujian sekolah dulu. Aku seringkali tegang ketika memikirkan besok pagi harus EBTANAS. Padahal ketika ujian sudah dijalani, aku bisa bilang, "Kok cuma gitu doang..."
Kenyataan tak seberat yang aku takutkan. Yang ada malah ketakutan itu sendiri yang justru mengganggu konsentrasi belajar. Makanya ketika aku lihat di tipi, ada sekolah yang mengadakan doa bersama pra ujian nasional kemarin, menurutku itu bagus sekali. Budaya sebagian masyarakat kita memang tidak mengajarkan kita untuk pede secara rasional semata. Harus ada dukungan spiritual agar pikiran lebih tenang dan lebih mampu untuk menyerap bahan pelajaran.
Cuma aku kurang sreg ketika mendengar ada madrasah selain mengadakan doa bersama, juga membagi-bagikan pensil yang sudah dikasih doa oleh kyai terkenal. Menurutku itu tidak mendidik. Karena bisa jadi si anak jadi malas belajar karena begitu meyakini kekuatan pensil ajaibnya.
Walau aku kurang faham pasal-pasal keagamaan, tapi secara religi menurutku kurang bagus juga. Karena sebagian masyarakat kita masih belum mampu memisahkan antara keyakinan dan wawasan. Sehingga keyakinannya bukan lagi sekedar pada kekuatan doa yang membuatnya lebih tenang dalam belajar, tapi justru meyakini pensilnya tidak akan memberikan jawaban yang salah. Walau melalui proses sesuai kaidah agama, mempercayai pensil tetap saja bisa dianggap pembelokan akidah.
Buatku, ketenangan dalam menghadapi hal yang belum terjadi adalah yang utama. Caranya bisa berdoa, yoga meditasi atau apapun sesuai yang kita mampu. Ketika hati kita tenang, pikiran akan lebih jernih mencari pemecahan atas masalah. Bila belum berangkat perang saja kita sudah gemetar, bagaimana bisa kita memikirkan strategi untuk melawan musuh.
Tidak ada hati yang tidak tergetar ketika akan menghadapi masalah. Tapi yakinlah bahwa kenyataan tak pernah sama persis dengan bayangan. Yang penting kita jangan pernah gagal dalam proses. Masalah akan bonyok di akhirnya, kita serahkan saja kepada takdir. Toh tawakal itu setelah kita berusaha secara fisik. Dan bukan sebaliknya.
Enjoy your life...
Enjoy aja...
Ilustrasi The Thinker
Karya Katirin
Tujuh Bintang Art Space
enjoy aja...
BalasHapusnikmati dan syukuri ^^
Ya iyalah. Kena musibah juga harus disyukuri
BalasHapusSukurin celaka loe
Hahaha...
jadi, sang istri dah hamil tua tho, oms....??
BalasHapuskemaren eang gung jg bilang istrinya hamil, hehe...,,
Inspiratif!
BalasHapusUdah 7 bulan, do...
BalasHapusthks eka...