Adalah Gandhung, seorang tukang becak yang begitu dekat dengan dunia seni Jokja. Begitu dahsyatnya darah seni dalam dirinya, sampai dia menganggap dirinya lebih eksis dibanding rektor ISI sekalipun. Karena sudah beberapa kali ISI ganti rektor, Gandhung belum juga berganti profesi. Dia tetap setia dengan becaknya.
Tak cuma dibidang seni lukis, di dunia dangdut pun dia begitu eksis. Bahkan termasuk pendekar joget kelas berat. Tak peduli siapa tamu VVIP di pembukaan pameranku. Asal musiknya dangdut, dia langsung turun melantai di depan hadirin yang terhormat. Menurutnya, dunia seni tidak mengenal jabatan. Asal berani nyawer, boleh ikut goyang. Tapi ketika penyanyi mulai nanya saweran, dengan enteng dia menghampiriku, "Mas, penyanyine minta saweran..."
Jaman dulu, becaknya merupakan sarana angkutan khusus mahasiswa ASRI, terutama untuk mengangkut karya. Begitu fanatiknya mahasiswa ASRI menggunakan jasanya untuk segala keperluan, sampai-sampai ketika kampus kebobolan maling, Gandhunglah yang pertama kali dimintai keterangan oleh Polisi. Begitu cekatannya melihat peluang, sebelum memenuhi panggilan polisi, dia samperin dulu mahasiswa malingnya. "Ada tambahan ongkos tutup mulut ga..?"Tak cuma dibidang seni lukis, di dunia dangdut pun dia begitu eksis. Bahkan termasuk pendekar joget kelas berat. Tak peduli siapa tamu VVIP di pembukaan pameranku. Asal musiknya dangdut, dia langsung turun melantai di depan hadirin yang terhormat. Menurutnya, dunia seni tidak mengenal jabatan. Asal berani nyawer, boleh ikut goyang. Tapi ketika penyanyi mulai nanya saweran, dengan enteng dia menghampiriku, "Mas, penyanyine minta saweran..."
Setelah becak kalah pamor oleh mobil, dia tak juga menceraikan becaknya. Tetap saja dia berkeliling ke rumah-rumah seniman senior. Katanya untuk menjalin tali silaturahmi agar tidak sampai putus. Tak lupa di akhir anjangsananya dia akan ber say good bye, "Aku belum makan bos. Ga punya rokok lagi..."
Profesi terakhir dengan becaknya adalah menyebar undangan dan poster pameran. Setiap kali aku mempersiapkan pameran, secara autorun dia pasti nongol di galeri tanpa diminta. Dan pameran kali ini, kebetulan senimannya punya pasukan penyebar undangan sendiri dan tak membutuhkan jasanya. Tapi tetap saja selembar nota tergeletak di mejaku. Ketika aku tanya untuk apa, dengan damai dia menjawab, "ganti transport dan biaya pembatalan job..."
Pengalaman berpuluh tahun mangkal di komplek kampus ISI sejak masih bernama ASRI, membuatnya sangat dekat dengan seniman. Bahkan seniman ngetop kelas dunia asal Jogja pun bisa dikatakan kenal dengannya. Tak heran bila jejak-jejak tokoh dunia ikut akrab, minimal di kaos dinasnya.
Seperti kemarin dia datang ke galeri mengenakan kaos bergambar Che Guevara. Ketika aku tanya, "emang kamu kenal dengan tokoh di kaosmu..?"
Dengan enteng dia menjawab, "Aku pernah nungguin dia manggung di Mandala Krida jaman dulu banget..."
"Manggung piye..?"
"Ya, dia nyanyi di panggung, aku nungguin di kolong.."
"Emang itu gambarnya siapa..?"
"Yo favoritku no..."
"Lha iya siapa..?"
"Bang Haji Rhoma Irama..."
Wuah mantaaab...
JARANG LHO ADA ABANG BECAK YANG MASIH MAU MENJAGA KEKERABATAN, DITAMBAH KESETIANNYA YANG MASIH MANGKAL DI DEPAN KOMPLEKS KAMPUS ISI, DAN RUPANYA PAK GANDHUNG INI BENAR-BENAR PUNYA SELERA HUMOR YANG TINGGI. TAPI ADA NILAI MINUS DARI DIA YANG SAYA KURANG SUKA, YAKNI MEMINTA TAMBAHAN ONGKOS TUTUP MULUT DARI SI MAHASISWA MALING.
BalasHapusTapi masih lebih baik begitu, minimal ada unsur kata jujur. Daripada yang sok alim tapi garong. hahaha...
BalasHapuswach, dapet gelar seniman juga ngga, tuch...?? hehe...,,
BalasHapussa` ora²ne asissten seniman, lah....,, ;D
nek kui gelare seniwen
BalasHapushahaha